Melihat Rumah-Rumah Kolonial Tua di Tengah Hutan Jati Grobogan, Kental Nuansa Klasik
Salah satu bangunan pernah digunakan sebagai tempat penyekapan oleh tentara Belanda.
Salah satu bangunan pernah digunakan sebagai tempat penyekapan oleh tentara Belanda.
Melihat Rumah-Rumah Kolonial Tua di Tengah Hutan Jati Grobogan, Kental Nuansa Klasik
Kedungjati merupakan sebuah wilayah kecamatan yang letaknya berada di tengah kawasan hutan jati. Di sana masih banyak ditemukan bangunan-bangunan klasik peninggalan kolonial Belanda. Salah satunya adalah Stasiun Kedungjati. Stasiun itu dibangun pada tahun 1867 dan diresmikan pada tahun 1868.
-
Di mana rumah tua peninggalan Belanda di Salatiga itu berada? Di Jalan Diponegoro, Kota Salatiga, ada sebuah rumah tua yang masih berdiri utuh.
-
Di mana lokasi puing rumah Belanda di Situ Patenggang? Mengutip kanal YouTube Jejak Siborik, di tengah hutan kawasan Situ Patenggang terdapat puing-puing bangunan yang diduga sebagai rumah peninggalan Belanda.
-
Apa ciri khas halaman rumah Belanda? Halaman yang Luas dan Asri Pekarangan rumah yang luas menjadi salah satu ciri khas model rumah ala zaman kolonial. Walaupun model halaman rumah seperti ini mengingatkan kamu pada film film horor, namun apabila kamu menyukai suasana vintage, kamu dapat memasukan ini ke dalam list model rumah masa depan.
-
Kenapa rumah tua peninggalan Belanda di Salatiga itu terbengkalai? Kini rumah tua itu tak ada yang menempati dan terbengkalai.
-
Apa yang menjadi ciri khas dari eksterior rumah Belanda? Ciri khas desain rumah Belanda modern terletak pada perpaduan elemen-elemen klasik dan kontemporer. Atap curam, jendela besar, dan pintu masuk mencolok menjadi ciri khas eksterior rumah kolonial. Penggunaan material seperti kaca, besi, dan kayu memberikan kesan modern dan minimalis.
-
Kenapa Belanda membumihanguskan rumah Teuku Umar? Belanda yang merasa sangat dikhianati oleh Teuku Umar pun geram. Mereka langsung mencari keberadaan Teuku Umar. Namun, sebelum berhasil ditangkap para tentara Belanda lebih dulu membumihanguskan tempat tinggal Teuku Umar.
Tak jauh dari Stasiun Kedungjati, terdapat bangunan tua yang dulunya menjadi tempat tinggal pejabat kereta api. Bangunan itu dibangun sekitar tahun 1907. Rumah itu desainnya seperti rumah-rumah orang Eropa di tengah perkebunan Alpen.
Ciri khas klasik masih tetap dipertahankan pada bangunan itu. Tampak dari samping, tiang penyangga bangunan itu diberikan besi dari rel agar bangunan itu bisa berdiri lebih kokoh. Bahan utama penyusun bangunan itu adalah kayu jati.
Tak jauh di sebelah utara Stasiun Kedungjati, ada sebuah bangunan bernama Gereja Kaliceret. Mengutip YouTube Jejak Tempoe Doloe, gereja itu dibangun pada tahun 1898.
Keunikan dari bangunan itu adalah tidak ada pengait dari paku sekalipun untuk menyangga bangunan itu, melainkan sebuah pengancing yang terbuat dari kayu. Dinding-dinding itu juga terbuat dari kayu jati.
Di gereja itu pula terdapat sebuah lonceng tua. Menurut warga sekitar, gereja itu dikirim dari Belanda pada tahun 1960-an. Di sisi kanan halaman gereja, terdapat rumah dinas para pendeta. Kini rumah dinas itu berubah menjadi sekolah dasar.
Triatmo, salah seorang warga Kaliceret mengatakan, tempat ibadah itu dibangun oleh kolonial Belanda.
“Bangunan ini masih asli peninggalan Belanda. Atapnya masih genteng, hanya beberapa genteng yang diganti karena sempat bocor,” kata Triatmo, mengutip YouTube Jejak Tempo Doeloe.
- Melihat Bangunan Tua di Kampung Melayu Semarang, Dulu Jadi Pusat Perniagaan
- Melihat Lebih Dekat PLTA Peninggalan Penjajah Belanda di Semarang, Masih Banyak Bangunan Tua Kolonial yang Berdiri Kokoh
- Potret Rumah Mewah Arsitektur Kolonial Belanda Terbengkalai, Ruang Tamunya Luas 'Subhanallah Bagus Banget'
- Dibangun pada Abad ke-19, Ini Potret Klasik Rumah Adik Sri Sultan HB X yang Kental Nuansa Tradisional Jawa
Sementara itu rumah pendeta yang tak jauh dari gereja itu dulunya pernah digunakan sebagai tempat penyekapan orang-orang pribumi oleh tentara Jepang, tepatnya antara Juni hingga Agustus 1945. Di sana para tahanan disekap dan disiksa oleh tentara Jepang. Bahkan beberapa di antaranya dieksekusi.
Tak jauh dari gereja itu, ada sebuah makam Belanda. Yang dimakamkan di sana adalah seorang pendeta.
Dia bernama Ginny Kuhnen, lahir pada 10 Agustus 1863 dan meninggal pada September 1899.
Di sebelah makam itu, terdapat satu makam lagi yaitu milik Iboekoe Ma. Paulus Soemare, wafat pada tahun 1919.
Di Kedungjati pula, terdapat sebuah rumah panggung peninggalan Belanda. Kini rumah itu difungsikan sebagai kantor BKPH. Dulunya rumah itu digungsikan sebagai rumah dinas kehutanan jati di area Kedungjati, Grobogan.