Soal Wacana Pemakzulan Presiden, DPR Diminta Pastikan Hak Angket Berjalan
Wacana pemakzulan Presiden Jokowi muncul di tengah polemik putusan MK.
Wacana pemakzulan Presiden Jokowi muncul di tengah polemik putusan MK.
Soal Wacana Pemakzulan Presiden, DPR Diminta Pastikan Hak Angket Berjalan
Wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) muncul di tengah polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berbicara terkait isu pemakzulan tersebut.
Pengamat politik Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai DPR harus memastikan dulu hak angket bisa berjalan mulus di parlemen baru bicara pemakzulan.
"Pastiin dulu Angketnya baru bicara pemakzulan ya," kata Lucius kepada wartawan, Minggu (5/11).
Lucius membeberkan, mekanisme pemakzulan lewat hak angket. Menurutnya, pemakzulan bisa dimaknai sebagai upaya memberhentikan seseorang dari jabatan.
"Secara garis besar pemakzulan dimaknai sebagai proses, cara, atau perbuatan untuk memakzulkan seseorang dari jabatannya, memberhentikan dari jabatan, atau meletakkan jabatannya (sendiri) sebagai pemimpin," lanjutnya.
Pemakzulan presiden secara tegas telah diatur dalam Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dalam aturan itu dijelaskan, presiden dan wakil presiden bisa diberhentikan jabatannya oleh MPR dan DPR dengan mekanisme tertentu. Pemakzulan bisa dilaksanakan apabila presiden atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Adapun Pasal 7A dan 7B UUD 1945, secara lengkap berbunyi Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Sebelumnya, anggota DPR Fraksi PPP Syaifullah Tamliha menilai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan hak angket DPR bisa membuka pemakzulan presiden.
MKMK tengah melakukan pemeriksaan terkait putusan MK mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang membuat Putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
Tamliha memandang, apabila MKMK menemukan ada pertemuan yang diatur dan diskenariokan oleh presiden, maka DPR bisa mengajukan hak angket. Arahnya bisa menuju pemakzulan presiden.
"Kalau MKMK ternyata ada temuan, ada pertemuan diatur dari awal, diskenario dari awal oleh presiden, itu bisa digunakan hak angket," ungkap Tamliha di DPR, Kamis (2/11).
Apabila putusan MKMK tidak memuaskan publik, DPR bisa mengajukan hak angket. Melalui hasil penyelidikan hak angket, Presiden Jokowi bisa dimakzulkan apabila ditemukan pelanggaran. Tetapi prosesnya memakan waktu yang lama.
"Ya pemakzulan melalui angket, itu memerlukan waktu yang lama kurang lebih enam bulan. Posisinya di DPR dulu, habis di DPR dibawa ke MPR. Nah itu berarti DPD gabung tuh, ada 711 anggota MPR. Nah susah untuk menjadi setengahnya itu. Tetapi secara kalkulatif sih bisa," ungkap Tamliha.
Menurutnya, pintu masuknya jika Ketua MK Anwar Usman yang merupakan ipar Presiden Jokowi dikenakan sanksi berat. Maka muncul dugaan kuat putusan MK itu untuk meloloskan Gibran yang merupakan anak presiden.
"Iya. artinya ada moral hazard untuk memasukan anak presiden menjadi wakil presiden, itu bisa jadi," ucapnya.
Senada, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengaku mendapat masukan masyarakat terkait pemakzulan presiden. Disebabkan putusan MK terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan dianggap bermasalah karena putusan itu memberikan jalan bagi putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden. Terlebih, Ketua MK Anwar Usman merupakan ipar Jokowi.
"Begini, itu yang embrio ke arah situ memang banyak masukan dari masyarakat," kata Jazilul di kantor DPP PKB, Jakarta, Jumat (3/11).
Salah satu yang muncul juga adalah dari usulan hak angket oleh anggota DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu. Itu sebagai bentuk kekecewaan. Banyak juga tokoh nasionalis yang meluapkan kekecewaannya.
"Kemarin di DPR juga Masinton itu menyampaikan hak angket, begini kekecewaan ini makin lama makin hari makin meluas. Banyak tokoh-tokoh nasional yang meluapkan kekecewaan terhadap demokrasi yang makin terpuruk," ujar Jazilul .
Maka itu, Jazilul menyarankan supaya mendorong DPR untuk melakukan hak angket. Apabila DPR diminta oleh masyarakat, maka bisa bertindak. Misalnya dengan mendorong pemakzulan presiden.
"Oleh sebab itu kemudian meminta lah kepada DPR, saya yakin suatu saat DPR ini akan diminta oleh kelompok-kelompok masyarakat untuk bertindak, jangan diem aja DPR ini kira-kira begitu. Kalau perlu makzulkan, makzulkan, kalau perlu hak angket, angket. Kan gitu. Untuk apa? Demi demokrasi," ujar Jazilul.