Mengenang Petisi 50, Surat Protes Kepada Presiden Soeharto yang Ditandatangani 50 Tokoh di Indonesia
Ini merupkan sebuah peristiwa sejarah di era Orde Baru yang mungkin tidak banyak orang ketahui.
Ini merupkan sebuah peristiwa sejarah di era Orde Baru yang mungkin tidak banyak orang ketahui.
Mengenang Petisi 50, Surat Protes Kepada Presiden Soeharto yang Ditandatangani 50 Tokoh di Indonesia
Era Orde Baru telah mencetak sejarah yang tidak terlupakan oleh siapapun yang pernah mengalaminya. Banyak polemik dan hiruk pikuk yang terjadi dalam dinamika pemerintahan Indonesia, salah satunya penyalahgunaan Pancasila sebagai senjata untuk berpolitik.
Dihumpun dari beberapa sumber, penyalahgunaan ini dilayangkan oleh Presiden Soeharto yang menyatakan jika Pancasila menjadi sebuah "perlindungan" bagi dirinya secara pribadi apabila ada yang mengkritiknya.
-
Bagaimana cara Soeharto memilih wakil presiden di era Orde Baru? Menurut Soeharto, tim ini yang akan memberikan penilaian akhir dari nama-nama yang muncul untuk menjadi wakil presiden Soeharto."Saya tidak sendiri memilih wakil presiden," kata Soeharto.
-
Apa yang diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 5 Agustus 1962? Hotel Indonesia diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1962 oleh Presiden RI Pertama, Soekarno, guna menyambut pagelaran Asian Games IV tahun 1962.
-
Siapa yang bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
-
Kapan Soeharto mendapat gelar Jenderal Besar? Presiden Soeharto mendapat anugerah jenderal bintang lima menjelang HUT Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ke-52, tanggal 5 Oktober 1997.
-
Siapa yang berencana meracuni Soeharto? Rupanya tamu wanita yang tidak kami undang itu berencana meracuni kami sekaluarga," kata Soeharto.
-
Siapa yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) pada tahun 1955? Pada tahun 1955, Presiden Soekarno mengangkat Jenderal Mayor Bambang Utoyo sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ke-4.
Sontak, pernyataan yang ia layangkan dalam sebuah pidato pada rapat pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di Pekanbaru, Riau, tanggal 27 Maret 1980 itu berbuntut panjang. Lebih dari itu, Soeharto sendiri juga berniat untuk menggabungkan ABRI dengan Partai Golkar agar terciptanya sistem pemerintahan yang kuat dari berbagai ancaman.
Pihak militer yang mendengar pidato tersebut tuai pro dan kontra sehingga lahirnya sebuah petisi yang ditandatangani oleh 50 tokoh pemberani atas kekecewaan yang mereka dengar dari Soeharto.
Seperti apa rangkaian persitiwa dari Petisi 50 beserta isinya? Simak rangkuman informasinya yang dirangkum merdeka.com dari beberapa sumber berikut ini.
Pidato Kontroversi
Sebuah pernyataan yang disampaikan Presiden Soeharto di Pekanbaru, Riau itu bukanlah pernyataan satu-satunya. Namun, Ia kembali mengulang pernyataan tersebut pada saat peringatan Hari Jadi Kopassus.
Lantas, pernyataan tersebut membuat banyak pihak yang merasa kecewa dan mengundang kritik serta cemooh dari kaum intelektual maupun tokoh militer saat itu.
Dihimpun dari beberapa sumber, Soeharto juga mengatakan sebagai sebuah kekuatan sosial-politik, ABRI harus memilih mitra politik yang benar. Pada situasi tersebut, kondisi kekuatan sosial-politik mengakibatkan rasa keraguan yang ada pada diri Soeharto.
Layangkan Petisi
Buntut dari pidato Presiden Soeharto itulah akhirnya memicu lahirnya sebuah petisi yang ditandatangani oleh 50 tokoh terkemuka di Indonesia dengan nama Petisi 50. Mereka yang berani menyuarakan keresahannya itu sebagai bentuk dari "ungkapan keprihatinan".
- Tersenyum Manis dan Tepuk Tangan Titiek Soeharto saat Prabowo Subianto Beri Hormat Setelah Dilantik
- Potret Lawas Presiden Soeharto Mendapat Pangkat Jenderal Besar Bintang 5, Didampingi Sosok Jenderal Bintang 4
- Ada di Mana Soeharto Saat Momen Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945?
- Momen Lawas Presiden Soeharto Meresmikan Pabrik, Tak Tanggung-tanggung Jumlahnya 275 Pabrik
Dari 50 tokoh yang berani untuk menentang bentuk pernyataan dari Presiden Soeharto itu di antaranya adalah Mantan KASAD Jenderal A.H. Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, Mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, Mohammad Natsir, hingga Syafruddin Prawiranegara.
Petisi tersebut secara resmi diterbitkan pada tanggal 5 Mei 1980 di Jakarta. Dengan ditandatanganinya petisi tersebut, diharapkan Presiden Soeharto bisa mawas diri namun di sisi lain, mereka yang memilih untuk tanda tangan juga tak luput dari risiko yang cukup besar.
Dibacakan di Depan Anggota DPR
Tepat pada tanggal 13 Mei 1980, petisi ungkapan keprihatinan itu dibacakan di depan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tujuan untuk meyakini para wakil rakyat untuk meminta penjelasan apa maksud dari pernyataan sang presiden.
Tanggal 3 Juli 1980, sebanyak 19 anggota DPR mengajukan sebuah dokumen yang berisikan dua pertanyaan kepada Presiden Soeharto. Salah satu pertanyaan tersebut adalah apakah petisi tersebut memuat masalah-masalah penting yang patut mendapatkan perhatian dari DPR maupun pemerintah.
Pertanyaan kedua, apakah rakyat Indoensia patut mendapatkan penjelasan yang menyeluruh dan rinci tentang masalah yang diangkat. Kedua pertanyaan tersebut mengundang berbagai reaksi di tubuh DPR, termasuk salah satu anggota yang tidak setuju jika presiden harus menjawab pertanyaan tersebut.
Isi Petisi 50
Pada bagian isi dari Petisi 50 itu terdapat 6 poin penting yang disampaikan sebagai bentuk rasa keprihatinan atas pernyataan Presiden Soeharto, di antaranya adalah:
1. Mengungkap prasangka adanya polarisasi di antara mereka yang ingin "melestarikan Pancasila" dan satu pihak ada yang ingin "mengganti Pancasila".
2. Keliru menafsirkan Pancasila sehingga dapat digunakan sebagai suatu ancaman terhadap lawan-lawan politik. Namun, nyatanya Pancasila hanyalah untuk menyatukan bangsa.
3. Membenarkan tindak-tindakan tidak terpuji oleh pihak yang berkuasa untuk melakukan rencana membatalkan UUD 1945.
4. Meyakinkan pihak ABRI untuk memihak, untuk tidak berdiri di atas seluruh golongan masyarakat, melainkan memilih-milih temannya berdasarkan pihak yang berkuasa.
5. Membenarkan kesan bahwa dia adalah personifikasi Pancasila sehingga desas-desus tentang dirinya ditafsirkan sebagai anti Pancasila.
6. Melontarkan tuduhan ada usaha-usaha untuk mengangkat senjata, hingga perbuatan jahat lainnya dalam menghadapi Pemilu yang akan datang.