Cerita Warga Depok Terjebak Rentenir, Pinjam Rp20 Juta Harus Bayar Rp500 Juta
Korban sempat menantang rentenir untuk melakukan sumpah mubahalah di depan majelis hakim.
Korban sempat menantang rentenir untuk melakukan sumpah mubahalah di depan majelis hakim.
Cerita Warga Depok Terjebak Rentenir, Pinjam Rp20 Juta Harus Bayar Rp500 Juta
Seorang warga Depok menjadi korban rentenir atau lintah darat. Rumah korban pun disita tanpa seijin pemilik.
Padahal uang yang dipinjam hanya Rp 20 juta namun saat ini berkembang hingga Rp 500 juta. Korban pun kewalahan membayar utang yang tidak pernah terpikirkan akan sebesar itu.
Sugi Mulyo, warga Kampung Lio, Kecamatan Pancoran Mas, Depok mengaku mulanya dia meminjam uang Rp20 juta pada seorang rentenir. Tanpa diketahui sistem penghitungannya, utang Sugi tiba-tiba menjadi Rp 500 juta.
Rentenir itu juga menyita rumah Sugi. Sugi mengaku kaget ketika didatangi sekelompok orang yang akan menyita rumahnya. Yang lebih kaget, sertifikat rumahnya bukan lagi atas nama dirinya.
“Awalnya saya pinjam uang untuk modal usaha sekitar tahun 2006,” katanya, Jumat (12/1).
Saat itu dia menyanggupi untuk membayar bunga sebesar 10 persen. Tetapi dalam waktu beberapa bulan, utangnya membengkak hingga Rp100 juta. Padahal dirinya sudah mengangsur Rp10 juta.
Tiga tahun setelah peminjaman, dirinya kaget karena utangnya sudah mencapai Rp 500 juta.
“Di situ saya bingung. Itung-itungannya dari mana bisa sampai Rp 500 juta,” cerita Sugi dengan nada bingung.
Yang lebih menyedihkan, rumah miliknya tiba-tiba disita oleh orang tak dikenal. Sugi didatangi sekelompok orang dan mengancamnya. Dia merasa ketakutan saat itu hingga terpaksa menyerahkan sertifikat rumah sebagai jaminan.
“Saat itu saya takut, karena saya diancam bakal dilaporkan ke polisi kalau enggak mau bayar. Jadi terpaksa saya kasih sertifikat rumah untuk jaminan,” ungkapnya.
Tiba-tiba di tahun 2019, sertifikat rumahnya sudah berganti nama tanpa persetujuan dirinya. Rumah tersebut sudah atas nama M, rentenir yang meminjami uang.
“Tahu-tahu dia datang, bawa pengacara dan banyak preman sambil nunjukin sertifikat. Ya saya kaget, kok udah bukan nama saya,” ungkap Sugi.
Sugi merasa ditipu karena dirinya tidak pernah menjual rumahnya pada M. Diduga M telah memalsukan tanda tangannya di perjanjian akte jual beli. Dia pun kemudian melaporkan kasus ini ke polisi. Bahkan kasusnya sudah sidang di Pengadilan Negeri Depok.
Sugi meyakini tidak pernah menjual rumahnya pada M. Di persidangan pun dia menantang M untuk melakukan ritual sumpah mubahalah di hadapan hakim. Namun tantangan itu ditolak oleh M.
“Saya pernah dimediasi, lalu saya minta sama hakim untuk sumpah mubahalah. Biar jelas, kita sumpah sama-sama. Yang benar selamat, yang nggak bener pasti tidak akan selamat. Tapi beliau (rentenir) tidak mau menjalani sumpah mubahalah itu,” tegasnya.
Tantangan itu dilontarkan Sugi lantaran dirinya geram dan merasa dipermainkan oleh hukum. Bahkan dalam persidangan, M sering mengklaim dengan bukti-bukti yang menurut Sugi telah dipalsukan, yaitu tanda tangan.
“Saya maunya sumpah mubahalah, karena sumpah ini tidak hanya pribadi tapi juga tujuh turunan bisa kena. Kalau benar selamat, kalau enggak bener ya kena resikonya. Tapi ternyata dia enggak berani, enggak mau sumpah-sumpah katanya,” ungkapnya kesal.
Sugi sempat meminta bantuan dari Habib Idrus yang merupakan tokoh masyarakat sekaligus ulama di lingkungan tempat tinggalnya. Habib Idrus yang merupakan mantan Ketua FPI Depok itu pun melakukan mediasi dan berhasil saat sekelompok orang mendatangi Sugi untuk menyita rumahnya.
"Saya cuma bilang, kalau ini utang ya bayar yang sesuai dia pinjam. Jangan dilebih-lebihin, walau hanya satu perak. Itu hukumnya haram," kata Habib Idrus.
Ternyata yang menjadi korban rentenir bukan hanya Sugi. Dikatakan Habib Idrus, dirinya sudah menerima 28 laporan warga sejak beberapa tahun terakhir. Rata-rata, korbannya yang mengadu merupakan warga Kampung Lio dan Beji.
“Kalau yang pernah saya tangani itu ada 28 kasus. Korbannya ada yang dari Beji ada juga dari Kampung Lio, banyaklah. Nah yang baru saya selesaikan itu 7 kasus,” ujarnya.
Biasanya warga yang menjadi korban rentenir terpaksa meminjam karena dalam kondisi terhimpit. Mereka dikenakan bunga sangat tinggi oleh pihak rentenir. Jika tidak bisa membayar, rentenir akan mengancam menyita rumah korban.
Di lingkungan Kampung Lio ada sejumlah warga yang hampir kehilangan rumah karena terjerat rentenir. Tak jarang juga rentenir menyita kartu ATM warga yang berutang.
“Jadi utangnya si korban tahu-tahu udah membengkak. Nah kalau nggak bisa balikin, mereka ngancam sita rumah. Jadi dia (korban) kerja, tapi tiap bulan gajiannya diambil rentenir. ATM dan pinnya itu yang megang rentenir,” pungkasnya.