Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengenal Ngabekten, Tradisi Sungkeman Kraton Jogja di Hari Lebaran

Mengenal Ngabekten, Tradisi Sungkeman Kraton Jogja di Hari Lebaran Ngabekten. ©Kratonjogja.id

Merdeka.com - Lebaran adalah momen indah bertemu keluarga, sanak saudara, dan teman lama di kampung halaman. Namun saat musim pandemi seperti ini lebaran menjadi sesuatu yang dilarang karena bisa menjadi penyebab penularan Virus Corona. Di Indonesia sendiri terdapat banyak sekali tradisi lebaran. Salah satunya adalah tradisi Ngabekten, tradisi sungkeman ala Kraton Jogja di hari lebaran.

Dilansir Kemendikbud.go.id, pada saat lebaran, Kraton Jogja menggelar tradisi Ngabekten selama dua hari. Tradisi ini merupakan wujud penghormatan kepada orang yang lebih tua. Seiring waktu, tradisi ini mengalami perubahan-perubahan dalam hal waktu pelaksanaan, pakaian, dan teknis pelaksanaan.

Sebagai Wujud Rasa Hormat Kepada yang Lebih Tua

ngabekten

©Kratonjogja.id

Dilansir dari Jogjaprov.go.id, maksud dari diselenggarakannya tradisi Ngabekten adalah sebagai ungkapan rasa hormat dan terima kasih kepada Sri Sultan sebagai junjungan mereka.

Selain itu, tradisi ngabekten di Kraton juga dimaksudkan untuk meminta maaf kepada junjungannya atas segala kesalahan baik yang sifatnya sengaja maupun tak disengaja.

Tradisi ini juga dimaksudkan untuk memohon doa restu orang tua agar tidak mendapat halangan dalam menjalani kehidupan selanjutnya.

Perbedaan Ngabekten Dulu dan Sekarang

ngabekten

©2020 liputan6.com

Tradisi Ngabekten memiliki perbedaan antara zaman dulu dan sekarang. Pada awal mulanya, tradisi ini diselenggarakan satu minggu berturut-turut kemudian menjadi tiga hari berturut-turut sampai pada akhirnya hanya diselenggarakan dua hari berturut-turut yaitu pada tanggal 1 dan 2 Syawal. 

Pelaksanaan Ngabekten

ngabekten

©Kratonjogja.id

Dalam pelaksanaannya, Ngabekten dibagi menjadi dua hari. Hari pertama dikhususkan bagi yang laki-laki. Dari seluruh kaum lelaki yang mengikuti Ngabekten itu, dibagilah ke dalam beberapa kelompok. Kelompok-kelompok itu di antaranya para pangeran atau menantu Sultan, para abdi dalem, dan para cucu Sultan.

Sementara itu hari kedua dikhususkan bagi kaum perempuan yang juga dibagi ke dalam beberapa kelompok. Kelompok itu di antaranya permaisuri, anak perempuan Sultan, para cucu sultan yang perempuan, dan para abdi dalem perempuan.

Tempat Pelaksanaan Ngabekten

ngabekten

©Kratonjogja.id

Acara Ngabekten biasanya diadakan di Bangsal Kencana Kraton dan ada pula prosesi yang diselenggarakan di Bangsal Proboyeksa. Kurang lebih satu bulan sebelum waktu pelaksanaan, Kraton Jogja biasanya mengeluarkan buku yang berisi peraturan Ngabekten pada Bulan Syawal.

Buku tersebut setiap tahunnya diterbitkan dan disebarluaskan sebagai buku panduan pelaksanaan Ngabekten. Di dalam buku itu, urutan duduk juga sudah diatur sedemikian rupa. Urutan duduk itu diatur mulai dari kerabat yang paling dekat dengan Sultan.

Busana yang Digunakan Selama Ngabekten

ngabekten

©Kratonjogja.id

Ketika pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, semua peserta harus memakai pakaian kebesaran, misalnya untuk lelaki memakai kain kampuh, bercelana panjang putih, berkuluk biru, tidak berbaju dan tidak pula bersandal. Sedangkan untuk wanita hanya mengenakan kampuh, tidak berbaju dan tidak pula bersandal.

Namun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, pakaian kebesaran itu tak lagi digunakan. Peserta hanya mengenakan pakaian biasa tetapi harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, misalnya boleh mengenakan kebaya warna-warni tapi tidak boleh mengenakan kuthubaru. Selain itu boleh juga mengenakan pranakan, atela, dan yang lain-lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Larangan Selama Ngabekten

ngabekten

©Kratonjogja.id

Dalam tradisi tersebut, terdapat larangan-larangan yang harus dipatuhi, di antaranya pakaian yang dikenakan tak boleh menyimpang, peserta yang datang terlambat tak boleh menyusul. Mundur-majunya peserta yang akan ngabekti harus menunggu perintah Sultan, tidak boleh menunjuk dan berkata keras, tidak boleh membawa senjata tajam, dan harus urut satu per satu dan rapi sesuai urutan dalam peraturan. (mdk/shr)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengenal Upacara Adat Bekakak, Tradisi untuk Mengenang Kesetiaan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta
Mengenal Upacara Adat Bekakak, Tradisi untuk Mengenang Kesetiaan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta

Upacara yang digelar tiap bulan Sapar itu digelar untuk menjaga nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun.

Baca Selengkapnya
Mengintip Tradisi Bada Riaya, Lebaran-nya Masyarakat Islam Kejawen Bonokeling di Banyumas
Mengintip Tradisi Bada Riaya, Lebaran-nya Masyarakat Islam Kejawen Bonokeling di Banyumas

Pada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.

Baca Selengkapnya
Kata Kata Sungkeman Lebaran Bahasa Jawa Penuh Makna
Kata Kata Sungkeman Lebaran Bahasa Jawa Penuh Makna

Kumpulan kata-kata yang bisa diucapkan saat sungkeman dalam bahasa Jawa.

Baca Selengkapnya
Mengenal Mubeng Beteng, Tradisi Keraton Yogyakarta di Malam Satu Suro
Mengenal Mubeng Beteng, Tradisi Keraton Yogyakarta di Malam Satu Suro

Banyak makna filosofis yang terkandung dalam tradisi ini

Baca Selengkapnya
Melihat Prosesi Udhik-Udhik, Jadi Pembuka Rangkaian Peringatan Maulid Nabi di Keraton Yogyakarta
Melihat Prosesi Udhik-Udhik, Jadi Pembuka Rangkaian Peringatan Maulid Nabi di Keraton Yogyakarta

Mengawali acara besar Grebeg Mulud, Keraton Yogyakarta melakukan tradisi menyebar udhik-udhik. Animo masyarakat untuk mengikuti prosesi ini cukup besar.

Baca Selengkapnya
Warga Makan Bersama di Area Makam, Ini Keunikan Tradisi Ngunjung untuk Sambut Ramadan Khas Indramayu
Warga Makan Bersama di Area Makam, Ini Keunikan Tradisi Ngunjung untuk Sambut Ramadan Khas Indramayu

Pemprov Jawa Barat mengumumkan bahwa Ngunjung khas Kabupaten Indramayu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

Baca Selengkapnya
Kata-kata Sungkeman Lebaran Bahasa Jawa dan Artinya, Santun dan Menggugah Hati
Kata-kata Sungkeman Lebaran Bahasa Jawa dan Artinya, Santun dan Menggugah Hati

Kata-kata sungkeman Lebaran bahasa Jawa bisa diucapkan saat halal-bihalal kepada keluarga dan orang-orang terdekat.

Baca Selengkapnya
Melihat Perayaan Sekaten dan Maulid Nabi di Keraton Surakarta Tahun 1912, Warga yang Ingin Nonton Wajib Ucapkan Kalimat Syahadat
Melihat Perayaan Sekaten dan Maulid Nabi di Keraton Surakarta Tahun 1912, Warga yang Ingin Nonton Wajib Ucapkan Kalimat Syahadat

Acara Grebeg Maulud digelar setiap tahun. Setiap perayaan itu menyimpan momen sejarahnya masing-masing.

Baca Selengkapnya
Mengenal Upacara Adat Suran Mbah Demang, Bentuk Pelestarian Nilai-Nilai Leluhur Masa Lalu
Mengenal Upacara Adat Suran Mbah Demang, Bentuk Pelestarian Nilai-Nilai Leluhur Masa Lalu

Tradisi Suran Mbah Demang dilaksanakan setiap tanggal 7 Sura penanggalan Jawa

Baca Selengkapnya
Bentuk Pengenalan Upacara Adat pada Masyarakat Jawa, Ini Fakta Menarik Pameran
Bentuk Pengenalan Upacara Adat pada Masyarakat Jawa, Ini Fakta Menarik Pameran "Abhimantrana"

Pameran itu digelar dalam rangka Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X

Baca Selengkapnya
Fakta Unik Siraman Gong Sekaten, Prosesi Memandikan Gamelan Berusia 600 Tahun di Keraton Kanoman Cirebon
Fakta Unik Siraman Gong Sekaten, Prosesi Memandikan Gamelan Berusia 600 Tahun di Keraton Kanoman Cirebon

Warga sekitar berebut air cucian dari gamelan tersebut.

Baca Selengkapnya
Sejarah Tradisi Syawalan di Pantura Jawa
Sejarah Tradisi Syawalan di Pantura Jawa

Tradisi syawalan di Pulau Jawa telah berlangsung lintas generasi.

Baca Selengkapnya