Serunya Tradisi Sasi Lompa Negeri Haruku, Ritual Unik Berusia Lebih dari 3 Abad
Merdeka.com - Pria dan wanita larut dalam kegembiraan tradisi Sasi Lompa. Tradisi khas Maluku ini punya makna khusus bagi masyarakat Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Sebuah wujud keselarasan manusia dengan sumber daya alam. Dalam hal ini ialah keberlangsungan hidup ikan bernama lompa yang unik, mirip dengan ikan salmon yang dikenal di daratan Eropa dan Amerika.
Namun ikan lompa termasuk dalam kategori ikan sarden, yang muncul satu kali dalam satu tahun. Kearifan lokal warga Negeri Haruku telah ada lebih dari 3 abad lamanya. Makna mendalam dalam tradisi Sasi Lompa menyiratkan masyarakat adat dilarang mengambil sumber daya alam tertentu, sampai usianya memang sudah layak panen atau diambil.
Namun tradisi unik ini harus berlomba dengan aksi bom ikan yang membuat habitat ikan lompa menjadi terancam.
-
Kapan tradisi ini dimulai? Tradisi undangan berhadiah kopi saset hingga bumbu masak telah lama digunakan masyarakat Majalengka sebelum melangsungkan hajatan.
-
Kapan tradisi ini dilakukan? Tradisi ini diketahui sudah berkembang sejak tahun 1950-an, dan jadi salah satu hajat desa yang selalu ramai didatangi oleh warga.
-
Siapa yang memulai tradisi ini? Tradisi itu berasal dari seorang tokoh syiar Islam di Klaten bernama Ki Ageng Gribig.
-
Mengapa tradisi ini dilestarikan? Tradisi itu dilestarikan untuk mengenang penyebar agama Islam di Jatinom, Ki Ageng Gribig.
-
Kapan tradisi ini pertama kali muncul? Menurut sejarah, tradisi itu muncul pertama kali saat Ki Ageng Gribig baru pulang dari Makkah usai melaksanakan ibadah haji.
-
Siapa yang terlibat dalam tradisi ini? Setelah itu, tuan rumah akan mengundang tetangga untuk mengikuti acara kepungan dengan menyantap tumpeng tawon.
©2021 Merdeka.com/Kele Project
Bak ikan terbang, ikan lompa melompat kesana kemari menghindari jaring masyarakat Pulau Haruku. Ikan sarden ini hidup di air payau yang mempertemukan Sungai Learisa Kayeli dengan Laut Banda. Mereka berlomba membentangkan jaring selebar-lebarnya agar ikan lompa terperangkap.
Namun sebelum melangsungkan Sasi Lompa, dilakukan tradisi Buka Sasi, satu hari sebelum acara puncak yang digelar pada malam hari. Para tetua adat mengarak obor dan berkeliling Negeri sembari melantunkan alat musik Tifa hingga pagi hari. Tak hanya itu, Kewang atau pemangku adat berkeliling untuk membacakan peraturan Sasi Lompa. Daun Lobe atau kelapa kering dibakar, mengandung maksud agar ikan lompa masuk ke dalam muara.
©2021 Merdeka.com/Kele Project
Mereka mulai berhamburan turun ke dalam muara, setelah muara sungai ditutup menggunakan jaring agar ikan lompa tidak lari ke laut. Berbekal jaring tangan, mereka seolah berlomba mendapatkan ikan lompa sebanyak-banyaknya. Tak hanya masyarakat Haruku, acara tradisi Sasi Lompa terbuka untuk umum, bahkan pengunjung yang penasaran diperbolehkan ikut mencari ikan lompa.
Muara sungai dalamnya hampir menyentuh dada orang dewasa. Anak-anak memilih untuk mencari tempat yang dangkal. Beberapa orang hanya melihat dari kejauhan, di tepi muara atau di jembatan sungai Learisa Kayeli.
©2021 Merdeka.com/Kele Project
Beginilah penampakan ikan sasi lompa. Sama persis dengan ikan sarden yang didominasi sisik putih dan hitam di bagian atasnya. Sasi sendiri memiliki makna menjaga alam, sedangkan lompa adalah ikan sarden kecil. Tradisi sasi tidak hanya berlaku untuk ikan sarden, melainkan hasil bumi apapun yang ada di Pulau Haruku.
Berlaku aturan untuk menjaga ingkungan habitat ikan lompa, sejauh 1500 meter jarak ikan lompa hidup dan mencari makan. Selain itu, saat sebelum Sasi Lompa digelar, warga dilarang mengganggu dan menangkap ikan di lokasi yang telah diberi tanda khusus.
Berlaku juga bagi warga tidak diperkenankan mencuci peralatan dapur hingga membuang sampah ke sungai. Jika terjadi, akan dikenai denda maupun pukulan rotan.
©2021 Merdeka.com/Kele Project
Sebuah tradisi yang harus dipertahankan yang menjaga dan menyeimbangkan ekosistem lingkungan. Semuanya diuntungkan, baik dari manusia hingga kelangsungan hidup ikan lompa yang unik di Pulau Haruku.
Sasi Lompa menjadi bukti bahwa selama berabad-abad, masyarakat Haruku, Maluku telah berkomitmen menjaga dan melestarikan alam. Keseimbangan alam dan manusia dibalut dalam hukum adat yang dikemas dalam tradisi unik dan menggembirakan. (mdk/Ibr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Keberadaan Telaga Buret membuat sejumlah desa di Tulungagung tak pernah alami kekeringan.
Baca SelengkapnyaJika bibit sapi biasanya dibandrol sekitar Rp 9.000.000 per ekor, bibit Sapi Gerumbungan bisa sampai Rp 11.000.000 per ekor.
Baca SelengkapnyaDi desa itu, mereka menjaga tradisi dan kearifan lokal yang telah mereka miliki selama berabad-abad.
Baca SelengkapnyaIni merupakan bentuk ikhtiar warga Sumedang setelah terjadi bencana gempa beberapa waktu lalu.
Baca SelengkapnyaTarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.
Baca SelengkapnyaAcara Damar Sewu tak bisa dipisahkan dari kearifan lokal masyarakat Kuningan yang sarat makna
Baca SelengkapnyaTradisi tersebut telah diwariskan secara turun-temurun selama puluhan tahun.
Baca SelengkapnyaTradisi Taber Laut sendiri hampir dilakukan berbagai Suku Melayu di Kepulauan Bangka Belitung.
Baca SelengkapnyaTari Rayak-rayak jadi salah satu kesenian tertua di Sukabumi.
Baca SelengkapnyaSebagai tanah penuh keajaiban, Kabupaten Kutai Timur tak hanya kaya akan Sumber Daya Alam.
Baca SelengkapnyaTarian tradisional Ketuk Tilu yang berasal dari Jawa Barat ini ternyata memiliki makna sangat mendalam.
Baca SelengkapnyaTarian ini konon dipercaya akan merekatkan koneksi antara keluarga yang ditinggalkan dengan roh yang dipanggil oleh Tuhan.
Baca Selengkapnya