Peneliti Pecahkan Misteri Tulisan Aksara Paku Pada Prasasti Tanah Liat Berusia 4.000 Tahun, Isinya Ramalan Masa Depan Mengerikan
Lempengan tanah liat ini ditemukan lebih dari 100 tahun lalu di Irak.
Para ahli akhirnya berhasil menguraikan isi tulisan dalam lempengan atau prasasti cuneiform berusia 4.000 tahun. Lempengan tanah liat ini ditemukan lebih dari 100 tahun lalu di Irak.
Lempengan ini menjelaskan bahwa beberapa gerhana bulan merupakan pertanda kematian, kehancuran, dan wabah, seperti dikutip dari Live Science, Kamis (8/8).
-
Apa yang ditemukan oleh arkeolog di Irulegi yang mengungkap bahasa kuno? Para peneliti menemukan bukti langka tentang bahasa kuno misterius dalam cetakan tangan perunggu berusia 2.100 tahun.
-
Apa bentuk dari bukti awal ciuman di Mesopotamia? Bukti yang ditemukan terdiri dari lempengan tanah liat yang diukir dengan aksara paku (cuneiform), yang merupakan bentuk penulisan kuno yang digunakan oleh orang Mesopotamia, yang berada diantara sungai Eufrat dan Tigris, yang sekarang adalah wilayah Irak dan Suriah.
-
Mengapa prasasti kuno ini penting untuk sejarah Arab? Temuan ini memperjelas sejarah aksara Arab awal di Jazirah Arab dan merupakan tambahan penting terhadap rangkaian prasasti dan tulisan Arab kuno yang baru-baru ini didokumentasikan oleh komisi tersebut.
-
Apa yang ditemukan oleh para arkeolog di Iran? Sebuah pigmen merah terang yang tersimpan di dalam botol batu kecil bisa jadi merupakan salah satu contoh lipstik tertua yang diketahui di dunia.
-
Siapa yang menemukan bukti awal ciuman di Mesopotamia? Penelitian ini dilakukan oleh tim ilmuwan dari Universitas Copenhagen.
-
Apa yang ditemukan oleh para arkeolog di Mesir Kuno? Pada awal milenium pertama, banyak mumi di Mesir ditemukan dengan potret seperti aslinya yang memperliahatkan mata mumi yang cerah, gaya rambut, dan perhiasannya.
Dalam makalah yang diterbitkan baru-baru ini dalam Journal of Cuneiform Studies, peneliti menulis bahwa empat lempengan tanah itu merupakan contoh tertua dari ringkasan pertanda gerhana bulan yang pernah ditemukan. Ada dua peneliti yang terlibat dalam penemuan ini yaitu Andrew George, seorang profesor emeritus Babilonia di Universitas London, dan Junko Taniguchi, seorang peneliti independen.
George mengatakan, lempengan cuneiform atau aksara paku ini kemungkinan berasal dari Sippar, kota yang berkembang di wilayah yang sekarang bernama Irak. Pada saat lempengan ini ditulis, Kekaisaran Babilonia berkembang di beberapa wilayah.
Lempengan ini merupakan koleksi British Museum antara tahun 1892 dan 1914 tapi belum pernah diterjemahkan dan diterbitkan sampai saat ini.
Ramalan Mengerikan
Penulis lempengan ini menggunakan waktu malam, gerakan bayangan, serta tanggal dan durasi gerhana untuk memprediksi pertanda tersebut. Salah satu pertanda menyatakan jika "gerhana menjadi kabur dari pusatnya sekaligus (dan) cerah sekaligus: seorang raja akan mati, kehancuran Elam."
Elam adalah sebuah wilayah di Mesopotamia yang berpusat di wilayah yang sekarang disebut Iran. Pertanda lain mengatakan bahwa jika "gerhana dimulai di selatan dan kemudian hilang: runtuhnya Subartu dan Akkad," yang keduanya merupakan wilayah Mesopotamia pada saat itu.
- Berseragam Lengkap Bintang Dua TNI Tangani Kebakaran Lahan, Berjibaku sama Prajurit Padamkan Api
- Misteri Kalimat Berusia 1.400 Tahun di Dinding Makam Akhirnya Terungkap, Isinya Justru Bernada Bahagia
- Penemuan Jasad Lelaki Tergantung dengan Tangan Terikat ke Belakang
- Kisah Gereja Tua Kaliceret, Bangunan Kayu Tanpa Paku yang Telah Berusia Ratusan Tahun
Pertanda lain berbunyi: "Gerhana di sore hari: menandakan penyakit sampar."
Diduga para astrolog kuno menggunakan pengalaman masa lalu untuk membantu menentukan pertanda apa yang diramalkan oleh gerhana.
Di Babilonia dan Mesopotamia, ada kepercayaan kuat bahwa peristiwa langit dapat meramalkan masa depan.
Tanda dari Dewa
George dan Taniguchi menulis dalam makalahnya, orang-orang di zaman itu meyakini peristiwa langit merupakan "tanda berkode dari para dewa sebagai peringatan tentang prospek masa depan orang-orang di bumi".
Para penasihat raja kemudian akan terus memantau keadaan langit malam dan akan mencocokkan pengamatan mereka dengan kumpulan akademis teks pertanda langit, jelas peneliti tersebut.
Para raja di Mesopotamia kuno tidak hanya bergantung pada pertanda dari gerhana untuk memprediksi masa depan.
"Jika ramalan yang terkait dengan pertanda tertentu mengancam, misalnya, 'seorang raja akan mati,' maka penyelidikan orakular dengan cara extispicy (memeriksa isi perut hewan) dilakukan untuk menentukan apakah raja benar-benar berada dalam bahaya," tulis George dan Taniguchi.
Jika isi perut hewan tersebut menyatakan ada bahaya, orang-orang akan melakukan ritual untuk menghilangkan pertanda buruk tersebut. Kendati pertanda dari gerhana itu buruk, orang-orang pada zaman itu meyakini ramalan buruk itu bisa dihindari.