Bocoran Kementerian PUPR: Lokasi Rumah Tapera Hanya Berjarak 1 Jam dari Tempat Kerja
Jarak ini untuk memudahkan mobilitas penerima manfaat Tapera.
Anggaran program Tapera berasal dari potongan gaji karyawan sebesar 2,5 persen per bulan dan iuran perusahaan tempat bekerja sebesar 0,5 persen per bulan.
Bocoran Kementerian PUPR: Lokasi Rumah Tapera Hanya Berjarak 1 Jam dari Tempat Kerja
Bocoran Kementerian PUPR: Lokasi Rumah Tapera Hanya Berjarak 1 Jam dari Tempat Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkap lokasi rumah yang akan diperoleh untuk peserta program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Diketahui, anggaran program Tapera berasal dari potongan gaji karyawan sebesar 2,5 persen per bulan dan iuran perusahaan tempat bekerja sebesar 0,5 persen per bulan.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI) Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna menyampaikan bahwa lokasi rumah bagi penerima Tapera akan diupayakan berada sekitar 1 jam dari lokasi kerja. Jarak ini untuk memudahkan mobilitas penerima manfaat Tapera.
"Tentunya kita ingin agar masyarakat tadi bisa bertempat tinggal dalam waktu tempuh yang terjangkau. katakan 1 jam dari tempat kerja," kata Herry dalam konferensi pers di Kantor BP Tapera, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (5/6).
Herry melanjutkan bahwa pemilihan lokasi rumah untuk Tapera yang berjarak hanya sekitar 1 jam dari lokasi kerja mempertimbangkan tren urbanisasi.
Di mana, mayoritas tempat bekerja saat ini berada di wilayah perkotaan.
"Tentu sangat tergantung dengan kebutuhan. kalo melihat perkembangan hari ini, urbanisasi sangat tinggi," ujarnya.
Meski demikian, dia mengakui saat ini pemerintah kesulitan untuk mencari lokasi perumahan di sekitar kita besar seperti Jakarta. Dia pun masih enggan menyebutkan lokasi pasti perumahan yang akan digunakan untuk penerima manfaat Tapera.
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera) atau iuran Tapera.
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengemukakan beberapa alasan mengapa Tapera harus dicabut, dengan fokus utama pada potensi korupsi dalam pengelolaan dana tersebut.
Menurut Said, dana Tapera sangat rawan disalahgunakan karena adanya kerancuan dalam sistem anggaran.
Dana Tapera dikumpulkan dari iuran pekerja dan pengusaha, namun dikelola oleh pemerintah tanpa adanya kontribusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini menimbulkan risiko besar bagi penyalahgunaan dana.
"Model Tapera bukanlah sistem jaminan sosial maupun bantuan sosial yang jelas. Dana dari iuran masyarakat ini dikelola oleh pemerintah, yang seharusnya tidak memiliki andil dalam dana yang bukan berasal dari APBN atau APBD. Ini membuka peluang besar untuk korupsi," jelas Said dalam keterangannya, Minggu (2/6).
Selain itu, Said menyoroti bahwa dana yang dikumpulkan dari iuran pekerja sebesar 3 persen dari upah mereka tidak akan cukup untuk membeli rumah dalam jangka waktu sepuluh hingga dua puluh tahun.
Bahkan, uang muka saja tidak akan terpenuhi. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi pekerja dalam memiliki rumah
Potongan iuran Tapera juga membebani biaya hidup pekerja. Di tengah penurunan daya beli dan rendahnya upah minimum akibat UU Cipta Kerja, tambahan potongan sebesar 2,5 persen untuk Tapera semakin memberatkan pekerja yang sudah terbebani berbagai potongan lain seperti Pajak Penghasilan dan iuran jaminan sosial lainnya.