Sejarah Indonesia: Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan, Korbannya hingga 40.000 Jiwa
Peristiwa tragis ini berlangsung antara Desember 1946 hingga Februari 1947.
Banyak peristiwa kelam yang harus dilalui Indonesia sebelum mencapai kemerdekaan, bahkan setelah kemerdekaan. Kisah-kisah tragis dan pertumpahan darah kerap kali terukir dalam sejarah Indonesia.
Salah satu sejarah kelam yang terjadi adalah pembantaian Westerling. Pembantaian Westerling merupakan peristiwa pembunuhan massal ribuan warga sipil di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasukan Belanda, Depot Speciale Troepen (DST), di bawah komando Raymond Pierre Paul Westerling.
-
Kenapa Penjara Koblen dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda? Penjara Koblen atau Penjara Bubutan didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1930.
-
Apa yang menjadi sumber penderitaan warga Probolinggo selama masa penjajahan Belanda? Warga Sengsara Mirisnya, kemasyhuran Probolinggo sebagai daerah penghasil gula berkualitas berbanding terbalik dengan kesejahteraan warganya. Selama masa kolonialisme Belanda, warga Probolinggo menjadi korban tanam paksa. Mereka dipaksa bekerja di kebun-kebun milik pemerintah Hindia Belanda tanpa imbalan memadai.
-
Kenapa Depati Amir melawan kolonial Belanda di Bangka? Dengan tekad yang kuat dan penuh keberanian untuk menentang dan melawan pihak kolonial, Depati Amir mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat Bangka. Ia merupakan pejuang yang gigih melawan kolonialisme Belanda terutama dalam aktivitas pertambangan timah.
-
Siapa saja yang punya sepeda di zaman kolonial Belanda? Saat itu, hanya kalangan tertentu yang bisa memiliki sepeda, seperti pejabat kolonial, bangsawan, misionaris, dan pebisnis kaya.
-
Mengapa Radin Intan II berjuang melawan kolonial Belanda? Sejak lahir, ia tidak pernah melihat ayahnya secara langsung karena telah dibawa ke pengasingan oleh Belanda. Selama hidup, sang ibu kerap bercerita kepada Radin Intan II tentang sosok ayahnya itu. Sejak saat itu semangat juang dan keinginan untuk mempertahankan tanah kelahiran sudah terbentuk di dalam diri Radin Intan II.
-
Mengapa kolonial Belanda membangun jalur kereta api di Sumatera Barat? Di Sumatera Barat, wacana pembangunan rel kereta api oleh kolonial Belanda digunakan untuk distribusi kopi dari daerah pedalaman, seperti Bukittinggi, Payakumbuh, Tanah Datar, hingga Pasaman menuju ke pusat kota yaitu Padang.
Peristiwa tragis ini berlangsung antara Desember 1946 hingga Februari 1947, sebagai bagian dari operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).
Latar belakang pembantaian Westerling berawal dari upaya Belanda untuk merebut kembali kekuasaannya di Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Untuk merealisasikan hal tersebut, Belanda mengambil berbagai langkah, termasuk melakukan agresi militer dan membentuk negara boneka berbentuk negara federal.
Bentuk DI/TII
Salah satu negara boneka tersebut adalah Negara Indonesia Timur, yang berpusat di Makassar, Sulawesi Selatan. Pada masa itu, terjadi pula Pemberontakan Kahar Muzakar, seorang tokoh asal Sulawesi Selatan yang beralih membentuk gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Untuk menghadapi para pejuang kemerdekaan dan pendukung nasionalisme, Belanda mengirimkan pasukan DST di bawah komando Raymond Pierre Paul Westerling.
- Sejarah Pertempuran Lima Hari Lima Malam, Perang Tiada Henti Pasukan TRI Melawan NICA di Kota Palembang
- Hari Istiqlal 22 Februari: Memaknai Sejarah dan Nilai Persatuan
- Jejak Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia, Berawal dari Perusahaan Besar Milik Belanda di Pantai Timur Sumatra
- Menelusuri Sejarah Jembatan Tertua di Pulau Sumatra, Diresmikan oleh Wapres RI Pertama
Prima Purnama Sumantri dalam jurnal Peristiwa Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan, menuliskan bahwa operasi pasukan DST dimulai pada malam 11 Desember 1946 di desa Batua dan sekitarnya, Sulawesi Selatan.
Operasi ini melibatkan penggeledahan rumah, pengumpulan penduduk, dan eksekusi langsung terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pemberontak berdasarkan daftar nama yang dimiliki Westerling.
Metode Standrecht, yaitu pengadilan dan eksekusi di tempat, digunakan. Operasi ini menewaskan 44 warga desa. Operasi serupa berlanjut di berbagai lokasi. Pada 12-13 Desember di desa Tanjung Bunga, 81 orang menjadi korban tewas, termasuk akibat pembakaran desa.
Selanjutnya, pada 14-15 Desember di Kalukuang, 23 orang dieksekusi. Pada 16-17 Desember di desa Jongaya, 33 orang dieksekusi.Pada 19 Desember 1946, setelah wilayah sekitar Makassar dibersihkan, tahap kedua operasi dimulai dengan sasaran Polobangkeng, yang diyakini menjadi tempat persembunyian pasukan TNI dan laskar bersenjata.
Pembantaian Meluas
Penyerbuan dilakukan oleh Pasukan DST bersama tentara KNIL dan dipimpin oleh Letkol KNIL Veenendaal. Pasukan DST menyerbu desa Renaja dan Ko'mara, sementara pasukan lainnya mengurung Polobangkeng.
Seperti pada operasi sebelumnya, Westerling menerapkan pola yang sama, mengakibatkan 330 warga tewas dibunuh dalam serangan ini. Aksi tahap ketiga dimulai pada 26 Desember 1946 dengan serangan ke Gowa. Pembantaian di Gowa yang mengakibatkan 257 korban tewas ini melibatkan kerjasama pasukan DST dan KNIL.
Pada pertengahan Januari 1947, pembantaian dilanjutkan ke berbagai desa di Sulawesi Selatan, dengan korban mencapai 364 orang di Mandar dan 171 orang di Kulo, Amparita, dan Maroangin. Pembunuhan semakin tidak terkendali, dengan banyak orang dibunuh tanpa bukti atau alasan jelas, termasuk mereka yang sebelumnya ditahan. Westerling sering terlibat langsung dalam eksekusi.
Pembantaian Westerling yang paling banyak menelan korban jiwa adalah pembantaian di Lombok, yang dikenal sebagai Peristiwa Galung Lombok pada 2 Februari 1947.
Monumen 40 Ribu Jiwa
Nahasnya, dalam pengumpulan data mengenai orang-orang yang mendukung Republik, intel Belanda selalu dibantu oleh pribumi yang rela demi uang dan kedudukan.
Delegasi Republik Indonesia mencatat jumlah korban pembantaian mencapai 40.000 jiwa. Untuk mengenang para korban, dibangun sebuah Monumen Korban 40.000 Jiwa di Makassar, Sulawesi Selatan.
Selain membangun monumen, warga Sulawesi Selatan juga menetapkan tanggal 11 Desember sebagai peringatan Hari Korban 40.000 Jiwa. Peringatan ini untuk mengenang para korban pembantaian yang berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Peristiwa ini merupakan sejarah kelam Indonesia yang memakan banyak korban jiwa dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti