Bocah Ini Dinobatkan Jadi Kaisar Saat Berusia 2 Tahun, Hidupnya Penuh Lika-Liku dan Berakhir Jadi Rakyat Jelata
Kaisar Aisin-Gioro Puyi menjalani kehidupan yang dipenuhi dengan berbagai gejolak dan intrik politik sepanjang masa pemerintahannya.
Pada 2 Desember 1908, Aisin-Gioro Puyi secara resmi diangkat sebagai Kaisar Xuantong, meskipun usianya masih dua tahun. Penunjukan Puyi sebagai kaisar baru terjadi setelah pamannya, Kaisar Guangxu, meninggal dunia akibat keracunan arsenik pada 14 November 1908.
Berdasarkan informasi dari ThoughtCo pada Senin (2/12), Puyi lahir pada 7 Februari 1906 di Beijing, China, sebagai anak dari Pangeran Chun (Zaifeng) dari klan Aisi-Gioro dan Youlan dari klan Guwalgiya, yang merupakan anggota keluarga kerajaan terkemuka di China. Keluarga Puyi memiliki hubungan yang dekat dengan penguasa de facto saat itu, yaitu Janda Permaisuri Cixi.
-
Bagaimana Kaisar Jepang bepergian? Ada sebuah dokumen yang digunakan kaisar Jepang dan permaisurinya Masako tidak perlu menggunakan paspor saat bepergian ke luar negeri.
-
Kapan Kaisar Qianlong memerintah? Dia diculik dan dipersembahkan untuk Kaisar Qianlong di Peking, penguasa seantero China yang memerintah dari tahun 1735 hingga 1795.
-
Kapan Kaisar Caligula menjadi kaisar? Caligula menjadi kaisar Romawi saat masih berusia 25 tahun pada tahun 37 Masehi hingga 41 Masehi.
-
Bagaimana Jang Hui-bin naik tahta? Berangkat dari dayang istana, posisi Jang menanjak hingga dia menjadi selir kesayangan Raja Sukjong dan kemudian ratu Kerajaan Korea.
-
Apa yang terjadi pada Nyai Ageng Pinatih saat masih bayi? Saat masih bayi, Sunan Giri ditemukan awak kapal tersangkut salah satu kapal milik Nyai Ageng Pinatih yang tengah berlayar ke Pulau Bali.
-
Siapa Raja Kanjuruhan yang terkenal cerdas dan berbakat sejak kecil? Latar Belakang Pangeran Limwa lahir di lereng Gunung Kawi sebagai putra bungsu Dewasimha, Raja Kanjuruhan. Sejak kecil, Limwa terkenal cerdas dan berbakat. Ia juga sangat disayang oleh orang tuanya.
Saat dinobatkan, Puyi yang masih balita dilaporkan menangis dan meronta-ronta. Ia diadopsi secara resmi oleh Permaisuri Longyu. Selama empat tahun berikutnya, kaisar cilik ini tinggal di Kota Terlarang, terpisah dari keluarganya dan dikelilingi oleh kasim yang harus memenuhi semua keinginannya. Ketika menyadari kekuasaannya, Puyi sering kali memerintahkan para kasim untuk dicambuk jika merasa tidak senang. Hanya perawatnya, Wen-Chao Wang, yang berani mendisiplinkan Puyi, berperan sebagai sosok ibu pengganti bagi sang kaisar kecil.
Pada 12 Februari 1912, Permaisuri Longyu menandatangani Maklumat Kekaisaran yang mengatur pengunduran diri Puyi, secara resmi mengakhiri masa pemerintahannya. Sebagai imbalan atas kerjasamanya, Longyu dilaporkan menerima 1.700 pon perak dan jaminan bahwa ia tidak akan dieksekusi oleh Jenderal Yuan Shikai. Yuan kemudian menyatakan dirinya sebagai Presiden Republik China hingga Desember 1915, ketika ia menganugerahi diri sendiri gelar Kaisar Hongxian pada tahun 1916. Ia berusaha mendirikan dinasti baru, namun meninggal tiga bulan setelah itu karena gagal ginjal sebelum bisa naik takhta.
Sementara itu, Puyi tetap berada di Kota Terlarang dan tidak menyadari Revolusi Xinhai yang mengguncang kekaisarannya. Pada Juli 1917, seorang panglima perang bernama Zhang Xun sempat mengembalikan Puyi ke tahta selama sebelas hari, tetapi restorasi tersebut dibatalkan oleh saingan Zhang, Duan Qirui. Akhirnya, pada tahun 1924, panglima perang lainnya, Feng Yuxian, mengusir Puyi yang saat itu berusia 18 tahun dari Kota Terlarang.
Kaisar Boneka Jepang
Puyi tinggal di kedutaan besar Jepang di Beijing selama satu setengah tahun. Pada tahun 1925, ia pindah ke konsesi Jepang di Tianjin, yang terletak di bagian utara garis pantai China. Dalam situasi ini, Puyi berhadapan dengan etnis Han Tionghoa yang telah menggulingkannya dari kekuasaan.
Mantan kaisar tersebut mengirim surat kepada menteri perang Jepang pada tahun 1931, meminta bantuan untuk mengembalikan tahtanya. Jepang kemudian menemukan alasan untuk menyerang dan menduduki Manchuria, yang merupakan tanah kelahiran nenek moyang Puyi. Pada November 1931, Jepang mengangkat Puyi sebagai kaisar boneka di negara bagian Manchukuo yang baru dibentuk.
Meskipun diangkat sebagai kaisar, Puyi merasa tidak puas karena ia hanya memerintah Manchuria dan bukan seluruh China. Ia juga merasa tertekan di bawah kendali Jepang, di mana ia dipaksa menandatangani pernyataan bahwa jika ia memiliki seorang putra, anak tersebut akan dibesarkan di Jepang. Antara tahun 1935 dan 1945, Puyi berada di bawah pengawasan seorang perwira Tentara Kwantung yang mengawasi aktivitasnya sebagai Kaisar Manchukuo. Selama periode ini, para pengurusnya secara bertahap menggantikan staf aslinya dengan simpatisan Jepang. Ketika Jepang menyerah pada akhir Perang Dunia II, Puyi mencoba melarikan diri ke Jepang, tetapi ia ditangkap oleh Tentara Merah Soviet.
Puyi dipaksa untuk bersaksi di pengadilan kejahatan perang di Tokyo pada tahun 1946. Setelah itu, ia tetap dalam tahanan Soviet di Siberia hingga tahun 1949. Ketika Tentara Merah yang dipimpin Mao Zedong meraih kemenangan dalam Perang Saudara China, pemerintah Soviet menyerahkan Puyi yang kini berusia 43 tahun kepada pemerintah komunis China yang baru terbentuk. Puyi mengalami perjalanan hidup yang penuh liku-liku, dari seorang kaisar hingga menjadi tahanan, yang mencerminkan perubahan besar dalam sejarah China.
Pemerintahan Mao Zedong
Mao Zedong memerintahkan agar Puyi dikirim ke Pusat Manajemen Penjahat Perang Fushun, yang lebih dikenal sebagai Penjara Liaodong No. 3. Penjara ini berfungsi sebagai kamp pendidikan ulang bagi tawanan perang dari Kuomintang, Manchukuo, dan Jepang.
Selama sepuluh tahun berikutnya, Puyi menjalani hidupnya di dalam penjara, terus-menerus terpapar dengan propaganda komunis. Pada tahun 1959, ia merasa siap untuk berbicara di depan umum demi mendukung Partai Komunis China, sehingga ia dibebaskan dari kamp pendidikan ulang dan diizinkan kembali ke Beijing. Di sana, ia mendapatkan pekerjaan sebagai asisten tukang kebun di Kebun Raya Beijing.
Pada tahun 1962, Puyi menikahi seorang perawat bernama Li Shuxian. Mantan kaisar ini juga berperan sebagai editor untuk Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China sejak tahun 1964, serta menulis otobiografi berjudul "Dari Kaisar ke Rakyat," yang mendapatkan dukungan dari pejabat tinggi partai seperti Mao dan Zhou Enlai. Namun, ketika Mao meluncurkan Revolusi Kebudayaan pada tahun 1966, Pengawal Merah segera menargetkan Puyi sebagai simbol utama "China kuno." Akibatnya, ia diletakkan di bawah pengawasan ketat dan kehilangan banyak kenyamanan yang telah dinikmatinya selama bertahun-tahun setelah dibebaskan dari penjara. Pada saat itu, kesehatan Puyi juga mulai menurun.
Pada tanggal 17 Oktober 1967, Puyi, yang merupakan kaisar terakhir China, meninggal dunia di usia 61 tahun akibat kanker ginjal. Kehidupan Puyi yang penuh dengan keanehan dan gejolak berakhir di kota tempat ia dilahirkan, setelah enam dekade dan tiga rezim politik yang berbeda. Sejarah hidupnya mencerminkan perjalanan yang kompleks dan dramatis dari seorang penguasa menjadi seorang warga negara biasa.