Mengenal Keunikan Mengkong Hujan, Tradisi Memindahkan Cuaca Ala Orang Warga Bandung Barat
Keunikan dari budaya nenek moyang ini adalah fungsinya yang konon bisa mengubah rute hujan.
Warga di Desa Bojongkoneng, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, masih melestarikan sebuah tradisi unik bernama Mengkong Hujan. Pelaksanaannya dilakukan turun temurun, dengan tujuan untuk memindah cuaca.
Keunikan dari budaya nenek moyang ini adalah fungsinya yang konon bisa mengubah rute hujan. Kemudian tradisi ini juga bukan sebuah ritual, melainkan sebuah panjatan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
-
Dimana tradisi Menahan Hujan berlangsung? Tradisi Menahan Hujan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban.
-
Mengapa tradisi Ruwat Jagat Mapag Hujan penting bagi masyarakat Subang? Pasalnya di musim kering air kerap kali tidak mengalir, dan membuat masyarakat setempat kesulitan.
-
Mengapa masyarakat Tuban melakukan tradisi Menahan Hujan? Tradisi Menahan Hujan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban. Tradisi ini diselenggarakan oleh masyarakat ketika sedang menggelar acara hajatan untuk mencegah turunnya hujan saat hajatan berlangsung.
-
Bagaimana cara warga Subang menyambut musim hujan? Masyarakat kemudian melakukan sejumlah prosesi adat untuk menyambut datangnya musim penghujan.
-
Apa makna dari tradisi Menahan Hujan di Tuban? Tradisi Menahan Hujan sebenarnya bukan menghentikan turunnya air hujan, tetapi memindahkan hujan atau awan yang dapat menyebabkan hujan ke daerah lain seperti daerah hutan atau daerah perkebunan.
-
Mengapa masyarakat Tegal menggunakan Tari Sintren untuk meminta hujan? Banyak yang yakin, sintren dekat dengan unsur magis. Kesenian ini menjadi bagian dari ikhtiar kepada Tuhan saat terjadi bencana kekeringan.
Dalam pelaksanaannya, pemilik hajat perlu menyediakan sejumlah sesajen berupa makanan dan minuman untuk perantara harapan. Saking uniknya, negara bahkan melindungi keberadaan dari tradisi dan telah ditetapkan melalui sebuah undang-undang.
Tradisi Memindahkan Hujan
Dalam laman Budaya Kuring, disebutkan bahwa tradisi ini sudah berlangsung lama dan berhasil dilestarikan oleh masyarakat di Kecamatan Ngamprah.
Saat pelaksanaan, perlu adanya tokoh yang dituakan atau pemuka adat setempat sebagai pelaksana utama Mengkong Hujan. Sosok ini juga akan membacakan doa dan menjalankan acara pemindahan cuaca sesuai informasi dari nenek moyang.
Mengkong hujan sebenarnya bukanlah upacara adat untuk menghentikan hujan, melainkan memindahkan terlebih dahulu ke tempat lain.
Diadakan saat Pelaksanaan Hajat Besar
Tujuan dari pelaksanaan ritual ini berangkat dari upaya warga pemilik hajat yang tak ingin turun hujan saat acaranya berlangsung. Di Ngamprah, tradisi ini menjadi andalan saat ada warga yang hendak menikahkan maupun mengkhitankan puteranya.
Selain itu, Mengkong Hujan juga diadakan oleh pemerintah desa maupun kecamatan saat akan melaksanakan hajat lembur atau panen raya.
Sudah puluhan tahun dilaksanakan, acara hajat yang dibuka dengan ini hampir dipastikan berjalan lancar dan tidak diterpa hujan deras.
Sediakan Sesajen Khusus
Merujuk laman Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung Barat, terdapat sejumlah tahapan yang bisa ditaati sebelum dimulainya prosesi Mengkong Hujan.
Mengkong Hujan dibuka dengan awalan doa kepada Tuhan, kemudian dibacakan juga sesajen dari hasil bumi serta terdapat prosesi menancapkan lidi ke dalam tanah.
Setelahnya, lidi dicabut dan diberikan ke seseorang yang menjadi bagian dari acara hajatan tersebut untuk ditanam di empat titik acara yang sudah ditentukan. Kemudian, lanjut ditaburkan garam yang telah dicampur dengan merica.
Terakhir, lidi bisa dicabut saat acara telah selesai agar jalur hujan bisa kembali terbuka dan hujan bisa lekas turun.
Makna Mengkong Hujan Secara Budaya
Dalam sebuah tayangan di Youtube BRIN TV, masing-masing prosesi turut memiliki makna. Hadirnya sesajen berupa buah naga, buah jeruk, kelapa, pir dan beberapa lainnya merupakan simbol langit.
Sementara, adanya kemenyan, lidi, garam dan lada di acara tersebut merupakan simbol bumi atau manusia. Doa, adalah pembuka jalan agar keduanya saling terhubung dan saling memberikan manfaat.
Adapun tradisi ini dilindungi lewat Undang-Undang Khusus Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017 dan didorong menjadi warisan budaya tak benda.