Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ketegasan Kolonel Hidajat, Ayah Sendiri Nyaris Dihukum Mati

Ketegasan Kolonel Hidajat, Ayah Sendiri Nyaris Dihukum Mati Kolonel Hidajat. ©2023 Arsip NasionalBelanda

Merdeka.com - Kesetiaan sang kolonel terhadap Republik Indonesia tak perlu diragukan lagi. Rela meninggalkan anak-istri di wilayah pendudukan musuh dan berselisih paham dengan ayah kandung sendiri.

Oleh Hendi Jo

Bukittinggi pada pertengahan Desember 1948 pagi itu diserang Belanda. Beberapa pesawat pembom-nya dengan ganas menyasar beberapa titik, termasuk tempat Kolonel Hidajat Martaatmadja (komandan Markas Besar Komando Sumatra) tengah membuka rapat dengan para staf-nya.

Hidajat dan para staf-nya lantas lari menuju lobang-lobang perlindungan. Mereka langsung mengambil posisi tiarap. Beberapa bom jatuh menimpa Markas Besar Komando Sumatra dan Markas Komando Sumatra Barat. Dua Gedung yang berdampingan itu seketika hancur lebur.

"Beberapa korban jatuh. Saya terelak dari sebuah pemboman. Tuhan Maha Besar," kenang Chairun Basri seperti diceritakannya dalam buku Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan Jilid Pertama.

Tak ada cara lain, Mayor Chairun Basri yang saat itu menjabat sebagai kepala intelijen Komando Sumatra, menyarankan Kolonel Hidajat beserta seluruh staf-nya mundur ke Pasaman. Itu nama wilayah yang terletak di utara Sumatera Barat dan memiliki posisi strategis secara militer. Selain merupakan gudang beras, Pasaman pun adalah akses yang mudah untuk berhubungan dengan luar negeri, terutama Singapura, tempat suplai logistik dan persenjataan buat para gerilyawan republik.

Pada 20 Desember 1948, rombongan Kolonel Hidajat memulai gerakan mundur dari Bukittinggi ke Pasaman. Usai melakukan konsolidasi antar pasukan, Kolonel Hidajat mulai merencanakan perjalanan untuk mengunjungi front-front terdepan di seluruh Sumatra. Jika dihitung dari segi jarak, maka perjalanan tersebut harus menempuh ribuan kilometer.

"Semua itu harus dilakukan lewat jalan kaki, di sela-sela pertahanan dan kedudukan Belanda," ungkap Chairun.

Safari perang pertama sang kolonel dimulai dari arah selatan guna membangun komunikasi dengan Kolonel M. Simbolon. Mereka bergerak melalui rute Pekanbaru-Rengat-Jambi.

Dalam perjalanan panjang itu, selain Mayor Chairun, Hidayat pun disertai oleh dua ajudannya: Kapten Islam Salim dan Kapten Jusuf Ramli beserta beberapa orang prajurit.

"Kami menempuh jarak panjang melalui hutan belantara, dengan rakit menyusuri sungai-sungai, naik-turun bukit silih berganti," kenang Chairun.

Sejak itu pula mereka harus berkawan akrab dengan berbagai marabahaya: Mulai ancaman binatang buas (harimau, gajah dan beruang) hingga serangan tentara Belanda.

Setiap malam mereka berkemah di tengah hutan belantara yang kadang minim sekali tertembus sinar bulan atau bintang. Suasana memang agak mencekam, namun di tengah semua itu, mereka masih sempat memikirkan isteri yang entah di mana berada bersama anak-anak yang masih kecil.

"Tapi semua beban dirasakan agak ringan, karena kita semua selalu berbagi," kenang Chairun.

Selama bergerilya di hutan-hutan Sumatra, Hidajat sendiri istrinya yang bernama Ratu Aminah dan seorang putri bernama Dewi. Mereka terpaksa "menjadi tawanan" di di Yogyakarta, yang sejak 19 Desember 1948 sudah diduduki tentara Belanda. Tentu saja hal tersebut membuat Hidajat sempat mengkhawatirkan kondisi mereka. Hanya doa yang bisa dilantunkan agar mereka selamat.

Ayah Sendiri pun Dilawan

Demi Republik Indonesia, Kolonel Hidajat memang tak ragu mempertaruhkan apapun. Soal itu pernah menjadi suatu dilema bagi dirinya. Alkisah saat menjabat sebagai Kepala Staf Divisi Siliwangi (1947) Hidajat yang Republiken memiliki pandangan politik yang berbeda dengan sang ayah yang bernama Raden Rangga M. Martaatmadja.

Sebagai eks wedana di Cimahi pada era Hindia Belanda, Raden Rangga belum mempercayai orang-orang Hindia Belanda bisa mengurus dirinya sendiri. Karena itulah, dia lebih cenderung berpihak ke kubu H.J. van Mook di era revolusi.

Soal perbedaan keyakinan politik itu pernah menjadi sebab terjadinya suatu peristiwa yang nyaris menumpahkan darah Raden Rangga. Itu diceritakan oleh Dewi A. Rais Abin dalam Hidayat, Father, Friend and A Gentleman.

Suatu malam dengan diantar oleh dua prajurit dari Batalyon Nasuhi, Raden Rangga mendatangi tempat persembunyian Kolonel Hidajat di suatu tempat sekitar Banjar-Manonjaya-Tasiklmalaya.

Kedatangan Raden Rangga ternyata bukan sekadar kunjungan kangen dari seorang ayah kepada anaknya namun lebih dari itu: meloloskan "surat bujukan" seorang komandan tentara Belanda (yang mengaku kawan Hidajat saat belajar di Akademi Militer Kerajaan Belanda di Breda).

Menurut Dewi yang tak lain putri dari Hidajat, awalnya kedatangan Raden Rangga disambut baik oleh ayahnya. Namun setelah mengetahui maksud sebenarnya, Hidajat sangat marah. Terjadilah pertengkaran hebat antara keduanya hingga Dewi yang saat itu sedang ada di kamar mendengar bunyi benda keras menimpa lantai papan pondok yang mereka tempati.

"Daar heb je jouw pistol, schiet mij maar dood!" (Kau kan punya pistol, ayo tembaklah aku dengan pistolmu itu!)." Dewi mendengar sang kakek berkata agak keras.

Perkataan itu kemudian dibalas dengan sengit oleh Hidajat. "Apa yang Eman (panggilan Hidajat untuk ayahnya) lakukan ini adalah kelakuan seorang pengkhianat dan dalam perjuangan kita seperti sekarang, seorang pengkhianat bangsa pantas dihukum mati! Tidak pandang bulu!

Oleh karena itu, saya terpaksa mengirim Eman kembali kepada komandan batalyon yang meminjamkan dua prajuritnya untuk mengawal Eman kemari. En stuur de ongeopen brief terug aan de zender. Want voor mij bestaat de brief niet! (Dan kembalikan surat yang tidak dibuka itu. Karena bagi saya, surat itu tidak pernah ada!)

Kendati Kolonel Hidajat sudah menyerahkan nasib ayahnya kepada Mayor Nasuhi, nyatanya komandan batalyon itu malah membebaskan Raden Rangga. Rupanya Nasuhi sangat menghargai sikap jujur dari atasannya tersebut, sehingga dia memutuskan untuk tidak menindak Raden Rangga dengan hukuman setimpal sesuai aturan revolusi: ditembak mati. (mdk/ian)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Geram Ibunya Sering Dianiaya, Pelajar di Garut Gelap Mata Bacok Ayah Tirinya Bertubi-tubi
Geram Ibunya Sering Dianiaya, Pelajar di Garut Gelap Mata Bacok Ayah Tirinya Bertubi-tubi

Hingga kini, kepolisian masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut kaitan dengan kejadian itu.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Kronologi Rasich Anak Eks Menteri PUPR Era Soeharto Tewas Sempat Kena Palu, Rumah Dieksekusi
VIDEO: Kronologi Rasich Anak Eks Menteri PUPR Era Soeharto Tewas Sempat Kena Palu, Rumah Dieksekusi

Adapun eksekusi rumah milik Rasich Hanif diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Baca Selengkapnya
Sosok Dahlan Djambek, Letnan Kolonel yang Menjadi Mendagri Era Kabinet PRRI
Sosok Dahlan Djambek, Letnan Kolonel yang Menjadi Mendagri Era Kabinet PRRI

Ia lahir dari keluarga ulama besar Minangkabau yang terjun di dunia kemiliteran hingga menjabat sebagai menteri di era PRRI.

Baca Selengkapnya
Sisi Lain Pangeran Trunojoyo, Anak Bangsawan yang Menentang Kekuasaan Mataram dan Belanda tapi Berujung Mati Muda
Sisi Lain Pangeran Trunojoyo, Anak Bangsawan yang Menentang Kekuasaan Mataram dan Belanda tapi Berujung Mati Muda

Bngsawan yang lahir di Madura ini adalah pembela rakyat kecil.

Baca Selengkapnya
Kisah Ratu Sakti, Raja Pajajaran yang Paling Dilaknat karena Bunuh Orang Tanpa Alasan
Kisah Ratu Sakti, Raja Pajajaran yang Paling Dilaknat karena Bunuh Orang Tanpa Alasan

Akibat tindakannya ini, kerajaan Pajajaran saat itu mulai mengalami kemunduran hingga memasuki zaman pralaya atau jahiliyah.

Baca Selengkapnya
Kesal Sering Dimaki, Pemuda Nekat Bunuh Ayah Tiri
Kesal Sering Dimaki, Pemuda Nekat Bunuh Ayah Tiri

Tersangka FO sempat membantah dan mengaku jika dirinya tidak melakukan penikaman terhadap korban CR.

Baca Selengkapnya
Berawal dari Kesalahpahaman, Ini Motif dan Kronologi Pembacokan Saksi Pilkada Sampang
Berawal dari Kesalahpahaman, Ini Motif dan Kronologi Pembacokan Saksi Pilkada Sampang

Polisi menjelaskan motif di balik peristiwa berdarah yang mengakibatkan tewasnya satu orang warga Sampang.

Baca Selengkapnya
ODGJ di Kupang Tebas Leher Ayah hingga Nyaris Putus, Pelaku Kemudian Bunuh Diri
ODGJ di Kupang Tebas Leher Ayah hingga Nyaris Putus, Pelaku Kemudian Bunuh Diri

Joktan Bani (67) tewas mengenaskan setelah lehernya ditebas putra kandungnya YB alias Yosit (35). Sang anak juga tewas, diduga bunuh diri.

Baca Selengkapnya
Korban Tewas Diserang TNI Seorang Kakek yang Mencari Cucunya
Korban Tewas Diserang TNI Seorang Kakek yang Mencari Cucunya

Sejumlah warga lainnya mengalami luka-luka malam itu. Ada yang di bagian mata diduga terkena tusukan karena anggota TNI itu membawa sajam dan kayu.

Baca Selengkapnya
Kisah Hidup Syekh Siti Jenar, Sosok Ulama Kontroversial pada Era Wali Songo yang Dihukum Mati
Kisah Hidup Syekh Siti Jenar, Sosok Ulama Kontroversial pada Era Wali Songo yang Dihukum Mati

Ajarannya dianggap kontroversial, bahkan masih jadi bahan perdebatan hingga saat ini.

Baca Selengkapnya
Kisah Hidup Anyakrawati, Raja Mataram yang Mendapat Gelar 'Panembahan Seda Ing Krapyak'
Kisah Hidup Anyakrawati, Raja Mataram yang Mendapat Gelar 'Panembahan Seda Ing Krapyak'

Pada masanya, Kerajaan Mataram Islam berhasil menumpas berbagai pemberontakan dan melakukan berbagai usaha penaklukkan

Baca Selengkapnya
Cekcok Mulut, Pria Tua di Bekasi Pukul Anak Kandung Pakai Linggis hingga Tewas
Cekcok Mulut, Pria Tua di Bekasi Pukul Anak Kandung Pakai Linggis hingga Tewas

Sebelum terjadi pemukulan, korban dan pelaku diketahui sempat terlibat cekcok mulut

Baca Selengkapnya