Antisipasi Kelompok Teroris Satu Keluarga seperti Kasus Bom Surabaya
Sejatinya dalam penanganan konflik maupun pencegahan radikal terorisme, kaum perempuan juga perlu dilibatkan.
eluarga Dita, pelaku Bom Surabaya tahun 2018 merupakan salah satu potret pelaku teroris yang mengajak keluarganya.
Antisipasi Kelompok Teroris Satu Keluarga seperti Kasus Bom Surabaya
Dalam konteks pencegahan pemahaman intoleran dan radikalisme yang mengarah kepada terorisme, peran perempuan menjadi sangat krusial dalam menentukan pola pikir keluarga.
Aktivis Perdamaian, HAM dan Perempuan, Dwi Rubiyanti Kholifah berpendapat seorang ibu memiliki kuasa otoritatif dalam membentuk karakter dan konstruksi berpikir sang anak
Menurut Ruby hal inilah yang perlu dijaga. Jangan sampai peran otoritatif orang tua disalahgunakan untuk memaksa atau mengajak anak dalam berbuat hal yang menyalahi aturan. Keluarga Dita, pelaku Bom Surabaya tahun 2018 merupakan salah satu potret pelaku teroris yang mengajak keluarganya untuk beramaliyah.
"Perempuan sangat bisa dan otoritatif untuk menggeret anak-anak mereka terlibat di dalam terorisme. Laki-laki biasanya kalau terlibat itu sendirian saja tapi kalau perempuan terlibat di aksi teror mereka ngajak anaknya," ujar Ruby Kholifah di Jakarta.
"Bayangkan kalau para ibu dan anak-anaknya terlibat aksi-aksi begini, tentu semakin mengerikan nasib bangsa," lanjutnya.
Ruby berpendapat, sejatinya dalam penanganan konflik maupun pencegahan radikal terorisme, kaum perempuan juga perlu dilibatkan. Meski masih ada yang menganggap sebelah mata, namun perempuan dinilai memiliki naluri tersendiri dalam mendeteksi dini perubahan sosial di lingkungannya.
Oleh karena itu, menurut Ruby, baik sosok ayah maupun ibu sama-sama menjadi pilar keluarga dalam membangun keluarga yang inklusif dan toleran. Tanggung jawab membentuk karakter, pola pikir dan tingkah laku tidak bisa di bebankan pada satu orang saja.
merdeka.com
Orangtua dituntut untuk bekerja sama untuk dapat memastikan bahwa keluarga itu dalam kondisi yang aman keluarga memiliki lingkungan yang sehat untuk bertumbuh dan terbuka, sehingga apapun yang terjadi kepada anggota keluarga itu bisa dideteksi lebih dini.
“Kalau perspektif orang tua tidak punya perspektif bahwa bernegara ini adalah ber-NKRI maka akan sulit dia akan digoyahkan dengan ideologi-ideologi yang mengarah kepada melawan negara. Ini bahaya banget,” tekan Ruby.
Maka dari itu, Ruby menyatakan pentingnya membangun wawasan kebangsaan kepada orang tua, menanamkankan jiwa persatuan, dan kebhinekaan yang menjadi identitas bangsa untuk diwariskan kepada anak-anaknya. Komunikasi antar keluarga menjadi kunci untuk berbagi peran dalam membangun karakter anak-anak bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
“Semua warga negara Indonesia punya kewajiban yang sama. Nah caranya yang mungkin beda-beda. Karena caranya mungkin berbeda, bukan berarti satu lebih tinggi daripada yang lain kewajibannya, enggak. Tetap keduanya memiliki kewajiban yang setara,” tandas Ruby.