Mencicipi Apem Wonolelo, Kue Unik dari Sleman yang Lahir dari Tradisi Masyarakat Desa
Kue itu merupakan sarana penyebar dakwah di Dusun Wonolelo, Sleman. Sebagian dari mereka percaya makanan itu bisa membuat awet muda.
Secara sekilas, Apem Wonolelo memang tak ada bedanya dengan kue apem pada umumnya. Kue ini memiliki cita rasa perpaduan gurih dan manis, sama seperti apem-apem lain yang dibuat oleh masyarakat di berbagai tempat yang mana mereka punya nama sendiri terhadap kue itu. Di Sunda dinamakan kue kamir, di Aceh dinamakan kue ape, lalu di Betawi dinamakan tahi itik.
Namun bagi masyarakat Dusun Wonolelo, Kalurahan Wedomartani, Ngemplak, Sleman, makna apem lebih dari sekedar makanan. Mereka percaya dulu kue itu menjadi sarana penyebar dakwah Islam yang dilakukan Ki Ageng Wonolelo. Maka di desa itu ada tradisi pembagian apem yang diwariskan secara turun temurun.
-
Dari mana asal Kue Petulo Kembang? Kue petulo kembang ini berasal dari Provinsi Jawa Timur.
-
Kenapa Sambal Asem Cirebon unik? Sesuai namanya, sambal asem memiliki rasa pedas, asam dan gurih yang nagih. Makanan ini juga terbilang sehat karena berisi sayur kangkung, tauge dan timun rebus.
-
Bagaimana warung makan warga Sleman ini terinspirasi? Dilansir dari Cafewarungpas.com, warung makan itu terinspirasi dari warung makan yang semarak dan kreativitas para diaspora dalam belajar memasak.
-
Bagaimana cara membuat Kue Petulo Kembang? Proses pembuatan kue ini sangat praktis serta bahan-bahan yang dibutuhkan sangat mudah untuk didapatkan sehingga masyarakat dapat membuatnya di rumah.
-
Apa bentuk Kue Petulo Kembang? Kue petulo kembang ini terbilang unik karena bentuknya seperti mi gulung yang memiliki beragam warna.
-
Apa itu Cake Sumenep? Cake adalah sejenis makanan pembuka, semacam sop atau capcay. Biasanya disajikan dalam pesta pernikahan sebagai makanan pembuka, yakni sebelum makanan pokok yang biasanya berupa nasi goreng.
Berikut kisahnya:
Sejarah Kue Apem Wonolelo
Mengutip YouTube kancabudaya, keberadaan kue apem Wonolelo tak bisa lepas dari sosok Ki Ageng Wonolelo. Sebelum datangnya sosok ulama itu, Wonolelo hanyalah sebuah kawasan hutan belantara. Di sana Ki Ageng Wonolelo membabat hutan dan membangun sebuah rumah kecil. Seiring waktu tempat itu berkembang menjadi sebuah perkampungan.
Suatu hari Ki Ageng Wonolelo pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Kepulangan Ki Ageng Wonolelo begitu dinanti masyarakat. Dari tanah suci ia membawa oleh-oleh berupa kue.
“Kue itu kalau dibagikan ke masyarakat tidak akan mencukupi. Kue itu kemudian dihancurkan dan dicampur dengan tepung beras. Baru kemudian dibuat kue yang namanya kue apem. Setelah itu baru kue apemnya dibagikan ke masyarakat,” kata Tupan Purwo Kasembadan, pegiat budaya lokal yang juga menjadi pembawa acara Saparan Ki Ageng Wonolelo.
Bermula dari Tradisi
Saparan Ki Ageng Wonolelo merupakan tradisi masyarakat Dusun Wonolelo yang diadakan setiap bulan Sapar Minggu pertama. Masyarakat Dusun Wonolelo saling bahu-membahu dalam melaksanakan tradisi ini. Setiap kepala keluarga di sana diwajibkan untuk memasak sebanyak 50 kue apem. Bahan-bahannya antara lain tepung beras, ragi, gula pasir, telur ayam, garam, margarin, vanili, kelapa muda, dan minyak kelapa.
Saat acara itu, apem-apem yang total beratnya mencapai 2 ton dibagikan ke masyarakat yang hadir dalam acara Saparan Ki Ageng Wonolelo. Mereka yang datang tak hanya berasal dari warga sekitar, namun juga masyarakat dari berbagai daerah.
Mereka percaya jika bisa memperoleh dan makan kue apem yang dibagikan, maka mereka bisa awet muda, bebas dari penyakit, dan dapat menolak hama tanaman bagi petani.
Jadi Oleh-Oleh Khas Lokal
Tak hanya saat tradisi saparan, eksistensi kue Apem Wonolelo dipertahankan di Dusun Wonolelo. Pemerintah Kecamatan Ngemplak pernah membuat acara festival apem yang diikuti sekitar 50 peserta.
Dalam acara itu, Marlina Puspita berhasil meraih juara satu. Ia kemudian mendirikan usaha kuliner Apem Wonolelo. Sehari-hari, Marlina berjualan di depan Pasar Jangkang. Makanan tradisional itupun disukai berbagai kalangan karena terdiri dari berbagai varian rasa seperti rasa cokelat, nangka, dan keju.
“Saya belajar Apem Wonolelo itu empat tahun lamanya. Kesulitannya dari bahannya, terutama kelapanya yang tidak bisa terlalu tua dan tidak bisa juga yang terlalu muda. Teknik apinya juga harus dicermati, kalau kebesaran nanti tidak jadi kalau kekecilan nanti bantat,” kata Marlina dikutip dari kanal YouTube Kancabudaya.
Meningkatkan Perekonomian Warga
Marlina membuat makanan tradisional itu dengan konsep kekinian. Ia mengemas makanan itu menggunakan kardus yang di tengahnya ditempeli stiker. Satu buah apem ia hargai Rp1.200.
Seiring waktu, masyarakat yang berjualan Apem Wonolelo semakin banyak. Apalagi usaha tersebut bisa meningkatkan perekonomian warga, terutama bagi ibu-ibu di rumah yang ingin menambah penghasilan keluarganya.
“Apem Wonolelo ini bisa buat makanan sehari-hari, bisa juga buat hajatan. Kita bisa menikmati Apem Wonolelo ini saat pagi, siang malam, kapanpun tetap enak. Juga bisa digabungkan dengan minuman kopo atau teh,” pungkas Marlina.