Kini Dibuka Kembali untuk Umum, Ini Fakta Menarik Istana Kepresidenan Yogyakarta
Istana itu hingga kini menjadi tempat menginap tamu-tamu besar yang berkunjung ke Yogyakarta
Istana itu hingga kini menjadi tempat menginap tamu-tamu besar yang berkunjung ke Yogyakarta
Kini Dibuka Kembali untuk Umum, Ini Fakta Menarik Istana Kepresidenan Yogyakarta
Melalui akun Instagram @kemensetneg.ri pada Rabu (8/5), Kementerian Sekretariat Negara kembali membuka Istana Negara untuk umum.
Dengan demikian gedung bersejarah itu bisa dimasuki semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
Lalu apa fakta menarik dari Istana Kepresidenan Yogyakarta? Berikut selengkapnya:
-
Di mana pasukan Nyutra di Kasultanan Yogyakarta ditempatkan? Bersama dengan Bregada Surakarsa, Nyutra ditempatkan di timur kraton (Mergangsan) dan membentuk Kampung Surakarsan dan Kampung Nyutran.
-
Apa yang istimewa dari Yogyakarta? Pada zaman pendudukan Jepang, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta disebut dengan istilah Yogyakarta Kooti.
-
Apa yang menjadi dasar pendirian Kesultanan Yogyakarta? Kesultanan Yogyakarta didirikan pada tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian politik yang mengubah peta kekuasaan di Pulau Jawa.
-
Apa yang dirancang Sri Sultan Hamengku Buwono I di Keraton Yogyakarta? Arsitektur dari Keraton Yogyakarta juga sepenuhnya dirancang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Bahkan, semua hiasan dan juga tumbuh-tumbuhan yang ditanam di kompleks keraton dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki nilai filosofis dan spiritual yang tinggi.
-
Kapan Kesultanan Yogyakarta didirikan? Kesultanan Yogyakarta didirikan pada tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian politik yang mengubah peta kekuasaan di Pulau Jawa.
-
Dimana Yogyakarta menjadi ibu kota negara? Sejak pengakuan kedaulatan Indonesia sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 2 November 1949, Yogyakarta yang sejak tahun 1946 menjadi ibu kota negara hanyalah sebuah negara bagian di bawah naungan Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada awalnya, Istana Kepresidenan Yogyakarta merupakan rumah resmi seorang residen Belanda bernama Anthonie Hendriks Smissaert. Gedung itu didirikan pada bulan Mei 1824 oleh arsitek bernama A Payen.
Pecahnya Perang Jawa atau Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830 membuat pembangunan gedung ini tertunda. Pembangunan gedung itu kembali dilanjutkan pada tahun 1832 setelah perang usai.
Pada tanggal 10 Juni 1867, terjadi musibah gempa bumi di Yogyakarta sehingga rumah itu ambruk. Bangunan itu didirikan kembali dan rampung pada tahun 1869.
Bangunan inilah yang menjadi gedung induk Kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta yang samapi sekarang disebut Gedung Negara.
Gedung utama itu kemudian menjadi kediaman Gubernur Belanda di Yogyakarta hingga masa penjajahan Jepang. Gubernur Belanda yang pernah mendiami tempat itu antara lain J.E Jasper (1926-1927), PRW van Gesseler Verschuur (1929-1932), H.M de Kock (1932-1935), J. Bijilevel (1935-1940), dan L. Adam (1940-1942).
Pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi penguasa Jepang di Yogyakarta yaitu Koochi Zimmukyoku Tyookan.
Pada 6 Januari 1946, gedung itu resmi menjadi istana kepresidenan setelah Yogyakarta resmi menjadi ibu kota baru Republik Indonesia. Di gedung itu pula diselenggarakan Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI ada 3 Juni 1947. Sejak tanggal 28 Desember 1949, gedung itu tidak lagi menjadi tempat kediaman presiden.
- 5 Fakta di Balik Acara Sepeda Gembira Abal-Abal di Jogja, Pelaku Menyerahkan Diri ke Polisi
- Pernah Disinggahi Pendiri Muhammadiyah hingga Tokoh Komunis, Ini Fakta Menarik Ndalem Sopingen Kotagede
- Wisata di Yogyakarta Terbaru, Sajikan Pemandangan Asri hingga Pengalaman Seru
- Istana Ungkap Isi Pembicaraan Jokowi dan AHY Sambil Makan Gudeg di Yogyakarta
Sejak saat itu, Istana Negara biasanya dijadikan sebagai tempat menginap para tamu agung. Beberapa tamu agung yang pernah menginap di sana antara lain Raja Bhumibol Adulyadej dari Muangthai (1960), Presiden Ayub Khan dari Pakistan (1960), lalu Perdana Menteri Ferhart Abbas dari Aljazair (1961).
Pada tahun tujuh puluhan, yang berkunjung dan bermalam adalah Presiden D. Macapagal dari Filipina (1971), Ratu Elizabeth II dari Inggris (1974), serta Perdana Menteri Sirimavo Bandaranaike dari Sri Langka (1976).
Pada tahun delapan puluhan, tamu negara yang datang berkunjung adalah Perdana Menteri Lee Kuan Yew dari Singapura (1980) dan Yang Dipertuan Agung Sultan Bolkiah dari Negara Brunei Darussalam (1984).
Tamu-tamu penting lain yang pernah beristirahat di Gedung Agung, antara lain, Putri Sirindhom dari Muangthai (1984), Ny. Marilyn Quayle, Presiden F. Mitterand dari Perancis (1988), Pangeran Charles bersama Putri Diana dari Inggris (1989), dan Kepala Gereja Katolik Sri Paus Paulus Johannes II (1989).
Pada tahun sembilan puluhan, para tamu agung yang berkunjung ke Gedung Agung adalah Yang Dipertuan Agung Sultan Azlan Shah dari Malaysia (1990), Kaisar Akihito dari Jepang (1991), dan Putri Basma dari Yordania (1996).
Dibuka untuk Umum
Saat ini, Istana Kepresidenan Yogyakarta dibuka untuk umum. Siapa saja boleh masuk. Tapi ada syaratnya. Pertama-tama, calon pengunjung harus terlebih dahulu mengirimkan surat permohonan kunjungan yang ditujukan kepada Kepala Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Setelah itu, pengunjung juga harus mematuhi peraturan kunjungan di antaranya berpakaian sopan, rapi, dan bersepatu, tidak boleh membawa makanan dan minuman, dilarang parkir di dalam istana, tidak boleh memotret di dalam istana, kunjungan akan didokumentasikan pihak istana, dan mengisi kuisioner dan penilaian.