Mengenal Ngidang-Ngobeng, Tradisi Memuliakan Tamu ala Orang Palembang
Adab menghormati serta memuliakan tamu itu sudah melekat pada diri orang di Indonesia, mereka dianggap sebagai 'raja'.
Adab menghormati serta memuliakan tamu itu sudah melekat pada diri orang di Indonesia, mereka dianggap sebagai 'raja'.
Mengenal Ngidang-Ngobeng, Tradisi Memuliakan Tamu ala Orang Palembang
Setiap tradisi di Indonesia selalu melekat erat dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berinteraksi sosial. Di Kota Palembang, terdapat sebuah tradisi yang konon merupakan warisan dari peninggalan leluhur yang bernama Ngidang atau Ngobeng.
Tradisi ini sangat tinggi maknanya karena bagian dari adab dalam melayani tamu ketika ada acara sedekahan atau kendurian dan pernikahan yang dilakukan secara lesehan kemudian membagi makanan. Adapun ketika membagi makanan dalam bentuk kelompok yang terdiri delapan orang.
-
Apa itu Tradisi Adang? Tradisi ini diartikan sebagai memasak bersama yang terkadang diiringi ritus-ritus untuk nenek moyang. Biasanya adang diadakan untuk membantu warga yang tengah melakukan hajatan.
-
Bagaimana tradisi adu tangkas Domba Garut berkembang? Adu tangkas ini semakin populer ketika periode kepemimpinan Bupati Garut yaitu RAA Soeria Katalegawa pada tahun 1915 sampai 1929. Kemudian diteruskan oleh putranya bernama Kanjeng Dalem RAA Moesa Soria Kartalegawa.
-
Apa itu Tradisi Ujungan? Warga di kampung adat Cibadak, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak memiliki sebuah tradisi unik bernama Ujungan.
-
Apa itu Tradisi Ngunjung? Secara bahasa, Ngunjung artinya mendatangi atau mengunjungi makam nenek moyang yang berpengaruh di desa tersebut.
-
Apa itu tradisi Cikibung? Dahulu, tradisi Cikibung lazim dilakukan oleh ayah di Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk melindungi anaknya. Tradisi ini biasanya digelar di kawasan leuwi atau sejenis sungai yang cukup dalam pada sore hari.
-
Apa yang dimaksud dengan tradisi Ngitung Batih di Trenggalek? Ngitung batih adalah menjumlah anggota keluarga per rumah. Arti ini juga berkaitan dengan jumlah uba rampe takir plonthang yang akan disiapkan. Misalnya keluarga A berjumlah 7 orang, maka perlu dibuat takir plonthang sebanyak tujuh buah.
Meski Ngidang atau Ngobeng ini terlihat begitu berantakan dan ada kesan repot karena harus melayani para tamu, namun di balik itu terdapat makna yang begitu mendalam dan tentunya menumbuhkan rasa gotong royong terhadap sesama.
Lantas, seperti apa tradisi yang penuh makna ini? Simak ulasannya yang dirangkum merdeka.com berikut.
Melayani Tanpa Terkecuali
Mengutip ANTARA, tradisi Ngidang atau Ngobeng ini biasanya para tamu tanpa terkecuali dilayani oleh seseorang yang bernama 'Ngobeng'. Mereka lah yang melayani dan memenuhi segala kebutuhan seperti menambah nasi atau lauk.
Selain itu, para tamu juga disediakan piring dan cangkir serta wadah untuk mencuci tangan yang juga dilayani oleh Ngobeng. Mereka akan membawa ceret air beserta wadah sisa air bilasan.
Tradisi ini tentu tidak memandang jabatan, pakaian yang dipakai, atau apapun sehingga seluruh tamu yang hadir wajib dilayani sampai selesai.
Menu Makanan yang Disajikan
Setiap hidangan ketika pelaksanaan Ngobeng ini akan ada nasi putih atau nasi minyak yang diletakkan di tengah-tengah hidangan lainnya. Kemudian ada 'Iwak' atau lauk seperti rendang, malbi, opor, ayam kecap, lalu ada 'Pulur' yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran.
Kemudian, dalam penataan makanan pun juga perlu diatur atau dilakukan secara silang, mulai dari iwak yang berdampingan dengan pulur agar tata krama ketika bersantap terkesan islami. Selain itu, para tamu tidak perlu mengulurkan tangan jauh-jauh untuk mengambil lauk.
- 6 Tradisi Unik Iduladha di Indonesia, Mulai dari Manten Sapi hingga Ngejot
- Mengenal Orang Piliang, Marga Induk Minangkabau dengan Sub Suku yang Beragam
- Mengenal Bebehas, Tradisi Mengumpulkan Beras ala Masyarakat Muara Enim yang Mulai Ditinggalkan
- Mengenal Tradisi Nganggung, Bentuk Gotong Royong Masyarakat Bangka Belitung
Perbedaan Ngobeng dan Prasmanan
Mungkin tradisi Ngobeng ini akan kalah pamornya dengan istilah 'Prasmanan' seperti yang kita temukan saat ini. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang begitu mencolok di antara keduanya.
Prasmanan selalu terlintas bahwa setiap ingin menyantap makanan dipersilahkan untuk mengambil sepuasnya. Lebih dari itu, konsep prasmanan ini tentu tidak terhindarkan dari mubazir atau membuang makanan karena mengambil porsi yang terlalu banyak.
Uniknya, setiap tamu pun secara otomatis akan menjaga perilakunya dengan cara mengambil makanan secukupnya dan biasanya akan meminta untuk menambah nasi atau lauk.
Tradisi Penuh Makna
Tradisi Ngobeng ini sejatinya akan lebih baik jika diterapkan di kondisi saat ini. Selain mengandung unsur adab yang baik, melainkan juga menekankan prinsip-prinsip yang ada dalam agama Islam.
Selain itu, dari sisi 'Ngobeng' pun juga mengandung arti jika hal tersebut merupakan bagian dari konsep gotong royong dan saling bantu membantu satu sama lain.
Bagi para tamu, makan bersama dalam satu lingkaran dengan duduk bersila tentu memicu timbulnya rasa akrab satu sama lain. Dengan tradisi ini akan cenderung mengedepankan sisi kekeluargaan dan kebersamaan yang lebih intim ketimbang konsep prasmanan.