Melihat Sejarah Rampogan Macan, Tradisi Adu Harimau Lawan Manusia yang Populer di Tanah Jawa
Sebuah pertunjukan antara Harimau Jawa dengan Manusia ini sangat populer di era kolonial Belanda. Suasananya pun terasa seperti menonton pertunjukan Gladiator.
Sebuah pertunjukan antara Harimau Jawa dengan Manusia ini sangat populer di era kolonial Belanda. Suasananya pun terasa seperti menonton pertunjukan Gladiator.
Melihat Sejarah Rampogan Macan, Tradisi Adu Harimau Lawan Manusia yang Populer di Tanah Jawa
Pada zaman penjajahan banyak ditemukan sebuah pertunjukan yang bertujuan untuk sarana hiburan bagi masyarakat Pribumi maupun di kalangan elit Belanda. Media hiburan itu bukan hanya mengandung unsur kesenian dan budaya, tetapi juga pertarungan bak Gladiator.
Salah satu pertunjukan yang cukup populer di kalangan masyarakat Jawa yaitu Rampogan Macan atau biasa disebut Rampokan Matjan. Tradisi pertunjukan ini sudah mulai nge-tren sejak abad 17 hingga 19.
-
Apa yang dilakukan di tradisi Rampokan Macan? Tradisi Rampokan Macan hampir sama dengan pertunjukan gladiator padamasa kekaisaran Romawi. Di sini, harimau diadu dengan manusia.
-
Kenapa tradisi Rampokan Macan dilakukan? Tujuan utama Rampokan Macan adalah mengalahkan harimau yang merupakan representasi musuh.
-
Kenapa tradisi ruwatan dilakukan di Jawa? Masyarakat Jawa masih rutin melaksanakan tradisi tersebut sebagai bentuk penyucian diri. Masyarakat Jawa memiliki beragam jenis ritual yang sampai sekarang masih rutin dilakukan. Salah satunya adalah tradisi ruwatan yang merupakan ritual penyucian untuk membebaskan seseorang dari hukuman yang berbahaya.
-
Apa yang dimaksud dengan "jodoh kembar" dalam tradisi Jawa? Menurut kepercayaan Jawa, anak kedua dan anak ketiga disebut sebagai "jodoh kembar" atau "lurah wracikan". Mereka diyakini dibawa oleh takdir sebagai pasangan yang sempurna satu sama lain.
-
Apa tradisi yang masih dijaga oleh orang Jawa di Kampung Sri Arjuna, Malaysia? “Ini bertepatan dengan Bulan Mulud, kami bikin Nasi Ambeng, bawa ke surau. Masing-masing bawa satu, nanti dimakan ramai-ramai di sana,” kata Bang Sam dikutip dari kanal YouTube Pie’ie Mejink. Selain itu, bila ada warga kampung itu yang menikah, mereka juga melaksanakan tradisi rewang.
-
Kapan tradisi potong rambut ini dilakukan dalam budaya Jawa? Ritual dan upacara potong rambut dalam budaya Jawa sendiri adalah bagian dari tradisi ruwatan, yaitu upacara penyucian yang bertujuan untuk membebaskan diri dari marabahaya dan kesialan. Ada berbagai macam ruwatan, salah satunya adalah ruwatan rambut gimbal, yang dilakukan oleh masyarakat di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah.
Melansir dari kanal Liputan6.com, tradisi Rampogan Macan ini kerap dipertontonkan di lingkungan Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta. Sejak pemerintahan Amangkurat II, tradisi Rampogan Macan sudah berlangsung dan sudah menjadi tradisi para Ningrat saat itu.
Di balik hiburan bagi masyarakat kebanyakan, tradisi Rampogan Macan ini menjadi salah satu penyebab punahnya spesies Harimau Jawa. Selain itu, punahnya kucing besar ini juga disebabkan pembukaan lahan untuk pertanian, sehingga habitat aslinya pun hilang.
Hubungan Harimau dengan Jawa
Dilansir dari beberapa sumber, sejak dulu harimau selalu dikaitkan dengan orang Jawa. Hal ini karena mereka dianggap sebagai teman atau sahabat oleh petani atau peladang yang lahannya berbatasan dengan hutan.
Harimau cukup membantu para petani dalam mengurangi keberadaan hewan yang bisa merusak lahan pertanian. Mereka pun bertugas sebagai pemburu hewan seperti babi, rusa, maupun kawanan monyet. (Foto: Wikipedia)
Namun, tidak seterusnya hubungan harimau dan orang Jawa itu harmonis. Di sisi lain binatang buah tersebut diburu dan ditangkap.
Tradisi Rampogan Macan ini awalnya hanya dilakukan untuk simbolisme suatu ritual, namun seiring berjalannya waktu fungsi dari Rampogan Macan ini berubah drastis.
Populer di Kalangan Sultan
Di Jawa, tepatnya Yogyakarta dan Surakarta, tradisi Rampogan Macan sangat populer dan menjadi sarana hiburan di kalangan para Sultan maupun masyarakat sekitar. Salah satu sosok yang gemar mengadakan tradisi ini adalah Paku Buwono X.
Selain itu, di sudut alun-alun banyak kandang hewan liar yang memang dengan sengaja dipelihara. Biasanya, Rampogan Macan akan dilaksanakan di Alun-Alun Utara yang biasa untuk menyambut para tamu agung.
- Arkeolog Temukan Tembok Jebakan Romawi Sepanjang Hampir 3 Kilometer, Ungkap Sejarah Berdarah Pemberontakan Budak Melawan Pemerintah
- Iduladha pada Zaman Kolonialisme Belanda, Warga Harus Bayar Pajak, kalau Menolak Hewan Kurban Dirampas Penjajah
- Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial
- Sejarah Tari Serampang XII, Perpaduan Budaya Melayu dengan 12 Macam Gerakan Tarian
Pelaksanaannya pun biasa dilakukan pada pagi hari, sehingga banyak para pembesar yang datang dan berkumpul. Kemudian, para prajurit bersiap di tengah alun-alun lalu membentuk formasi mengelilingi arena pertarungan.
Para penombak biasa adalah orang-orang biasa atau prajurit baru sehingga banyak yang ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa ketika berhadapan langsung dengan kucing besar tersebut.
Membunuh Menggunakan Tombak
Tombak yang digunakan dalam acara Rampogan Macan ini biasanya akan dijual atau digadaikan apabila memalukan. Penamaan aksi Rampogan ini sendiri diartikan sebagai "Rayahan" atau "Rebutan", di mana ratusan orang berebut untuk membunuh harimau menggunakan tombak.
Aksi ini juga digelar di Kadipaten sebagai pemaknaan ruwatan atau mengusir roh-roh jahat. Sayangnya, harimau menjadi perlambangan roh-roh jahat sehingga harus dibasmi dan diusir lewat pembantaian.
Dilarang Pihak Belanda
Seiring berjalannya tradisi ini, jumlah atau populasi dari Harimau Jawa ini semakin berkurang dan bahkan punah. Faktor lain dari punahnya kucing besar tersebut akibat pembukaan lahan besar-besaran pada zaman Belanda sehingga habitat aslinya pun berkurang.
Kemudian, pada tahun 1905 tradisi Rampogan Macan sudah mulai dilarang oleh Pemerintahan Belanda dengan alasan etika. Menurut mereka, bukan suatu sikap kesatria dan terhormat, karena harimau tidak dihadapi sendirian atau satu lawan satu.