Mengenal Ruwatan, Tradisi Jawa yang Lahir dari Kisah Pewayangan
Tradisi ini bertujuan agar sang anak dan keluarganya terhindar dari kesialan
Tradisi ini bertujuan agar sang anak dan keluarganya terhindar dari kesialan
Mengenal Ruwatan, Tradisi Jawa yang Lahir dari Kisah Pewayangan
Ruwatan merupakan salah satu tradisi yang masih dilestarikan di tengah masyarakat Jawa. Ritual ini dilakukan untul membebaskan seseorang dari hukuman dewa yang bisa membawa bahaya.
-
Kenapa tradisi ruwatan dilakukan? Pelaksanaan ruwatan oleh masyarakat Jawa ini bertujuan untuk memohon dengan tulus agar orang-orang yang diruwat terbebas dari bencana dan selalu diberi keselamatan.
-
Apa tradisi utama ruwahan? Seluruh rangkaian acara sudah bisa dilakukan di awal bulan syaban, sampai mandi merang yang merupakan air arang batang padi di akhir bulan dan beberapa hari menuju salat tarawih pertama.
-
Mengapa ruwahan dilakukan? 'Ini bisa membuat kita ingat akan kematian, dengan terus berbuat kebaikan,' katanya, dikutip Merdeka, Kamis (29/2).
-
Apa itu Tradisi Ujungan? Warga di kampung adat Cibadak, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak memiliki sebuah tradisi unik bernama Ujungan. Tradisi ini dilakukan dengan cara saling pukul satu sama lain menggunakan sebilah batang rotan.
-
Bagaimana ruwahan dirayakan? Tradisi ini dimulai dengan sejumlah rangkaian kegiatan seperti berdoa dan makan bersama untuk menyambut roh nenek moyang.
-
Apa tradisi di Kampung Jawa Malaysia? Selain itu, bila ada warga kampung itu yang menikah, mereka juga melaksanakan tradisi rewang.
Dikutip dari Liputan6.com, ruwatan memiliki arti dilepas atau dibebaskan.
Asal-usul Ruwatan sebenarnya berasal dari kisah pewayangan. Kisah itu menceritakan seorang tokoh Batara Guru yang punya dua orang isri, yaitu Pademi dan Selir.
Dari Pademi, Batara Guru memiliki seorang anak laki-laki bernama Wisnu. Sementara dari Selir ia memiliki anak laki-laki bernama Batara Kala.
Dalam sebuah peristiwa, Batara Guru dan Selir sedang mengelilingi samudera dengan menaiki punggung seekor lembu. Tiba-tiba hasrat seksual Batara Guru muncul dan ingin bercinta dengan Selir. Namun Selir menolak. Sperma Batara Guru jatuh ke tengah samudera. Sperma inilah yang kemudian berubah menjadi sosok raksasa bernama Batara Kala.
Konon Batara Kala meminta makanan berupa manusia kepada Batara Gulu. Batara Guru mengizinkan dengan syarat manusia yang dimakam adalah "wong sukerta" atau orang-orany yang mendapat kesialan seperti anak tunggal. Dari cerita itu, muncul tradisi bahwa setiap anak tunggal harus menjalani ruwat agar terhindar dari malapetaka dan kesialan.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya sajen.
Sajen adalah makanan dan benda lain, seperti bunga, yang digunakan sebagai sarana komunikasi atau interaksi dengan makhluk tak kasat mata. Dalam tradisi ruwatan, terdapat beberapa jenis sajen yang diperlukan. Tak hanya makanan, dalam sajen juga harus terdapat bunga, padi, kain, dan sejumlah barang lainnya yang tak terhitung. Dalam upacara ruwatan, biasanya disertai dengan pertunjukan wayang. Lakon yang dipentaskan adalah lakon khusus yang disebut Murwakala. Selain itu, juga disajikan sesaji khusus untuk memuja Batara Kala.
Dengan ruwatan, diharapkan anak yang diruwat terbebas dari bencana dan mendapatkan keselamatan. Hingga saat ini, tradisi ini masih dipercayai sebagian besar masyarakat karena berhubungan dengan keselamatan anak tunggal dan keluarganya.