Aplikasi Ini Diklaim Tahu Tanggal Kematian Penggunannya
Death Clock adalah aplikasi berbasis AI yang memprediksi tanggal kematian pengguna berdasarkan kebiasaan dan kesehatan, bertujuan mendorong hidup lebih sehat.
Sebuah aplikasi baru berbasis kecerdasan buatan bernama Death Clock mengklaim mampu memprediksi kapan seseorang akan meninggal. Pengguna dikenakan biaya tahunan sebesar USD40 atau Rp 603 ribu.
Aplikasi ini bisa menjawab serangkaian pertanyaan tentang kesehatan dan kebiasaan sosial mereka, dan mendapatkan prediksi tanggal kematian yang spesifik, termasuk usia biologis saat ini.
-
Kenapa Robot AI dijuluki 'Bot Kematian'? Meskipun kegunaannya mirip dengan ChatGPT, cara pengolahan data yang digunakan oleh Life2vec sangat berbeda, yakni menggunakan data pribadi, seperti data kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.
-
Apa yang bisa diprediksi oleh Robot AI? Selain itu, AI yang dijuluki sebagai bot kematian ini juga dapat memprediksi kepribadian seseorang. Bahkan, lebih canggihnya Life2vec juga mampu memprediksikan kapan seseorang akan meninggal berdasarkan hasil analisis data yang dikumpulkan.
-
Bagaimana AI memberikan informasi tentang horoskop? Website ini bertenaga AI yang sistemnya sendiri diberi nama Kundali GPT. Situs web ini menawarkan pembacaan astrologi yang dipersonalisasi dan menjawab pertanyaan pengguna berdasarkan Kundli atau Kundali mereka.
-
Bagaimana AI ini bekerja? Alat ini nantinya bekerja dengan cara menggunakan sebuah topi yang akan merekam aktivitas listrik di otak melalui kulit kepala penggunanya, atau yang disebut dengan electroencephalogram (EEG).
-
Siapa yang mengembangkan AI untuk memahami horoskop? Kegiatan ramal-meramal melalui AI, salah satunya dikembangkan oleh Raj Sutariya. Raj Sutariya ini adalah pengembang perangkat lunar dari NIT-Surat Alumni.
-
Kapan AI memprediksi manusia hidup di Mars? Seperti judul yang ditulis pada akun MidJourney: The year is 2250 and 10% of humans now live on Mars.
Tujuan utama dari aplikasi ini adalah mendorong pengguna untuk membuat perubahan gaya hidup yang lebih sehat sebelum terlambat.
Pendiri Death Clock, Brent Franson, mengatakan, aplikasi ini adalah pergeseran menuju Medicine 3.0.
“Di mana individu diberikan pengetahuan lengkap tentang kesehatan mereka dan didorong untuk proaktif dalam menjaga kesehatan agar menikmati hidup yang lebih lama dan sehat,” kata Brent dikutip NYPost, Jumat (20/9).
Dijelaskannya, Death Clock kemudian akan membuat rencana umur panjang yang dipersonalisasi, berisi saran perubahan gaya hidup dan topik yang patut didiskusikan dengan dokter. Pengguna juga dapat mengunggah dokumen kesehatan pribadi seperti hasil tes darah dan profil genetik ke aplikasi ini.
Menurut Amanda Kooser dari CNET yang menguji aplikasi ini, pertanyaan berkisar dari faktor biologis seperti kadar kolesterol, kebiasaan tidur, hingga kesehatan mental. Terdapat juga pertanyaan tentang diet, aktivitas fisik, merokok, dan kehidupan sosial.
Saat Kooser sengaja memberikan jawaban terburuk dalam kuis untuk melihat prediksi terburuk, dia mendapat hasil bahwa dia akan meninggal pada tahun 2043. Hal itu menjadi motivasi baginya untuk menjalani hidup lebih sehat.
Aplikasi ini menawarkan alat motivasi baru yang dapat membantu pengguna mengantisipasi kesehatan mereka dan membuat perubahan yang diperlukan untuk memperpanjang hidup.