Permukaan Bulan Berwarna Gelap Ini Dipastikan Ilmuwan Berusia 200 Juta Tahun, Lebih Tua dari Perkiraan
Sempat ada perdebatan mengenai usia. Namun akhirnya ilmuwan dunia sepakat atas hasil tersebut.
Sempat ada perdebatan mengenai usia. Namun akhirnya ilmuwan dunia sepakat atas hasil tersebut.
Permukaan Bulan Berwarna Gelap Ini Dipastikan Ilmuwan Berusia 200 Juta Tahun, Lebih Tua dari Perkiraan
Perbedaan Pendapat
Sejumlah ilmuwan astronom internasional telah menemukan cara untuk membuat perkiraan usia permukaan Bulan. Sebelum adanya cara ini, mereka saling berdebat dan tak setuju. Dilaporkan IFLScience, Kamis (12/7), beberapa khas permukaan Bulan berbentuk gelap atau kerap disebut sebagai maria, yang di banyak negara disebut sebagai "Manusia di Bulan" kini telah diketahui usianya. Diperkirakan ilmuwan, bentuk hitam itu telah ada sejak jutaan tahun yang lalu. Artinya jauh lebih tua dari yang diperkirakan pada umumnya. Maria, juga disebut sebagai "laut", adalah dataran basal gelap dari lava yang mengeras.
-
Apa usia pasti Bulan menurut penelitian terbaru? 'Sungguh menakjubkan bisa mendapatkan bukti terbaru yang merupakan bagian tertua dari Bulan. Temuan ini merupakan titik acuan untuk lebih banyak menyingkap rahasia tentang Bumi. Terlebih, ketika berhasil mengungkap usia suatu benda, maka akan lebih memahami lagi sejarah yang belum terungkap,'
-
Bagaimana ilmuwan menentukan usia Bulan? Untuk menentukan usia terbaru dari penelitian mereka, para peneliti melakukan pendekatan terbaru, yaitu tomografi prove atom atau menggunakan laser agar atom dari kristal yang telah dikikis menguap, dan berubah bentuk menjadi partikel halus nano.
-
Apa yang ditemukan di permukaan Bulan? Ilmuwan telah menemukan fakta tentang keberadaan es di permukaan Bulan sejak lama. Tetapi hingga kini, asal-muasalnya masih belum jelas.
-
Siapa yang menemukan usia baru Bulan? Salah satu penemuan yang diungkapkan oleh peneliti dari Field Museum dan Glasgow University, menyatakan bahwa kemungkinan usia bulan 40 juta tahun lebih tua dibandingkan penelitian terdahulu.
-
Berapa umur Bumi menurut penelitian terbaru? Menurut penelitian terbaru, para peneliti telah memperkirakan bahwa usia Bumi berkisar sekitar 4,54 miliar tahun.
-
Apa yang ditemukan ilmuwan di Bulan? Ilmuwan mengonfirmsi penemuan gua bawah tanah di Bulan, tidak jauh dari lokasi di mana Neil Armstrong dan Buzz Aldrin mendarat 55 tahun lalu.
Cara mengetahui usia struktur permukaannya adalah dengan menghitung jumlah kawahnya.
Karena di Bulan tidak ada aktivitas geologis yang besar, udara, dan lautan. Maka, permukaannya tidak banyak berubah. Sehingga membuat kawah yang terbentuk tidak hilang.
Dengan menghitungnya, ilmuwan sepakat meyakini dapat mengetahui apakah bagian permukaannya lebih muda atau lebih tua.
“Kami mengkorelasikan sampel Apollo yang diberi tanggal secara individual dengan jumlah kawah di area sekitar lokasi sampel,” ujar Stephanie Werner dari Center for Planetary Habitability, University of Oslo.
Stephanie melanjutkan, pihaknya juga mengkorelasikannya dengan data spektroskopi dari berbagai misi Bulan, terutama Chandrayaan-1 India. Fungsinya untuk memastikan sampel yang dihitung.
"Ini pekerjaan berat. Kami memulai proyek ini pada 2014. Harapannya dengan melakukan pekerjaan ini kami dapat menyelesaikan perbedaan. Akhirnya diketahui bahwa usia permukaan Bulan yang berwarna gelap itu mencapai 200 juta tahun,"
Stephanie Werner dari Center for Planetary Habitability, University of Oslo.
Dengan diketahui usianya, maka terungkap fakta bahwa warna gelap tersebut dihasilkan dari hantaman batuan luar angkasa. Kemudian menghasilkan cekungan.
Cekungan itu disebut Imbrium. Tercipta oleh asteroid yang kemudian diisi dengan lava lalu membentuk Mare Imbrium.
Mare Imbrium merupakan salah satu lautan terbesar yang berada di Bulan dan berukuran diameter 1.145 km.
"Ini memungkinkan kita untuk mendorong kembali ke masa lalu saat periode asteroid menghantam Bulan dengan intensitas sering. Dengan demikian, ketika ini terjadi di Bulan, maka di Bumi hampir pasti juga mengalami hal serupa sebelumnya,"
Stephanie Werner dari Center for Planetary Habitability, University of Oslo.