Kisah Ki Ageng Tirta dari Grobogan, Punya Karomah Mengubah Desa yang Tandus Jadi Melimpah Air
Berdasarkan silsilahnya, Ki Ageng Tirta masih satu keturunan dengan Prabu Brawijaya V
Berdasarkan silsilahnya, Ki Ageng Tirta masih satu keturunan dengan Prabu Brawijaya V
Kisah Ki Ageng Tirta dari Grobogan, Punya Karomah Mengubah Desa yang Tandus Jadi Melimpah Air
Alkisah di masa lalu, di Grobogan pernah hidup seorang ulama bernama Ki Ageng Tirta. Menurut mitologi masyarakat setempat, ia punya karomah yang luar biasa, yaitu merubah wilayah yang dulunya kering kerontang jadi berlimpah air.
-
Siapa Ki Ageng Mangir? Ki Ageng Wonoboyo merupakan sosok yang disegani pada masanya. Di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat sebuah kampung tua yang diduga sudah ada sejak zaman Majapahit. Namanya Kampung Mangir. Keberadaannya masih kurang dikenal masyarakat. Di kampung itu, terdapat sebuah petilasan Ki Ageng Mangir Wonoboyo, ia adalah seorang tokoh kampung yang disegani pada masanya. Tak main-main, dia adalah musuh bebuyutan dari Panembahan Senopati, seorang raja Mataram.
-
Apa ciri-ciri anggrek Tien? Ciri-cirinya adalah daunnya berbentuk pita dan ujungnya meruncing sepanjang 50-60 cm. Pada bagian bunganya mirip seperti bintang dengan tekstur tebal.Kemudian, bagian daun kelopak dan daun mahkotanya memiliki ukuran yang hampir sama besar. Permukaan atasnya berwarna kuning kehijauan dan bagian bawahnya berwarna kecoklatan dengan warna kuning di sisi tepinya.
-
Apa yang menjadi daya tarik petilasan Ki Ageng Mangir? Mengutip Brilio.net, kebanyakan pengunjung yang datang ke petilasan Ki Ageng Mangir merupakan orang-orang yang ingin berwisata spiritual. Petilasan inipun menjadi tempat wajib untuk sembahyang umat Hindu.
-
Siapa orang tua Ki Ageng Kiringan? Dikutip dari Laduni.id, Ki Ageng Kiringan adalah putra dari Muhammad Abdul Syukur, murid Sunan Muria.
-
Kapan Tirta Gangga dibangun? Kompleks seluas satu hektare ini dibangun pada tahun 1946 oleh mendiang Raja Karangasem.
-
Bagaimana Ki Ageng Mangir meninggal? Saat Ki Ageng Mangir masuk ke istana tanpa senjata dan sungkem sambil menundukkan kepala, Panembahan Senopati langsung memegang kepala Ki Ageng Mangir dan dipukulkan ke batu gilang singgasananya. Ki Ageng Mangir meninggal saat itu juga dan dimakamkan di Makam Raja-Raja Mataram Kotagede.
Tempat tinggal Ki Ageng Tirta di Desa Kanoman, Grobogan sendiri sebuah wilayah yang tidak pernah mengalami kekeringan di musim kemarau.
Berkat perannya, tanah desa itu menjadi subur dan air dari mata air di Gunung Muria bisa sampai ke Desa Karangasem. Dalam menjalani karomahnya, ia dipercaya dibantu oleh dua pusaka yaitu patrem dan landak putih.
Untuk mengalirkan air dari Gunung Muria, Ki Ageng Tirto membuat lubang-lubang kecil dengan bantuan landak putih. Ada beberapa air di desa itu yang bersumber dari Gunung Muria.
Ia juga telah mendapatkan izin dari Sunan Muria dan Sunan Prawoto untuk mengalirkan air dari Gunung Muria sampai Desa Kanoman.
Tokoh masyarakat sekaligus juru kunci Makam Ki Ageng Tirto, Jumadi, mengatakan bahwa pada saat masih hidup, Ki Ageng Tirto merupakan tokoh wali penyebar agama Islam di wilayah Kabupaten Grobogan khususnya di Desa Karangasem, Kecamatan Wirosari.
Berdasarkan silsilahnya, ia masih keturunan Prabu Brawijaya IV dari Majapahit. Ia juga masih ada hubungan dengan Ki Ageng Selo dan Ki Ageng Getas Pendowo yang makamnya juga berada di Kabupaten Grobogan.
Ramai Peziarah
Makam Ki Ageng Tirto yang berada di area sawah Dukuh Sambak, Kerap dikunjungi perziarah. Hari yang menjadi hari penting bagi para peziarah yang ingin menunjungi makam Ki Ageng Tirto adalah pada setiap malam Kamis pahing.
- Kisah Unik Desa Tempuran Blora, Banyak Warganya yang Jadi Polisi dan Tentara
- Ditahan, Pelaku Penyiraman Air Keras ke Anggota Brimob di Jaktim Terancam Pasal Berlapis
- Melihat Sisa Kejayaan Jalur Kereta Api Rangkasbitung - Pandeglang, Rel Ditumbuhi Pohon dan Tembus ke Rumah Warga
- Bak Serpihan Surga, Curug Uci di Garut Suguhkan Pemandangan Air Terjun Bertingkat yang Eksotis
Biasanya pada malam hari ada pembacaan wirid dan zikir Ratib Al-Hada. Acara dilanjutkan dengan pembacaan Al Qu’ran yang kita-kira diikuti 60 orang.
Pada saat Bulan Ramadan, kompleks makam itu cukup ramai setiap menjelang berbuka dan sahur. Pada malam hari, sejumlah warga memilih untuk menghabiskan waktu di kompleks pemakaman tersebut.