Guru Besar FK Undip Jawab Tudingan Kemenkes soal Pemalakan dr Aulia Hingga Kritik Penghentian PPDS
Prof Zainul menyayangkan pernyataan Kemenkes yang menyebut iuran sebagai pemalakan.
Kementerian Kesehatan menyebut dr Aulia Rahma Lestari kerap dipalak selama menjadi mahasiswi PPDS di Universitas Diponegoro (Undip). Besaran uang diminta Rp20-40 juta.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Undip, Prof Zainal Muttaqin, meluruskan informasi itu. Prof Zainal menjelaskan, di Fakultas Kedokteran Undip, mahasiswa PPDS memang ada iuran bulanan dengan total Rp30 juta. Iuran itu berlaku pada semester satu. Sehingga, katanya, tidak tepat jika itu dianggap sebagai pemalakan.
"Uang itu dari teman-teman seangkatannya. Kebetulan almarhum ARL penanggungjawab iuran, setelah terkumpul uang itu digunakan untuk mahasiswa PPDS Anestesi, bukan untuk seniornya," kata Prof Zainal Muttaqin.
Menurutnya, iuran uang puluhan juta itu dilakukan mahasiswa semester awal. Setiap bulannya mereka membayar iuran Rp3 juta selama satu semester. Uang yang terkumpul biasanya dipakai untuk untuk makan bersama para tenaga kerja yang bertugas di bidang anestesi.
"Uang itu digunakan untuk membeli makanan karena dokter residen punya jadwal yang padat. Tidak semua nakes anestesi dapat istirahat waktu yang sama. Semua kesepakatan setiap bagian berbeda karena siklus tidak sama," jelasnya.
Prof Zainul menyayangkan pernyataan Kemenkes yang menyebut iuran sebagai pemalakan.
Tak Menyangkal Perundungan
Dalam kesempatan yang sama, Prof Zainul sebenarnya menyangkal jika kemungkinan terjadi perundungan seperti dialami almarhumah dr Aulia Rahma.
Hanya saja, dia meyakini para pelaku adalah oknum dan bukan institusi secara keseluruhan. Sehingga tidak tepat jika keputusan yang diambil Kemenkes dalam kasus ini justru menutup sementara program PPDS Undip di tengah minimnya dokter spesialis di Indonesia.
"Jadi menteri ini ngerusak tata kelola yang sudah ada. Bullying itu bukan tidak ada, ada dan perilaku salah. Tapi itu individu, bukan perilaku institusi. Ketua KPK korupsi KPK jalan, Ketua MK melanggar etik tetap jalan. Sedangkan Akpol mati yang dihukum oknumnya bukan akpolnya ditutup."
"Penutupan PPDS ini tidak menyelesaikan masalah tapi menimbulkan masalah baru. Pendidikan terhambat, dan kita butuh banyak dokter spesialis," ujarnya.
Senior Bantah Perundungan
Sedangkan senior Aulia Risma Lestari (ARL) Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Angga Rian (37) membantah aksi perundungan terhadap ARL. Dia juga memastikan tidak ada praktik pemalakan yang dilakukan oknum senior PPDS anestesi Undip terhadap para juniornya.
"Pemalakan itu tidak ada," kata Angga senior ARL mahasiswa semester lima.
Dia juga membantah ada permintaan pada junior untuk membelikan makan pada para seniornya. Menurutnya, pemberian makanan untuk para senior bersifat gotong royong. Karena uang yang dihimpun digunakan membeli makanan seluruh dokter residen anestesi hasil patungan junior sebesar Rp10 juta per bulan.
"Tapi ini tidak tentu. Kadang-kadang saya tidak iuran juga karena uang kasnya masih penuh. Dan kalau masih ada sisa kas itu dikembalikan," ujarnya.
Saat ini, ada sekitar 85 mahasiswa PPDS Anestesi Undip yang melaksanakan pendidikan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi, Semarang, Jawa Tengah (Jateng). Mereka akan melayani 24 jam menyesuaikan layanan operasi di RS tersebut.
Dalam sehari, program pembiusan di kamar operasi RSUP Dr.Kariadi bisa mencapai antara 120 sampai 140. Kemudian program pembiusan di luar kamar operasi sebanyak 20 hingga 30.
Dokter residen anestesi yang bertugas pada malam hari tidak mendapatkan makan makan karena tidak disediakan pihak RS. Sementara terkadang, residen posisinya adadi kamar operasi menjalani pembiusan. Dia pastikan pula, mahasiswa yang tidak membayar iuran untuk penyediaan makanan juga tidak akan mengalami perundungan.
"Satu cara sistemnya kita dibelikan makanan dan itu akan berlanjut seperti itu terus sampai program operasinya bisa selesai," jelasnya.
Selama menjadi mahasiswi PPDS Anestesi Undip senior, makanan almarhumah pun disediakan para juniornya. "Jadi memang makan itu disediakan atau dibantu adik junior paling kecil agar yang di kamar operasi tetap bisa di kamar operasi menjalani pembiusan," jelasnya.