Sebagai Bentuk Penghormatan Terhadap Leluhur, Ini Fakta Tradisi Mangai Binu dari Nias
Mengenal tradisi Mangai Binu dari Nias, perburuan kepala manusia sebagai bentuk status sosial.
Meski terkesan kejam dan brutal, rupanya tradisi Mangai Binu dari Nias ini merupakan sebuah bentuk penghormatan kepada leluhur.
Sebagai Bentuk Penghormatan Terhadap Leluhur, Ini Fakta Tradisi Mangai Binu dari Nias
Kepulauan Nias memiliki ragam tradisi dan budaya yang unik. Terdapat satu tradisi yang mungkin terdengar cukup mengerikan yang bernama Mangai Binu atau Mangai Binu.
Mangai Binu adalah tradisi berburu kepala manusia yang dilakukan oleh seorang Emali. Memang, tradisi menyeramkan ini sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Seiring berjalannya waktu, Mangai Binu berkembang menjadi penanda status sosial.
Meski tradisi ini sudah hilang saat agama Kristen mulai masuk ke Nias, namun Mangai Binu menjadi identitas masyarakat setempat. Berikut fakta-fakta tradisi berburu kepala yang dirangkum dari beberapa sumber berikut ini.
-
Apa itu tradisi Dudus di Banten? Dudus jadi tradisi unik yang dimiliki warga Karundang Tengah, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten.Gambar: YouTube SCTV Banten Sesuai namanya, Dudus berarti tradisi mandi kembang dan sudah jadi warisan turun temurun dari leluhur di Cipocok Jaya.
-
Kapan Tradisi Mantu Kucing dimulai? Tradisi Mantu Kucing dilakukan oleh masyarakat di Dusun Njati, Pacitan, Jawa Timur sejak 1960-an.
-
Apa itu Tradisi Nengget? Tradisi kuno dan unik dari Karo Sumut ini dilakukan dengan diam-diam. HAl ini bertujuan agar sebuah keluarga bisa segera memiliki anak laki-laki.
-
Apa makna dari budaya mencium tangan di Indonesia? Biasanya, budaya cium tangan atau salim tangan ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai tanda hormat dan sopan santun.
-
Mengapa tradisi Nyawalan di Ciamis melibatkan berbagai kesenian tradisional? Dalam bahasa Sunda, nyawalan artinya merayakan bulan Syawal atau bulan kemenangan di Hari Raya Idulfitri. Sisi menarik dari nyawalan adalah seluruh pengisi acaranya berasal dari warga setempat dengan memakai dandanan ala masyarakat tradisional Sunda.
-
Mengapa Tradisi Panah Kasumedangan menjadi budaya penting di Sumedang? “Ini mulanya berawal dari raja pertama yakni Prabu Geusan Ulun yang membawa Panah Kasumedangan,” kata Ketua Wadah Endong Panah Kasumedangan Bayu Gustia Nugraha, menguntip YouTube Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX.
Hanya Dilakukan Kalangan Tertentu
Mengutip liputan6.com, dalam pelaksanaan Mangai Binu ini dilakukan oleh seorang Emali yang tentunya tidak bisa dilakukan oleh banyak orang Nias. Mereka adalah orang-orang yang memiliki derajat atau kasta tinggi.
Apabila seorang Emali ini semakin banyak permintaan kepala untuk dipenggal, menandakan semakin tingginya kekuasaan serta kekayaan orang tersebut.
(Foto: Pixabay)
Dalam praktiknya, seorang Emali biasanya diminta oleh para ahli waris untuk memburu Mangai Binu. Tak tanggung-tanggung, pekerjaan Emali yang taruhannya nyawa itu juga dibayar dengan angka yang cukup tinggi. Wajar apabila hanya mereka yang kaya yang bisa melaksanakannya.
Dianggap Sebagai Pahlawan
Pada zaman dahulu, Nias selalu berkutat dengan peperangan dan juga kekerasan. Para pemuda Nias sudah memiliki keahlian seperti lompat batu setinggi dua meter.
Seorang laki-laki sudah dianggap dewasa dan sudah boleh masuk ke dalam Osali setelah dirinya menjadi Iramatua. Iramatua adalah sebuah gelar yang disematkan kepada pemuda yang berhasil memperoleh satu kepala manusia untuk digantung di Osali.
Ketika mereka kembali ke kampung dengan membawa satu kepala manusia, ia akan disanjung-sanjung bak pahlawan. Kemudian diadakanlah sebuah pesta yang mengorbankan banyak babi.
- Mengenal Mangebang Solu Bolon, Tradisi Perkenalan Kapal Angkut Massal di Danau Toba
- Masuk Ekspresi Budaya Tradisional, Ini Fakta Tradisi Mandi Besimbur Khas Bangka Belitung
- Manafo, Tradisi Menginang Ala Masyarakat Nias yang Penuh Makna
- Sudah Ada Sejak Ribuan Tahun Lalu, Begini Fakta Penggunaan Payung dari Masa ke Masa
Di saat itulah, kepala Banua akan memberikan Kalabubu (semacam cinderamata) kepada pemuda tersebut sebagai tanda sudah menjadi seorang Iramatua.
Legenda Awuwukha
Menurut sejarah lisan yang berkembang di Nias, tradisi Mangai Binu tak jauh dari legenda Awuwukha. Sosok manusia digdaya yang pernah hidup di Nias sejak abad ke-19.
Awuwukha tekrenal sebagai manusia pemberani dan hebat karena piawai dalam membunuh orang. Pada suatu hari, datanglah seorang dari Susua yang menyebarkan kabar bahwa kampungnya akan diadakan pesta owasa.
Kemudian, seseorang pembawa kabar itu melewati rumah Awuwukha dan terhenti sejenak. Lalu seorang ibu-ibu berteriak "Hey lelaki yang kelihatan kemaluannya, untuk apa teriak-teriak seperti itu?" katanya. Rupanya ibu-ibu tersebut adalah ibunda dari Awuwukha.
Merasa tidak terima karena dianggap sebagai ungkapan mengejek, si pembawa kabar tadi langsung memporak-porandakan rumah tersebut. Awuwukha hanya bisa terdiam dan menahan amarahnya saat itu. Lalu, ia bersumpah untuk memenggal kepala orang-orang yang sudah menghancurkan rumahnya tersebut.
Bak Pembunuh Bayaran
Dalam pelaksanaannya, para Emali akan menjelajahi daerah-daerah untuk memburu kepala sesuai dengan pesanan pelanggannya. Harga untuk satu kepala bisa dibayar dengan sejumlah babi atau bisa diganti dengan uang sebesar 100 atu 200 Gulden.
Namun, harga tersebut bisa naik apabila menginginkan lawannya hidup-hidup lalu dieksekusi di atas batu Awina. Satu kepala itu bisa diharga 6 ekor babi berukuran lima alisi.