Ternyata, Jurusan Kuliah Ini Tingkat Depresinya Paling Tinggi
Tingkat depresi yang lebih tinggi dapat mengindikasikan bisnis sedang berubah.
Salah satu platform pembanding universitas di dunia, Degreechoices, melaporkan salah satu jurusan paling popular namun mengalami pertumbuhan tingkat depresi paling tinggi.
Dilansir Newsweek, angka depresi ini meningkat di kalangan mahasiswa, dan sejumlah ahli meyakini krisis Kesehatan mental diperburuk selama pandemic Covid-19.
Dari laporan Degreechoices, jurusan paling depresi yaitu bisnis. Jurusan ini mencakup 375.400 gelar dari sekitar 2 juta gelar Sarjana yang diperoleh dari tahun 2021 hingga 2022, ditemukan memiliki tingkat peningkatan depresi tertinggi kelima dari tahun 2019 hingga 2024.
"Meskipun ini merupakan salah satu jurusan paling populer yang dipilih oleh siswa, jurusan ini juga memiliki korelasi tinggi dengan masalah kesehatan mental," demikian laporan Degreechoices, dikutip pada Minggu (17/11).
Pada tahun 2019, 29,5 persen mahasiswa yang mengambil jurusan bisnis melaporkan bahwa mereka berjuang melawan depresi, sementara 32,6 persen mengatakan hal yang sama pada tahun 2024.
"Sayangnya, tidak terlalu mengejutkan bahwa berdasarkan faktor sosial dan ekonomi di AS saat ini, para lulusan bisnis menunjukkan tingkat depresi tertinggi," kata Alexandra Cromer, konselor profesional berlisensi di Thriveworks, kepada Newsweek.
"Perekonomian dan dunia bisnis telah tidak stabil selama beberapa waktu, jadi mengejar gelar di bidang yang terasa sangat 'tidak stabil' dapat membuat seseorang merasa putus asa dan tertekan mengenai masa depan mereka. Mereka mungkin merasa gagal."
Pengaruh Ekonomi Global
Psikoterapis Nicholas Hardy, yang juga mengelola podcast Untherapeutic , mengatakan mahasiswa jurusan bisnis kemungkinan mengalami peningkatan tingkat depresi karena persepsi umum masyarakat terhadap ekonomi dalam beberapa tahun terakhir.
"Jika seseorang yakin bahwa ekonomi mendukung keberhasilan mereka setelah lulus, perasaan tentang jurusan bisnis mereka akan lebih positif," kata Hardy kepada Newsweek. "Namun, jika mereka memiliki pandangan yang lebih suram, dan percaya bahwa usaha mereka sia-sia atau tidak akan membuahkan hasil yang diinginkan, perasaan depresi lebih mungkin muncul."
Meski begitu, jurusan ini tetap populer karena sifatnya yang fleksibel, kata Hardy.
"Baik Anda pustakawan, musisi, atau di bidang pendidikan, bisnis pasti akan saling terkait," kata Hardy. "Selain itu, mahasiswa, pada umumnya, tidak yakin tentang hal-hal spesifik tentang masa depan mereka. Akibatnya, mengambil jurusan bisnis memungkinkan seseorang untuk mengambil pendekatan umum, sambil tetap fleksibel, laku, dan kompetitif di pasar saat ini."
Namun, tingkat depresi yang lebih tinggi dapat mengindikasikan bisnis sedang berubah, dan beberapa industri menghadapi stabilitas yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya.
"Hal ini dapat memengaruhi kesejahteraan sosial dan emosional kita dan menimbulkan keraguan serta ketakutan saat mempertimbangkan 'apa yang akan terjadi selanjutnya,'" kata Hardy. "Di sisi lain, pendidikan tinggi secara tradisional dicirikan oleh penolakannya terhadap perubahan dan semakin menyoroti perlunya evolusi yang lebih besar dan lebih banyak inovasi."