Sejarah Lahirnya Jakarta Islamic Center
Merdeka.com - Kebakaran melanda kawasan Jakarta Islamic Center (JIC) di Jalan Kramat Jaya Raya, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, Rabu (19/10) sore. Api melahap bagian kubah masjid hingga ambruk.
Si jago merah baru dapat dijinakkan petugas pemadam setelah satu jam lebih berkobar. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Kebakaran terjadi di tengah pengelola JIC merenovasi atap masjid. Namun penyebab kebakaran masih diselidiki kepolisian.
Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara sudah memeriksa empat orang saksi selaku pekerja dari kontraktor PT DASP yang sedang merenovasi atap kubah Masjid Raya JIC. Manajemen Masjid Raya Jakarta Islamic Center (JIC) menyebutkan, bagian kubah itu terbakar saat masih dalam proses pengerjaan renovasi sehingga sedang tidak digunakan untuk ibadah.
-
Di mana kebakaran hebat terjadi di Jakarta pada masa kolonial? Salah satu momen penerapan kredit rumah terjadi pada 1917, setelah terjadi bencana kebakaran hebat di wilayah Kramat Kwintang.
-
Di mana teror pembakaran terjadi? Pelaku pembakaran misterius di Kampung Tipar, RT 02, RW 06, Kelurahan Mekarsari Kecamatan Cimanggis, Depok mulai terungkap.
-
Apa nama wilayah Jakarta di masa awal? Siapa sangka jika Ibu Kota Jakarta dulunya hanya sebuah wilayah pelabuhan kecil dengan luas wilayah sekitar 125 KM persegi.
-
Dimana peristiwa kebakaran terjadi? Peristiwa tersebut terjadi di ibu kota Kerajaan K'anwitznal dekat lokasi pemakaman.
-
Apa julukan Jakarta? Menariknya, sematan kata 'The Big Durian' membuatnya sering disamakan dengan Kota New York di Amerika.
-
Dimana kebakaran terjadi? Sebuah bangunan rumah dua tingkat yang berada di Jalan Kebagusan Raya, RT. 004, RW.04, Nomor 5, Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
"Saya ngecek barusan tetapi penyebab dan akibatnya, penyebab-penyebabnya masih diteliti. Nanti saya minta tolong Pak Kapolres untuk meneliti penyebabnya. Sedang diteliti," kata Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meninjau ke lokasi kebakaran Masjid Jakarta Islamic Center (JIC), Jakarta Utara pada Rabu (19/10).
Berdirinya Jakarta Islamic Center
Jakarta Islamic Center merupakan masjid sekaligus lembaga pengkajian dan pengembangan Islam di ibu kota. Pembangunan Jakarta Islamic Center dimulai tahun 2001 atau era Gubernur DKI Jakarta dijabat Sutiyoso.
Sebelum diubah Sutiyoso menjadi Jakarta Islamic Centre, kawasan Kramat Tunggak identik dengan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara. Namun pembangunan pusat kajian Islam itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh proses panjang. Terlebih para penghuni lokalisasi yang menolak direlokasi.
Melansir dari laman Islamic Center, Lokasi Resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak adalah nama sebuah Panti Sosial Karya Wanita (PKSW) Teratai Harapan Kramat Tunggak. Areal tersebut tepatnya menempati lahan seluas 109.435 m2 yang terdiri dari sembilan Rukun Tetangga (RT).
Pada awal pembukaannya tahun 1970-an, terdapat 300 orang WTS dengan 76 orang germo. Jumlah ini terus bertambah seiring bertambah bulan dan tahun. Menjelang akhir ditutupnya Lokres Kramtung tahun 1999, jumlahnya mencapai 1.615 orang WTS di bawah asuhan 258 orang germo/mucikari. Mereka tinggal di 277 unit bangunan yang memiliki 3.546 kamar.
Kondisi tersebut membuat ulama dan masyarakat mendesak agar Panti Sosial Karya Wanita (PKSW) Teratai Harapan Kramat Tunggak ditutup. Desakan itu akhirnya membuat Sutiyoso mengeluarkan SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 495/1998 tentang penutupan panti sosial pada tahun 1998.
Berdasarkan surat keputusan tersebut, pada 31 Desember 1999, Lokres Kramat Tunggak resmi digusur. Pemda Provinsi DKI Jakarta kemudian melakukan pembebasan lahan eks lokres Kramat Tunggak hingga akhirnya dibangun Jakarta Islamic Centre.
Kesaksian Warga Eks Lokalisasi Kramat Tunggak
Kemasyuran lokalisasi Kramat Tunggak sebelum disulap menjadi pusat pengkajian Islam ini turut diceritakan Richardo Hutahaean, Ketua RW 019, Kampung Beting Remaja, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara.
Ricardo ingat betul bagaimana dulu situasi lokalisasi yang dibangun di era Bang Ali, sapaan Gubernur DKI Ali Sadikin, tersebut. Kawasan itu tak berhenti berdenyut oleh musik dangdut, alkohol dan rayuan para penjaja cinta.
Waktu itu, lokalisasi ini diisi lebih dari 2.000 Pekerja Seks Komersial (PSK). Mereka dikendalikan 285 mucikari pemilik rumah bordil.
Sebagian PSK tak dapat kos di kawasan lokalisasi, sehingga tinggal bercampur dengan warga. Mereka memberikan keuntungan ekonomi karena langganan makan dan cuci baju pada warga sekitar. Karena itu, kehadiran para PSK malah disambut baik oleh warga.
"Kampung ini sempat kan rusak, karena dulu kan pernah ada bayi dijual oleh warga di sini. Kemudian di sini kan perilaku abnormal banyak pekerja seks komersial di Kramat Tunggak, dan orang-orang itu sebagian tinggal di wilayah ini juga," kata Richardo saat ditemui, Rabu (16/9/2015).
Namun cerita bisnis lendir di Kramat Tunggak itu kini tinggal kenangan. Lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu kini menjadi Jakarta Islamic Centre (JIC). Pembangunan pusat kajian Islam itu perlahan membawa positif bagi warga sekitar.
Richardo menjelaskan, semenjak adanya JIC kontribusi warga semakin terlihat. Kini sekolah keagamaan, pengajian anak kecil sampai ibu-ibu dan bapak-bapak terus berjalan.
"Semenjak didirikannya JIC, aura positif mulai muncul. Moral lingkungan sini semakin membaik seiring berjalannya waktu," tuturnya.
PSK Eks Kramat Tunggak Alih Profesi
Sekitar 2.000 PSK juga putar otak setelah lokasi mangkal mereka digusur. Untuk bertahan hidup, akhirnya banyak PSK insyaf lalu alih profesi. Salah satunya diutarakan S. Belasan tahun lalu, dia sempat jadi PSK di 'Kramat Tunggak'. Kini dia menekuni pekerjaan halalnya yaitu penyalur air.
S mengaku sempat bekerja di Kramat Tunggak mulai tahun 1980-an hingga tahun 1992. Alasannya, butuh biaya untuk dua anaknya setelah ditinggal pergi suami. S kemudian ditawari pekerjaan di Jakarta oleh salah seorang temannya, dengan iming-iming dapat uang jumlah besar.
Untuk sistem operasional kerjanya, S menjelaskan kerja 24 jam dengan tamu yang berasal mayoritas luar kota bahkan mancanegara (Belanda, Korea, Arab) masuk ke Kramat Tunggak, nanti tamu tersebut diantarkan oleh 'mami' untuk memilih wanita mana yang akan melayaninya. Usai pemilihan, wanita tersebut langsung dibawanya ke ruangan untuk memberikan pelayanan.
"Itu Jakarta Islamic Centre memang bekas Kramat Tunggak. Dulu di situ tak asing lagi sebagai salah satu tempat PSK. Saya juga pernah bekerja di situ," Kata S saat ditemui di dekat JIC, di Kampung Beting Remaja, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, Rabu (16/9/2015).
S mengutarakan, dirinya bisa mengantongi Rp2 Juta per bulan dari hasil melayani para tamu tersebut. Uang yang didapat untuk biaya hidup termasuk sekolah anak.
Usai anaknya lulus sekolah, kerja hingga keduanya kini sudah berumah tangga, S menetap di sekitar JIC, dan menghuni sebuah kontrakan. Tak ada niat untuk pulang ke rumahnya di Jawa Timur. Pekerjaan sebagai PSK itu kini telah ditinggalkan.
"Saya sekarang sedapetnya, dapat untuk makan aja sama untuk bayar kontrakan saja sudah cukup. Biar uang saya lebih banyak dulu, saya nggak mau lagi kayak dulu. Lebih enak sekarang. Halal," tutupnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat itu keberadaan dua masjid agung di satu kota dianggap tak wajar.
Baca SelengkapnyaDesa ini dikenal sebagai pusat peradaban sejak zaman Hindu Buddha di Indonesia
Baca SelengkapnyaSaat ini pembangunan Masjid Tjia Kang Hoo sudah mencapai 70 persen.
Baca SelengkapnyaSaat ini masjid tersebut hanya tersisa ruang mahrab, pondasi, dan menara yang sudah tidak utuh.
Baca SelengkapnyaSalah satu peninggalan Islam yang bercorak Tionghoa di Palembang ini tidak lepas dari keberadaan Laksamana Cheng Ho di masa lampau.
Baca SelengkapnyaMasjid itu punya kemiripan dengan masjid agung Keraton Surakarta.
Baca SelengkapnyaDulunya masjid ini menjadi salah satu rumah ibadah terbesar di Minangkabau dan menjadi sentra pengembangan dakwah Islam.
Baca SelengkapnyaMasjid tersebut kabarnya tak pernah menjadi sasaran penghancuran, atau penyerangan dari pasukan militer Belanda maupun pendudukan Jepang.
Baca SelengkapnyaKabarnya masjid ini dulu pernah digotong manual agar tidak digusur.
Baca SelengkapnyaMasjid yang berada di samping mal ini merupakan pusat penyebaran Islam di Kota Lumpur
Baca SelengkapnyaKeberadaan masjid yang berada di Provinsi Bengkulu ini tak lepas dari peran Bung Karno pada masa pengasingannya.
Baca SelengkapnyaPembangunannya diinisiasi oleh seorang pendatang Tionghoa di Cirebon yakni Tan Sam Chai atau H. Moh. Syafei.
Baca Selengkapnya