Kisah Mahasiswa RI Terjebak di Negeri Orang Hingga Kehilangan Status WNI Karena G30S PKI
Pada tahun 1950-an hingga 1960-an, Presiden Soekarno sedang gencar memberikan beasiswa kepada para mahasiswa untuk melanjutkan studi di luar negeri.
Pada tahun 1950-an hingga 1960-an, Presiden Soekarno sedang gencar memberikan beasiswa kepada para mahasiswa untuk melanjutkan studi di luar negeri.
Tujuannya agar Indonesia memiliki SDM yang berkualitas di berbagai bidang sehingga bisa mengelola Indonesia dengan baik. Namun nahas, alih-alih menimba ilmu mereka malah berakhir menjadi eksil.
-
Siapa yang terlibat dalam G30S/PKI? Baru saja terjadi G30S/PKI. Harga barang dan BBM naik terus. Perekonomian sangat sulit.
-
Kapan peristiwa G30S PKI terjadi? Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 1975, G30S PKI adalah peristiwa pengkhianatan atau pemberontakan yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan atau pengikut-pengikutnya terhadap Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 30 September 1965, termasuk gerakan atau kegiatan persiapan serta gerakan kegiatan lanjutannya.
-
Dimana Soekarno dipenjara? Di tahun 1929, orator ulung itu sempat ditawan Belanda karena gerakan pemberontakannya terhadap kolonialisme di Partai Nasional Indonesia (PNI).Ia diculik pasukan kolonial dan dijebloskan ke sebuah penjara kuno di Jalan Banceuy, bersama tiga tokoh lain, yakni R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II PNI Bandung), dan Soepriadinata (Anggota PNI Bandung).
-
Apa yang dilakukan pasukan G30S/PKI di Semarang? Gerakan G30S/PKI di Jakarta diikuti dengan gerakan di sejumlah daerah. Salah satunya di Jawa Tengah. Kolonel Sahirman yang dipengaruhi PKI membentuk Dewan Revolusi Jawa Tengah. Kolonel Sahirman dan Pasukannya Menduduki Markas Kodam Diponegoro Dia menyeberang ke kubu Letkol Untung Cs, dan merebut sejumlah obyek vital di Semarang.
-
Kapan G30S/PKI terjadi? 'Jumlah pasukan yang ikut gerakan ini sangat kecil. Kodam Jaya punya 60.000 prajurit, 20 kali lebih banyak dari pasukan yang ikut G30S.
-
Kenapa Soepardjo ke Jakarta jelang G30S/PKI? Jelang Pecahnya G30S/PKI, Soepardjo Mendapat Radiogram: Anak Sakit Dia terbang ke Jakarta. Tak cuma menemui keluarganya, Ternyata Soepardjo juga menemui tokoh-tokoh Gerakan 30 September.
Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) tidak hanya berpengaruh kepada pelaku penculikan para jenderal saja, lebih dari itu dibawah pimpinan Soeharto, penumpasan pihak yang terlibat menjangkau sampai kepada para mahasiswa yang mendapat beasiswa berkuliah di luar negeri.
Mereka yang saat itu berada di negeri orang tidak tahu-menahu mengenai gerakan tersebut, namun ikut terseret karena dianggap tidak setia kepada Indonesia dan dianggap mendukung PKI.
Hal ini lantaran mereka yang menolak menandatangani surat perjanjian loyalitas kepada pemerintahan yang baru (Orde Baru). Isi surat perjanjian itu adalah mengutuk pembunuhan terhadap para jenderal dan mengutuk pemerintahan Soekarno.
Mereka yang tidak mau menandatangani perjanjian kemudian paspornya dicabut, sehingga mereka tidak memiliki kewarganegaraan. Selain itu, mereka juga dipaksa untuk kembali ke Indonesia.
Sikap Politik
Dalam film dokumenter garapan Lola Amaria, salah satu seorang eksil, I Gede Arka mengatakan, “Mengutuk pembunuhan para jenderal, kami setuju. Tetapi, saat diminta untuk mengutuk pemerintahan Soekarno, kami tidak mau," ujarnya.
Status kewarganegaraan mahasiswa yang menolak pulang terus dipersoalkan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Adam Malik. Padahal, alasan mereka enggan pulang adalah kesetiaan kepada pemerintahan Soekarno, karena mereka dikirim ke luar negeri atas inisiatif Soekarno, bukan pemerintahan baru.
Akibat sikap politik tersebut, mereka kehilangan paspor dan identitas kewarganegaraan, serta hak untuk kembali ke Indonesia. Akhirnya, mereka terpaksa tinggal di negara lain dan dikenal sebagai eksil.
Beberapa eksil ada yang harus tinggal berpindah-pindah, ada pula yang memilih menetap di suatu negara.Puluhan tahun terjebak di luar negeri tanpa bisa pulang ke Indonesia memaksa mereka bekerja serabutan, bahkan di luar bidang keahlian mereka.
Mereka juga mengalami kesulitan berkomunikasi dengan kerabat di Indonesia.Pada awalnya, banyak eksil yang tetap tinggal tanpa status kewarganegaraan, berharap bisa mendapatkan kembali kewarganegaraan Indonesia.
Namun, karena kesempatan itu tak kunjung tiba, akhirnya mereka memilih menjadi warga negara di negara tempat mereka menetap untuk kebutuhan administrasi.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti