Pria asal Klaten ini ubah drum bekas oli jadi meja-kursi & diekspor
Merdeka.com - Indra Ateng (40), warga Karangturi, Pajang, Laweyan, Solo ini terus berkreasi. Memanfaatkan limbah drum bekas oli, pria kelahiran Cawas, Klaten ini bisa membuat furniture berupa meja dan kursi menjadi barang ekspor. Berkat inovasi dan keuletannya ini, Ateng bisa meraup keuntungan belasan juta rupiah.
"Saya usaha ini sudah 4 tahun. Ini saya desain sendiri, pokoke piye carane biar laku saja mas," ujar Ateng, saat ditemui merdeka.com di Pasar Kabangan, Solo, Senin (27/3).
Awal mula munculnya ide pembuatan meja dan kursi drum tersebut, kata Ateng, dari seorang pembeli asal Cirebon. Namun setelah itu, ia mulai membuat kreasi dengan bermacam desain. Desain baru tersebut ternyata digandrungi oleh konsumen, tak hanya dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.
-
Apa yang diproduksi oleh perusahaan kayu jati di Semarang? Perusahaan yang dulunya memproduksi kayu gelondongan itu kemudian mengubah hasil produksinya menjadi kayu yang siap olah.
-
Apa yang di jual oleh mantan TKW ini? Dirinya kemudian memilih untuk kembali pulang ke kampung halamannya untuk berjualan bandeng yang merupakan kuliner khas Kota Serang.
-
Di mana kursi lipat itu ditemukan? Kursi ini ditemukan dimakam seorang wanita di Steinsfeld, Franconia Tengah, wilayah Ansbach, Jerman.
-
Apa yang dijual mantan TKW itu? Ayu Dini mengaku dulunya bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong. Setelah keluar dan kembali ke tanah air, Ayu memilih untuk mencoba peruntungannya berjualan basreng alias bakso goreng.
-
Siapa pengusaha mebel dari Lebak? Di Kampung Hegarmanah, Desa Sukarinda, Kecamatan Warunggunung, Lebak, Gusti, seorang mantan karyawan perusahaan kereta api, mengukir kesuksesan setelah memutuskan terjun ke dunia bisnis mebel.
-
Apa yang dijual? Dia merinci, luas tanah lokasi berdirinya masjid 300 meter persegi.'Sementara tanah kosong yang di belakang masjid kurang lebih luasnya juga 300 meter persegi. Jadi kurang lebih dua sertifikat itu luas lahannya 600 meter,' ungkapnya.
"Lebih banyak yang pesan dari Inggris dan Belgia. Sebulan bisa kirim 4 kali. Sekali kirim antara 8-10 kursi panjang atau pendek dan meja," jelasnya.
Kursi dari drum bekas ©2017 Merdeka.com/arie sunaryoUntuk satu unit kursi dijual dengan harga Rp 400 ribu hingga Rp 1,2 juta per unit tergantung kualitas bahan dasar. Untuk pasar Indonesia, konsumen lebih memilih harga murah dengan finishing pengecatan warna. Sedangkan untuk ekspor, konsumen lebih memilih bahan yang bagus dan tanpa pengecatan.
"Untuk ekspor tidak perlu dicat mas. Syukur-syukur ada tulisannya, tulisan apa saja. Biar kelihatan unik katanya," terang Ateng.
Terkait kendala, Ateng mengaku hampir tidak ada. Untuk bahan pokok drum, dia harus hunting mencari ke bengkel-bengkel sendiri agar mendapat bahan yang murah dan berkualitas. Sementara untuk permodalan, semua dia rogoh dari koceknya sendiri.
"Modal sendiri mas, jadi nunggu dibayar oleh pembeli baru kita bisa nyari bahan," ucapnya.
Kursi dari drum bekas ©2017 Merdeka.com/arie sunaryoDalam sehari ia dan karyawan bisa memproduksi kursi ukuran besar sebanyak 3 biji atau kursi ukuran kecil 6 buah. Untuk pemesanan, semua tergantung konsumen. Baik pengecatan maupun jumlah unit yang dipesan.
"Ada yang minta dicat bendera Inggris, ada yang minta banyak latternya saja, jadi ga usah dicat. Ada yang beli sepasang, 4 kursi satu meja, harganya bisa mencapai Rp6 juta," katanya.
Banyaknya pemesan, membuat Ateng tak pernah libur. Dalam sebulan sedikitnya 60 kursi ukuran kecil atau 40 ukuran besar langsung ludes.
"Ini tidak ada stok, baru jadi 6 saja langsung diambil. Sebulan yang kecil bisa 60 biji, yang besar 30 sampai 40. Baru jadi langsung diambil," sambungnya.
Berkat usaha kreatifnya tersebut Ateng bisa meraup penghasilan kotor antara Rp 15-20 juta rupiah. Sedangkan keuntungan per bulan yang ia raih bisa mencapai sekitar Rp 6-10 juta. Ia menambahkan, permintaan barang buatannya lebih didominasi permintaan ekspor, yang mencapai 40-60 unit perbulan.
"Harapan saya ada bantuan modal dari pemerintah, atau bantuan kredit dengan bunga yang rendah agar usaha kami lebih maju," pungkas Ateng.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dari usahanya mengubah kayu bekas, omzet Rp45 juta bisa dikantongi tiap bulan.
Baca SelengkapnyaDalam satu hari, pekerja mengaku mendapat 2 ton sampah plastik dari Bekasi dan Jakarta Timur.
Baca SelengkapnyaDdi tangan santri ini daun jati jadi sumber cuan. Ia membuat lukisan dari daun jati bernilai seni tinggi.
Baca SelengkapnyaKeberadaan usaha kerajinan limbah kayu itu juga bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar.
Baca SelengkapnyaDesa Kemudo berhasil mandiri dan memberdayakan warganya dari pengolahan limbah pabrik.
Baca SelengkapnyaHalim mengaku, jelang Hari Raya Idul Adha kali ini permintaan alat pemanggang sate meningkat hingga berkali-kali lipat dari biasanya.
Baca SelengkapnyaBegitu kreatif, pria tersebut memanfaatkan botol bekas yang sudah tak lagi terpakai.
Baca SelengkapnyaKisah Gusti tentu layak dijadikan contoh sebagai sosok yang inspiratif karena berani mengambil risiko dan tidak terlena bekerja di perusahaan mapan.
Baca SelengkapnyaSelain sampah plastik, bahan-bahan yang perlu disiapkan untuk membuat inovasi itu antara lain semen, pasir, dan oli.
Baca SelengkapnyaUsaha rotan di desa ini tak sedikit yang dijalankan oleh para pemuda. Terjualnya produk sampai ke luar negeri bisa langsung dirasakan manfaatnya.
Baca SelengkapnyaBrisket produksi pemuda ini berhasil tembus pasar internasional.
Baca SelengkapnyaPasutri ini ingin mengembangkan usaha mereka dengan membuka galeri untuk menampilkan produk-produk mereka.
Baca Selengkapnya