Cerita Keluarga Korban Kanjuruhan Batal Autopsi, Trauma Didatangi Polisi
Alasan itu didapat berdasarkan hasil penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas tragedi Kanjuruhan. Dimana, Devi Athok di depan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menceritakan alasannya membatalkan autopsi terhadap dua anaknya.
Devi Athok, ayah kandung dari korban tragedi stadion Kanjuruhan mengurungkan niatnya untuk melakukan autopsi terhadap kedua anaknya. Lantaran merasa trauma ketika didatangi pihak kepolisian.
Alasan itu didapat berdasarkan hasil penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas tragedi Kanjuruhan. Dimana, Devi Athok di depan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menceritakan alasannya membatalkan autopsi terhadap dua anaknya.
-
Bagaimana jalannya pertandingan Persebaya vs Persita? Permainan kedua tim cukup intens dan menarik, namun hingga peluit akhir dibunyikan skor imbang tidak berubah.
-
Kapan kerusuhan suporter Persibas Banyumas terjadi? Kerusuhan terjadi saat pertandingan tinggal menyisakan 10 menit.
-
Kenapa rumput Stadion Pakansari diganti? Selain mengganti rumput, sistem drainase pun akan diperbaiki. Sejak beroperasi pada 2016, rumput Stadion Pakansari, belum pernah diganti sama sekali. Meski begitu, stadion berkapasita 30 ribu penonton itu, masih digunakan sebagai home base Persikabo 1973 dalam mengarungi Liga 1.
-
Kapan tragedi Kanjuruhan terjadi? Puncaknya meletus pada Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022.
-
Mengapa pertandingan Persis Solo vs Persebaya Surabaya digelar? Menjelang dimulainya Kompetisi BRI Liga 1 2023/2024, para klub peserta bersiap diri. Mereka mengadakan agenda pertandingan uji coba untuk menguji kesiapan klub menyambut turnamen tersebut.
-
Kenapa Stadion Teladan Medan ambruk? Meski stadion tersebut hanya memiliki kapasitas resmi 30.000 penonton, tingginya antusiasme masyarakat, terutama anak-anak, menyebabkan kepadatan yang luar biasa. Pengunjung datang dari berbagai daerah, secara berombongan.
"Semalam pada tanggal 20, Kamis, kami Komnas HAM berjumpa langsung dengan Pak Devi Athok, orangtua dari kedua almarhum yang direncanakan untuk dilakukan autopsi, didampingi oleh Pak Kades dan beberapa orang dari desanya, termasuk didampingi oleh Pak Camat," kata Anam dalam video keterangan resmi, dikutip Jumat (21/10)
Dia mengatakan, Komnas HAM telah mendapatkan kronologi langsung dari Devi Athok terkait dinamika proses autopsi yang rencananya ingin dilakukan, namun menjadi batal, berawal dari niat yang muncul pada 10 Oktober 2022.
Devi Athok, lanjut Anam, telah membuat pernyataan di depan kuasa hukumnya yang masih berupa draft. Karena masih ingin berjumpa dengan Kepala Desa setempat dengan maksud minta tanda tangan agar diketahui oleh pejabat desa setempat.
"Memang betul Pak Devi Athok ini ingin melakukan autopsi sejak awal. Karena ingin tahu kenapa kedua putrinya meninggal. Apalagi melihat kondisi jenazahnya, wajahnya menghitam ininya (bagian dada) menghitam. Itu yang ingin dia tahu makanya beliau bersemangat untuk melakukan autopsi," ujarnya.
Namun sehari setelahnya tepat pada 11 Oktober 2022, empat anggota polisi dari Polsek Kepanjen mendatangi kediaman Devi Athok untuk menanyakan perihal rencana permohonan autopsi.
"Nah pak Athok juga kaget, dia merasa bahwa itu masih draft kok ini sudah kemana-mana. Itu masih draft hanya difoto penasehat hukum dan aslinya masih dibawa dia dan dia ingin minta tanda tangan Pak Kades. Dan kita konfirmasi kepada Pak Kades memang demikian yang terjadi. Dia ingin minta agar Pak Kadesnya mengetahuinya," terangnya.
Singkat cerita karena kedatangan empat anggota Polsek Kepanjen yang maksud untuk menanyakan itu malah membuat Devi Athok merasa khawatir dan tidak nyaman. Lantaran, rencana autopsi masih dalam proses namun sudah ada tindak lanjut follow dari kepolosian.
"Karena memang prosesnya menurut dia belum tuntas, kenapa kok sudah ada follow up. Itu pertanyaan mendasar sehingga dia tidak nyaman. Beberapa komunikasi Pak Athok dan polisi di tanggal 11 itu juga banyak, itu satu, membuat kekhawatiran membuat ketidaknyamanan di pak Athok, karena memang kok bisa. Begitu," jelas Anam.
Kemudian setelah pertemuan itu, tanggal 12 Oktober 2022 pihak Polsek Kepanjen lantas mengeluarkan surat persetujuan untuk melakukan autopsi yang membuat Devi Athok kaget. Karena surat tersebut dikeluarkan secara tiba-tiba, meski demikian dia sempat memberikan tanda tangan persetujuan autopsi.
"Cuma prosesnya begini, baik di tanggal 11 maupun tanggal 12, dia sendirian, dia coba menghubungi teman-temannya, pendamping-pendamping dan lain sebagainya itu tidak ada yang bisa menemani dia di saat itu," ujar Anam
"Sehingga dia juga semakin khawatir. Ini kok ada polisi datang, pendampingnya, kuasa hukumnya ketika dihubungi memang tidak bisa hadir dengan berbagai alasannya disaat kepolisian datang. Itu semakin membuat dia khawatir. Tanggal 11 sudah khawatir, tidak nyaman, di tanggal 12 juga demikian," lanjutnya.
Setelah keluar surat itu, kini tanggal 17 Oktober 2022 dari Polda Jawa Timur hingga Polres Malang bersama perangkat desa, Kepala Desa dan Kepala Camat kembali mendatangi rumah Devi Athok hanya untuk sekedar menanyakan tindak lanjut untuk proses autopsi.
"Jumlah polisinya ada 7 orang, belum termasuk Pak Camat, Pak Kades dan perangkat yang lain. Di situ juga begitu. Dia hubungi pendamping dan lain sebagainya juga tidak ada secara langsung, tidak datang ke situ, dia juga khawatir di soal itu," jelasnya.
Pada saat itulah, ada momen komunikasi antar keluarga secara internal Devi Athok yang memutuskan untuk mengurungkan niat melakukan autopsi. Sehingga keputusan untuk membatalkan autopsi bukan karena adanya intervensi tetapi atas persetujuan keluarga.
"Makanya di tanggal 17 itu ada surat pernyataan intinya untuk membatalkan proses autopsi. Kita tanya bagaimana proses pembatalan itu? Apakah ada paksaan pembatalannya? Bagaimana proses membuat surat pernyataan itu?," ujar Anam seraya bertanya saat beryemu Devi.
"Ketika kita tanya, intinya Pak Devi Athok mengatakan bahwa keputusan secara substansi keputusan untuk membatalkan itu adalah keputusan keluarga, di samping itu juga mempertimbangkan kondisi ibunya yang sudah sepuh, sudah tua," ujar Anam.
Rasa Khawatir
Dari hasil pertemuan itu, Anam menarik benang merah bahwa apa yang dialami Devi Athok adalah rasa khawatir dan bukan intimidasi. Karena ada rasa trauma atas tragedi Kanjuruhan yang membuatnya takut.
Terlebih saat proses komunikasi dengan aparat kepolisian, Devi Athok tidak didampingi dengan pendamping yang sediaannya telah sepakat dengan pihak keluarga mendampingi serta mengadvokasi selaku keluarga korban.
"Dalam konteks ini dia juga menekankan sebenarnya kalau ara komunikasi yang baik, semua pihak, termasuk pendampingnya termasuk Pak Athok, termasuk pak polisi itu sebenarnya prosesnya tidak perlu ada kekhawatiran," jelasnya.
'Kita tegaskan kalau seandainya ada pendamping, apakah ketika polisi datang berapapun jumlah polisinya itu membuat dia khawatir nggak? Enggak," tambah Anam.
Lantas Anam menduga ada problem ketika tidak ada pendamping yang menemani membuat komunikasi tidak berjalan dengan baik. Karena trauma dan kedatangan pihak kepolisian membuat keluarga khawatir.
Meskipun dalam proses komunikasi tidak adanya intimidasi yang dilakukan pihak kepolisian. Namu rasa khawatir itu muncul menyusul trauma yang dialami keluarga korban sehingga membuat perasaan tidak nyaman.
"Jadi pendampingnya ketika dia butuhkan secara fisik tidak bisa hadir untuk mendampingi dia berkomunikasi dengan kepolisian yang datang ke rumahnya. Jadi itu inti soalnya. Jadi tidak ada intimidasi dalam proses ini," ujar Anam.
"Dia juga heran kok ada kata-kata intimidasi? Dia mengatakan dia tidak pernah mengatakan intimidasi, itu yang juga kami tanya. Terakhir ini terkait autopsi itu sendiri. Pada prinsipnya, jika kenyamanan proses apa menuju autopsi itu bisa dilaksanakan, termasuk autopsi bisa transparan dan akuntabel, pada dasarnya dia mau untuk melakukan autopsi," lanjutnya.
Kapolda Jatim Bantah Ada Intimidasi
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Irjen Pol Toni Hermanto membantah adanya intimidasi terhadap keluarga korban, terkait pembatalan autopsi. Autopsi semula direncanakan Kamis (20/10), namun belakangan batal digelar.
"Tidak benar, sekali lagi tidak benar, silakan nanti dikonfirmasi untuk itu. Semua sudah diketahui publik informasi-informasi yang itu. Silakan media juga mengkonfirmasi itu," kata Irjen Pol Toni Hermanto di RSSA Malang, Rabu (19/10).
Toni membenarkan bahwa autopsi batal digelar karena urusan persetujuan keluarga. Tetapi ditegaskan bahwa hal itu bukan karena intimidasi.
"Bagaimana pun pelaksanaan autopsi juga kita salah satunya minta persetujuan keluarga. Dan hasil informasi yang saya peroleh, hingga saat ini bahwa keluarga belum menghendaki autopsi dilaksanakan," ungkapnya.
Toni berada di Malang dalam kunjungan ke korban Tragedi Kanjuruhan yang masih dirawat di RSSA. Sekitar 30 menit, Toni menemui korban dan kembali ke Surabaya.
Kapolda mengaku akan bergabung bersama tim Mabes Polri guna menggelar rekonstruksi kasus Tragedi Kanjuruhan. Rekonstruksi dipusatkan di Mapolda Jatim.
"Saya akan kembali ke Surabaya bergabung dengan tim dari Mabes Polri untuk bisa langsung menyaksikan kegiatan rekonstruksi. Kegiatannya di Surabaya," bebernya.
(mdk/fik)