Ketegasan Kolonel Hidajat, Ayah Sendiri Nyaris Dihukum Mati
Merdeka.com - Kesetiaan sang kolonel terhadap Republik Indonesia tak perlu diragukan lagi. Rela meninggalkan anak-istri di wilayah pendudukan musuh dan berselisih paham dengan ayah kandung sendiri.
Oleh Hendi Jo
Bukittinggi pada pertengahan Desember 1948 pagi itu diserang Belanda. Beberapa pesawat pembom-nya dengan ganas menyasar beberapa titik, termasuk tempat Kolonel Hidajat Martaatmadja (komandan Markas Besar Komando Sumatra) tengah membuka rapat dengan para staf-nya.
-
Apa penyebab utama peristiwa Talangsari? Sejak aturan itu diterapkan, semua organisasi masyarakat, termasuk organisasi keagamaan, wajib menjadikan Pancasila sebagai asas utama.
-
Mengapa peristiwa Talangsari terjadi? Awal mula peristiwa Talangsari dipicu oleh semakin kuatnya doktrin pemerintahan Soeharto tentang asas tunggal Pancasila.
-
Kenapa terjadi perang saudara? Perang saudara pecah setelah pembelahan kerajaan oleh Airlangga. Persaingan kedua putranya tidak berakhir setelah masing-masing menjadi raja. Mereka justru saling serang.
-
Kenapa Kiai Tunggul Wulung dan Kiai Pandanaran berselisih? Karyono mengatakan, kemungkinan perselisihan dipicu oleh perbedaan keyakinan. Berdasarkan penuturannya, Kiai Pandanaran merupakan seorang muslim, sementara Kiai Tunggul Wulung merupakan seorang budha.
-
Kenapa konflik agraria di Tanjung Morawa memicu kerusuhan? Namun pasca kemerdekaan Indonesia, Deli Planters Vereeniging kembali dan ingin mengusir para penduduk yang sudah lama merawat tanah yang tinggalkannya tersebut. Penduduk yang sebagian besar petani itu menolak dan terjadilah konflik besar-besaran.
-
Mengapa Raden Ario Soerjo dibunuh? Dihimpun dari berbagai sumber, tepat tanggal 18 September tahun 1948 PKI mulai melancarkan pemberontakan di Madiun.
Hidajat dan para staf-nya lantas lari menuju lobang-lobang perlindungan. Mereka langsung mengambil posisi tiarap. Beberapa bom jatuh menimpa Markas Besar Komando Sumatra dan Markas Komando Sumatra Barat. Dua Gedung yang berdampingan itu seketika hancur lebur.
"Beberapa korban jatuh. Saya terelak dari sebuah pemboman. Tuhan Maha Besar," kenang Chairun Basri seperti diceritakannya dalam buku Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan Jilid Pertama.
Tak ada cara lain, Mayor Chairun Basri yang saat itu menjabat sebagai kepala intelijen Komando Sumatra, menyarankan Kolonel Hidajat beserta seluruh staf-nya mundur ke Pasaman. Itu nama wilayah yang terletak di utara Sumatera Barat dan memiliki posisi strategis secara militer. Selain merupakan gudang beras, Pasaman pun adalah akses yang mudah untuk berhubungan dengan luar negeri, terutama Singapura, tempat suplai logistik dan persenjataan buat para gerilyawan republik.
Pada 20 Desember 1948, rombongan Kolonel Hidajat memulai gerakan mundur dari Bukittinggi ke Pasaman. Usai melakukan konsolidasi antar pasukan, Kolonel Hidajat mulai merencanakan perjalanan untuk mengunjungi front-front terdepan di seluruh Sumatra. Jika dihitung dari segi jarak, maka perjalanan tersebut harus menempuh ribuan kilometer.
"Semua itu harus dilakukan lewat jalan kaki, di sela-sela pertahanan dan kedudukan Belanda," ungkap Chairun.
Safari perang pertama sang kolonel dimulai dari arah selatan guna membangun komunikasi dengan Kolonel M. Simbolon. Mereka bergerak melalui rute Pekanbaru-Rengat-Jambi.
Dalam perjalanan panjang itu, selain Mayor Chairun, Hidayat pun disertai oleh dua ajudannya: Kapten Islam Salim dan Kapten Jusuf Ramli beserta beberapa orang prajurit.
"Kami menempuh jarak panjang melalui hutan belantara, dengan rakit menyusuri sungai-sungai, naik-turun bukit silih berganti," kenang Chairun.
Sejak itu pula mereka harus berkawan akrab dengan berbagai marabahaya: Mulai ancaman binatang buas (harimau, gajah dan beruang) hingga serangan tentara Belanda.
Setiap malam mereka berkemah di tengah hutan belantara yang kadang minim sekali tertembus sinar bulan atau bintang. Suasana memang agak mencekam, namun di tengah semua itu, mereka masih sempat memikirkan isteri yang entah di mana berada bersama anak-anak yang masih kecil.
"Tapi semua beban dirasakan agak ringan, karena kita semua selalu berbagi," kenang Chairun.
Selama bergerilya di hutan-hutan Sumatra, Hidajat sendiri istrinya yang bernama Ratu Aminah dan seorang putri bernama Dewi. Mereka terpaksa "menjadi tawanan" di di Yogyakarta, yang sejak 19 Desember 1948 sudah diduduki tentara Belanda. Tentu saja hal tersebut membuat Hidajat sempat mengkhawatirkan kondisi mereka. Hanya doa yang bisa dilantunkan agar mereka selamat.
Ayah Sendiri pun Dilawan
Demi Republik Indonesia, Kolonel Hidajat memang tak ragu mempertaruhkan apapun. Soal itu pernah menjadi suatu dilema bagi dirinya. Alkisah saat menjabat sebagai Kepala Staf Divisi Siliwangi (1947) Hidajat yang Republiken memiliki pandangan politik yang berbeda dengan sang ayah yang bernama Raden Rangga M. Martaatmadja.
Sebagai eks wedana di Cimahi pada era Hindia Belanda, Raden Rangga belum mempercayai orang-orang Hindia Belanda bisa mengurus dirinya sendiri. Karena itulah, dia lebih cenderung berpihak ke kubu H.J. van Mook di era revolusi.
Soal perbedaan keyakinan politik itu pernah menjadi sebab terjadinya suatu peristiwa yang nyaris menumpahkan darah Raden Rangga. Itu diceritakan oleh Dewi A. Rais Abin dalam Hidayat, Father, Friend and A Gentleman.
Suatu malam dengan diantar oleh dua prajurit dari Batalyon Nasuhi, Raden Rangga mendatangi tempat persembunyian Kolonel Hidajat di suatu tempat sekitar Banjar-Manonjaya-Tasiklmalaya.
Kedatangan Raden Rangga ternyata bukan sekadar kunjungan kangen dari seorang ayah kepada anaknya namun lebih dari itu: meloloskan "surat bujukan" seorang komandan tentara Belanda (yang mengaku kawan Hidajat saat belajar di Akademi Militer Kerajaan Belanda di Breda).
Menurut Dewi yang tak lain putri dari Hidajat, awalnya kedatangan Raden Rangga disambut baik oleh ayahnya. Namun setelah mengetahui maksud sebenarnya, Hidajat sangat marah. Terjadilah pertengkaran hebat antara keduanya hingga Dewi yang saat itu sedang ada di kamar mendengar bunyi benda keras menimpa lantai papan pondok yang mereka tempati.
"Daar heb je jouw pistol, schiet mij maar dood!" (Kau kan punya pistol, ayo tembaklah aku dengan pistolmu itu!)." Dewi mendengar sang kakek berkata agak keras.
Perkataan itu kemudian dibalas dengan sengit oleh Hidajat. "Apa yang Eman (panggilan Hidajat untuk ayahnya) lakukan ini adalah kelakuan seorang pengkhianat dan dalam perjuangan kita seperti sekarang, seorang pengkhianat bangsa pantas dihukum mati! Tidak pandang bulu!
Oleh karena itu, saya terpaksa mengirim Eman kembali kepada komandan batalyon yang meminjamkan dua prajuritnya untuk mengawal Eman kemari. En stuur de ongeopen brief terug aan de zender. Want voor mij bestaat de brief niet! (Dan kembalikan surat yang tidak dibuka itu. Karena bagi saya, surat itu tidak pernah ada!)
Kendati Kolonel Hidajat sudah menyerahkan nasib ayahnya kepada Mayor Nasuhi, nyatanya komandan batalyon itu malah membebaskan Raden Rangga. Rupanya Nasuhi sangat menghargai sikap jujur dari atasannya tersebut, sehingga dia memutuskan untuk tidak menindak Raden Rangga dengan hukuman setimpal sesuai aturan revolusi: ditembak mati. (mdk/ian)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hingga kini, kepolisian masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut kaitan dengan kejadian itu.
Baca SelengkapnyaAdapun eksekusi rumah milik Rasich Hanif diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Baca SelengkapnyaIa lahir dari keluarga ulama besar Minangkabau yang terjun di dunia kemiliteran hingga menjabat sebagai menteri di era PRRI.
Baca SelengkapnyaBngsawan yang lahir di Madura ini adalah pembela rakyat kecil.
Baca SelengkapnyaAkibat tindakannya ini, kerajaan Pajajaran saat itu mulai mengalami kemunduran hingga memasuki zaman pralaya atau jahiliyah.
Baca SelengkapnyaTersangka FO sempat membantah dan mengaku jika dirinya tidak melakukan penikaman terhadap korban CR.
Baca SelengkapnyaPolisi menjelaskan motif di balik peristiwa berdarah yang mengakibatkan tewasnya satu orang warga Sampang.
Baca SelengkapnyaJoktan Bani (67) tewas mengenaskan setelah lehernya ditebas putra kandungnya YB alias Yosit (35). Sang anak juga tewas, diduga bunuh diri.
Baca SelengkapnyaSejumlah warga lainnya mengalami luka-luka malam itu. Ada yang di bagian mata diduga terkena tusukan karena anggota TNI itu membawa sajam dan kayu.
Baca SelengkapnyaAjarannya dianggap kontroversial, bahkan masih jadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Baca SelengkapnyaPada masanya, Kerajaan Mataram Islam berhasil menumpas berbagai pemberontakan dan melakukan berbagai usaha penaklukkan
Baca SelengkapnyaSebelum terjadi pemukulan, korban dan pelaku diketahui sempat terlibat cekcok mulut
Baca Selengkapnya