Kisah Masjid Jami Kalipasir Tertua di Tangerang, Pilarnya Pemberian Sunan Kalijaga
Merdeka.com - Bangunan rumah ibadah berdinding keramik berwarna coklat itu bernama Masjid Jami Kalipasir. Terletak di di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten, lokasi tersebut jadi masjid tertua di Tangerang. Pilar bangunan di sana dikabarkan pemberian dari Sunan Kalijaga.
Informasi ini dituturkan oleh Ketua DKM Masjid Kalipasir, Syarodji. Dituturkannya, bahwa bangunan yang berdiri di tahun 1400-an itu terdapat empat buah tiang sebagai penyangga. Salah satu di antaranya merupakan pemberian dari Sunan Kalijaga.
Menurut kepercayaan ulama setempat, tiang tersebut adalah bentuk dukungan dari sunan agar pusat dakwah di Tangerang bisa berdiri. Konon, tiang tersebut tidak didirikan menggunakan tenaga tangan maupun alat, melainkan dengan kekuatan yang dimiliki Sunan Kalijaga.
-
Bagaimana cara membangun tiang Masjid Agung? Konon, pembuatan tiang kayu jati ini tidak menggunakan alat-alat berat tetapi hanya dengan membaca puji-pujian kepada Allah SWT.
-
Apa tiang utama agama menurut hadits? 'Assholatu 'imaduddin Faman aqomaha waqod aqomaddin Faman tarokaha waqod hadamaddin'. Artinya: 'Sholat adalah tiang agama, barangsiapa yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan agamanya dan barangsiapa yang merobohkannya, berarti ia telah merobohkan agamanya'.
-
Mengapa klenteng ini menjadi simbol toleransi di Tangerang? Berdiri persis di dekat Masjid Kalipasir dan Gereja Santa Maria, Klenteng Boen Tek Bio menjadi salah satu simbol toleransi di Kota Tangerang.
-
Siapa Sunan Kalijaga? Brandal Lokajaya memiliki keinginan berguru pada Sunan Bonang. Ia lalu dikenal sebagai murid yang sangat patuh pada gurunya.
-
Apa tujuan pembangunan Klenteng Talang? Pembangunannya pun dipersembahkan untuk menghormati tiga tokoh muslim Tionghoa yakni Laksamana Cheng Ho, Laksamana Kung Wu Ping, dan Laksamana Fa Wan.
-
Siapa yang membangun Klenteng Talang? Pembangunannya diinisiasi oleh seorang pendatang Tionghoa di Cirebon yakni Tan Sam Chai atau H. Moh. Syafei.
“Alhamdulillah di Masjid Jami Kalipasir ini terdapat peninggalan yang hingga saat ini masih tersisa dan kokoh yakni empat tiang penyangga, di mana salah satunya merupakan pemberian Sunan Kalijaga,” katanya, dikutip dari kanal YouTube The Story (10/4).
Sejarah Masjid Jami Kalipasir
©2023 YouTube Jelajah Masjid Kita/ Merdeka.com
Syarodji kemudian memaparkan terkait awal mula bangunan tersebut didirikan. Menurutnya, tidak ada angka pasti mengenai kapan masjid tersebut didirikan. Namun berdasarkan penelusuran ke berbagai manuskrip lawas di Cirebon sampai Sumedang, terdapat jawaban akan kapan masjid tersebut didirikan.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, masjid ini pertama berdiri di tahun 1412. Ketika itu, datanglah seorang penyebar agama Islam dari Kerajaan Galuh Kawali bernama Ki Tengger Jati.
Ia memiliki tujuan awal untuk mengenalkan agama Islam yang saat itu masih asing. Dirinya lantas mendirikan juga sebuah gubug sederhana berbahan batang dan daun kelapa di pinggiran Sungai Cisadane, yang merupakan lokasi masjid itu berdiri.
Kemudian di tahun 1576 bangunan masjid pun didirikan. Ini berdasarkan tingginya animo masyarakat setempat yang ingin mempelajari agama Islam. Bahkan keberadaannya yang di pinggir sungai membuatnya jadi tempat istirahat dan singgah pedagang dari luar daerah.
Bentuk Bangunan yang Unik
©2023 YouTube Jelajah Masjid Kita/ Merdeka.com
Dikutip dari laman Pemkot Tangerang, masjid itu lambat laun menjadi sentra keilmuan dan sejarah tentang agama Islam di Tangerang dan Banten. Tampak jelas, desain bangunannya yang juga memiliki keunikan selain pada empat pilarnya.
Di sana terdapat 11 kolom mirip ladam kuda (membentuk lengkungan setengah lingkaran) yang terbagi 5 di sisi selatan dan enam di sisi timur. Di atas lengkungan itu terpatri list dengan ukuran 2 sampai 3 cm dengan warna-warni.
Uniknya lagi, bagian menaranya memiliki bentuk pagoda dengan ketinggian mencapai 10 meter. Di puncaknya juga terdapat motif lengkungan sebagai tempat speaker untuk memanggil warga saat salat berjemaah.
Disampaikan Syarodji, pilar-pilar terutama yang terbuat dari kayu dan peninggalan wali sanga tersebut tidak boleh direvitalisasi. Keseluruhannya merupakan murni desain dari para pengurusnya yang merupakan raden dan aria (keturunan petinggi kerajaan setempat) dan tanpa campur tangan dari ahli bangunan.
Ada Makam Keluarga Imam Besar Masjidil Harom
Seperti terlihat, di bagian belakang masjid terdapat kompleks pemakaman tokoh-tokoh berpengaruh Kota Tangerang di masa lampau, seperti bupati pertama yang bernama Raden Akhyar Pena yang menjabat di tahun 1740. Lalu ada juga pengurus masjidnya di masa itu yakni Tumenggung Arya Romadhon dan Aria Tumenggung Sutadilaga di tahun 1823.
Kemudian turut dimakamkan di sana, sepupu ulama termasyhur internasional sekaligus Imam Masjidil Harom, yakni Hj Murtafiah yang merupakan keluarga dari Syekh Muhammad Nawawi Al Jawi Al Bantani di tahun 1813.
Selain itu, terdapat juga makam dari kalangan keturunan Kerajaan Pajajaran dan Raja Kasultanan Sumedang terakhir yakni Pangeran Geusan Ulun.
Ditambahkannya, para jemaah yang singgah sampai saat ini banyak yang dari luar kota. Biasanya mereka juga menyempatkan untuk berziarah di makam-makam kuno tersebut sembari melaksanakan salat di Masjid Jami Kalipasir.
Simbolkan Toleransi Beragama
Selain terkenal karena usianya yang sangat tua, Masjid Jami Kalipasir juga merupakan simbol toleransi beragama di Kota Tangerang. Ini bisa tampak dari harmonisnya ikatan antara masjid dengan Klenteng Boen Tek Bio yang juga berusia lawas.
Sejak dahulu, di sana tidak pernah ada selisih paham soal keyakinan maupun perbedaan-perbedaan yang ada. Keduanya selalu khidmat menjalankan ibadahnya dengan tetap khusyuk dan tentunya menampilkan sisi toleransi dan kekeluargaan.
“Jadi walaupun ada vihara di dekat masjid, kita bisa tetap berteman dan tentunya saling bertoleransi,” katanya.
Sampai saat ini Masjid Jami Kalipasir masih menjadi tempat untuk beribadah sekaligus mempelajari sejarah keislaman di Kota Tangerang maupun sebagian tatar Sunda. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ulama dari tanah Jawa Barat ini dulunya merupakan salah satu wali yang mensyiarkan Agama Islam di pulau Jawa.
Baca SelengkapnyaSaat ini masjid tersebut hanya tersisa ruang mahrab, pondasi, dan menara yang sudah tidak utuh.
Baca SelengkapnyaSebelum membangun masjid, para tukang harus dalam keadaan suci
Baca SelengkapnyaDi masa silam Sunan Kalijaga pernah aktif berdakwah di Cirebon dan meninggalkan petilasan sekitar 1 kilometer dari terminal Harjamukti.
Baca SelengkapnyaMasjid itu punya kemiripan dengan masjid agung Keraton Surakarta.
Baca SelengkapnyaBatu itu sempat tidak bisa dipindahkan dari tempat asalnya.
Baca SelengkapnyaDi Kota Medan terdapat masjid berusia ratusan tahun yang hingga kini masih berdiri kokoh.
Baca SelengkapnyaSudah berdiri sejak tahun 1722 tiang penyangga masih terjaga keasliannya hingga sekarang.
Baca SelengkapnyaSampai saat ini mata air tersebut masih terjaga kesuciannya.
Baca SelengkapnyaKeberadaan masjid yang berada di Provinsi Bengkulu ini tak lepas dari peran Bung Karno pada masa pengasingannya.
Baca SelengkapnyaMasjid ini menawarkan daya tarik arsitektur kuno dan percampuran budaya Jawa dengan Sunda
Baca SelengkapnyaBangunan yang hampir seluruh bagiannya menggunakan kayu itu menjadi bagian dari sejarah masuknya Islam di Sumbar yang berlangsung sejak ratusan tahun.
Baca Selengkapnya