Mengenal Tongtrong, Sistem Penanda Waktu Khas Warga Baduy
Penanda waktu khas warga Baduy ini memiliki fungsi layaknya jam.
Penanda waktu khas warga Baduy ini memiliki fungsi layaknya jam.
Mengenal Tongtrong, Sistem Penanda Waktu Khas Warga Baduy
Warga di kampung adat Baduy, wilayah Kanekes, Kabupaten Lebak, memiliki penanda waktu tradisional bernama tongtrong. Media ini disebut sebut sebagai pengganti jam, dan biasa digunakan oleh masyarkat luas.
-
Apa yang menjadi penanda makam warga Baduy? Tanaman akan ditaruh di tiap makamnya masing-masing dua buah, yakni di ujung kepala dan ujung kaki. “Biasanya akan diberi pohon hanjuang di ujung kepala dan ujung kakinya,“ kata ayah Mursid di kanal YouTube Ayi Astaman.
-
Bagaimana orang Batak menandai hari? Dalam praktiknya, orang Batak menghitung hari dengan cara melihat pola-pola benda langit seperti bulan, matahari, dan bintang.
-
Siapa yang menerapkan aturan di Baduy Dalam? Menurut salah satu warga Baduy Dalam, Pulung, terdapat aturan ketat untuk berkunjung ke kawasan kampung adatnya.
-
Apa yang khas dari kain tenun Baduy? Kain tenun Baduy telah lama menjadi identitas dari masyarakat adat setempat. Biasanya kain itu digunakan saat acara tertentu, maupun aktivitas sehari-hari.
-
Apa yang menjadi pantangan warga Baduy? Masyarakat menjadikan perintah leluhur sebagai ajaran sehari-hari, agar saling menjaga antara alam, manusia, dan kondisi sosial kemasyarakatannya.
-
Apa saja aturan di Baduy Dalam? Aturan tersebut wajib ditaati sebagai upaya menghargai warisan leluhur. Kira-kira apa saja? Berikut sederet aturannya.
Saat berkunjung ke sana, wisatawan bisa mendengarkan tongtrong yang dipukul berulang-ulang.
Cara membunyikannya juga tak boleh sembarangan, alias hanya di waktu-waktu tertentu saja.
Warga Baduy memakai patokan alat ini untuk menjalankan aktivitas sehari-hari di sana.
Menggunakan bambu
Mengutip YouTube Tiara Mandalawangi, tongtrong sendiri dibuat dari bahan sejenis kayu atau bambu yang dipukul sebagai alat penanda waktu.
Ini akan mengeluarkan suara “trong, trong, trong” secara nyaring, sehingga bisa didengar oleh seluruh lapisan warga Baduy.
“Kalau di Baduy, suara ketongan itu namanya tongtrong. Itu untuk nandain jam,” kata salah seorang warga Baduy, Arman dalam video tersebut.
Dibunyikan sesuai jam
Kentrong akan dibunyikan oleh warga setempat sesuai dengan patokan jam yang sedang terjadi saat itu.
Jika waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB sore, maka tongtrong akan dibunyikan sebanyak lima kali. Begitu seterusnya.
“jadi kalau misal ada jadwal udah jam 17.00 WIB nih, kita harus mukul lima kali,” kata dia yang memandu kreator video.
Disebut mentrung
Warga kampung Baduy sendiri memiliki sebutan lain di luar tongtrong yakni mentrung.
Ngentrung merupakan kata kerja untuk memukul yang merujuk terhadap bunyi-bunyian tertentu.
Dikarenakan bunyinya sepintas terdengar “trung”, maka warga setempat juga akan menyebutnya sebagai ngentrung.
Menandai aktivitas warga Baduy
Tongtrong ini salah satunya untuk membantu warga Baduy memulai aktivitasnya di pagi hari.
Di saat itu biasanya akan terjadi pembagian tugas antara suami dan istri yang tinggal di kampung adat tersebut.
Para suami akan segera pergi ke ladang untuk bercocok tanam maupun mendaras sari-sari dari pohon nira. Sedangkan untuk para istri akan menyiapkan makanan untuk keluarga.
Tongtrong jadi salah satu kearifan lokal masyarakat adat Baduy, sebagai praktik kebudayaan warisan nenek moyang.
Lestarikan kearifan lokal
Sementara itu, masyarakat adat Baduy memang sudah turun temurun melestarikan kearifan lokal warisan leluhur.
Ini bisa dilihat salah satunya melalui sistem pertanian mereka yang diberi nama huma. Huma ini sama seperti pertanian umum, namun dengan panen yang hanya setahun sekali.
Selain itu huma tidak dilakukan di sawah, melainkan di tanah perbukitan dan jadi satu dengan kebun-kebun yang dikelola warga.
Warga setempat juga memiliki sistem ketahanan pangan mandiri bernama leuit, di mana padi dari hasil panen setahun sekali ini bisa disimpan berpuluh-puluh tahun untuk digunakan di masa paceklik.
Warga Baduy juga diketahui tidak bersentuhan dengan teknologi, dan mereka melarang warganya memakai alat modern terlebih Baduy Dalam.