Aplikasi Ini Diklaim Tahu Tanggal Kematian Penggunannya
Death Clock adalah aplikasi berbasis AI yang memprediksi tanggal kematian pengguna berdasarkan kebiasaan dan kesehatan, bertujuan mendorong hidup lebih sehat.
Sebuah aplikasi baru berbasis kecerdasan buatan bernama Death Clock mengklaim mampu memprediksi kapan seseorang akan meninggal. Pengguna dikenakan biaya tahunan sebesar USD40 atau Rp 603 ribu.
Aplikasi ini bisa menjawab serangkaian pertanyaan tentang kesehatan dan kebiasaan sosial mereka, dan mendapatkan prediksi tanggal kematian yang spesifik, termasuk usia biologis saat ini.
-
Bagaimana AI memprediksi kematian seseorang? Informasi seperti waktu lahir, riwayat pendidikan, penghasilan, kondisi perumahan, dan status kesehatan digunakan dalam pelatihan model AI ini untuk meramalkan peristiwa kehidupan.
-
Bagaimana AI ini memprediksi kematian? Para peneliti di Denmark menggunakan data dari jutaan individu untuk membangun model yang dapat memprediksi berbagai peristiwa kehidupan, mulai dari kesehatan hingga kehidupan sosial.
-
Bagaimana Robot AI memprediksi kematian? Life2vec menggunakan 6 juta data penduduk Denmark yang telah dikumpulkan dari tahun 2008-2020. Berdasarkan hasil analisis tersebut, Life2vec berhasil mencapai tingkat akurasi 79 persen.
-
Mengapa AI memprediksi kematian bisa bermanfaat? Meskipun mempertimbangkan implikasi etika dalam menggunakan model AI yang mampu memprediksi dengan presisi seberapa lama seseorang akan hidup, manfaat yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa prediksi semacam itu dapat membantu mencegah kematian dini.
-
Kecerdasan buatan apa yang bisa memprediksi kematian? Life2vec adalah sebuah inovasi transformer yang mengintegrasikan data besar dari rekaman kesehatan dan demografi Denmark untuk enam juta individu.
-
Apa yang bisa diprediksi oleh AI ini? Life2vec, algoritma yang dikembangkan oleh para peneliti, menggunakan pendekatan serupa dengan ChatGPT untuk menganalisis berbagai variabel yang memengaruhi kehidupan seseorang, seperti kelahiran, pendidikan, tunjangan sosial, dan jadwal kerja. Dengan memanfaatkan data anonim dari sekitar enam juta warga Denmark, algoritma ini dapat memprediksi berbagai peristiwa kehidupan dengan tingkat keberhasilan yang mencengangkan.
Tujuan utama dari aplikasi ini adalah mendorong pengguna untuk membuat perubahan gaya hidup yang lebih sehat sebelum terlambat.
Pendiri Death Clock, Brent Franson, mengatakan, aplikasi ini adalah pergeseran menuju Medicine 3.0.
“Di mana individu diberikan pengetahuan lengkap tentang kesehatan mereka dan didorong untuk proaktif dalam menjaga kesehatan agar menikmati hidup yang lebih lama dan sehat,” kata Brent dikutip NYPost, Jumat (20/9).
Dijelaskannya, Death Clock kemudian akan membuat rencana umur panjang yang dipersonalisasi, berisi saran perubahan gaya hidup dan topik yang patut didiskusikan dengan dokter. Pengguna juga dapat mengunggah dokumen kesehatan pribadi seperti hasil tes darah dan profil genetik ke aplikasi ini.
Menurut Amanda Kooser dari CNET yang menguji aplikasi ini, pertanyaan berkisar dari faktor biologis seperti kadar kolesterol, kebiasaan tidur, hingga kesehatan mental. Terdapat juga pertanyaan tentang diet, aktivitas fisik, merokok, dan kehidupan sosial.
Saat Kooser sengaja memberikan jawaban terburuk dalam kuis untuk melihat prediksi terburuk, dia mendapat hasil bahwa dia akan meninggal pada tahun 2043. Hal itu menjadi motivasi baginya untuk menjalani hidup lebih sehat.
Aplikasi ini menawarkan alat motivasi baru yang dapat membantu pengguna mengantisipasi kesehatan mereka dan membuat perubahan yang diperlukan untuk memperpanjang hidup.