Sejarah Rebo Wekasan di Masyarakat Tegal sebagai Tradisi Menolak Malapetaka
Masyarakat Tegal menyakini bahwa pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar, akan banyak bencana dan malapetaka yang menghantui.
Masyarakat Tegal menyakini bahwa pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar, akan banyak bencana dan malapetaka yang menghantui.
Sejarah Rebo Wekasan di Masyarakat Tegal sebagai Tradisi Menolak Malapetaka
Tradisi Rebo Wekasan
Dalam kalender Hijriyah, bulan Safar merupakan bulan ke dua dalam kalender Islam.
Urutannya adalah Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’dah, dan Zulhijjah.
Hingga saat ini, Tradisi Rebo Wekasan di Desa Sitanjung Lebaksiu Tegal masih terus dilaksanakan.
Masyarakat Tegal menyakini bahwa pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar, akan banyak bencana dan malapetaka yang menghantui.
-
Apa saja tradisi Rebo Wekasan di berbagai daerah? Misalnya, di Bantul biasanya membuat lemper raksasa untuk dibagikan, di Banyuwangi melakukan tradisi petik laut, atau di Banten yang melaksanakan salat khusus di pagi hari pada Rabu terakhir bulan Safar.
-
Apa itu Rebo Wekasan? Tradisi ini sebenarnya telah lama menjadi bagian dari budaya religiositas dari masyarakat di wilayah Pulau Jawa untuk memperingati hari Rabu terakhir di bulan Safar.
-
Gimana cara orang menghindari musibah di Rebo Wekasan? Dalam pelaksanaannya, setiap daerah memiliki cara atau tradisi yang berbeda-beda.
-
Bagaimana menghindari musibah di Rebo Wekasan? Ia kemudian menjelaskan alasannya. 'Jika kamu membaca (Al-Kautsar) 17 kali, maka hidupmu akan lebih baik, dan musuh-musuhmu akan teratasi,' jelasnya.
-
Apa makna Rebo Wekasan? Mbah Moen menjelaskan bahwa nama Rebo Wekasan berasal dari bulan Safar, yang dalam bahasa Arab berarti kuning. Menurut pandangan orang Arab, sesuatu yang berwarna kuning dianggap pucat. 'Pucat itu identik dengan kekosongan. Dalam bahasa Arab, kata shifrun berarti kosong. Jadi, bulan Safar seolah-olah menggambarkan bulan yang kosong. Seolah-olah Allah menciptakan bumi pada bulan Safar,' ungkap Mbah Moen.
-
Kenapa tradisi Tabot di Bengkulu dilakukan? Tradisi ini juga untuk mengenang kepahlawanan serta wafatnya cucu Nabi Muhammad, Husein bin Ali Abu Thalib.
Rebo Wekasan
Mengutip jurnal Rebo Wekasan dalam Ranah Sosial Keagamaan di Kabupaten Tegal Jawa Tengah (Analisis Terhadap Ritual Rebo Wekasan di Desa Sitanjung Lebaksiu) yang ditulis oleh Ahmad Nurozi, Rebo Wekasan merupakan fenomena yang terjadi di masyarakat karena factor akulturasi budaya Jawa dengan Islam secara intensif.
Sejarah Rebo Wekasan
Faktor yang melatar belakangi Rebo Wekasan adalah pembingkaian adat dan tradisi non Islam dengan nilai-nilai Islam tersebut dapat terwujud karena warisan budaya Jawa yang halus dapat dipertahankan dan menyatu apabila dipadukan dengan unsur-unsur Islam.
Tradisi Rebo Wekasan dilatarbelakangi adanya pendapat Abdul Hamid Quds yang dituangkan dalam kitab Kanzun Najah wa-Surur fi Fadhail al-Azminah wa-Shuhur.
Oleh karena itu, barangsiapa yang melakukan shalat 4 rakaat, di mana setiap rakaat setelah surat al-Fatihah dibaca surat al-Kautsar 17 kali, lalu surat al-Ikhlas 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali; kemudian setelah salam membaca do’a, maka Allah dengan kemurahan-Nya akan menjaga orang yang bersangkutan dari semua bala bencana yang turun di hari itu sampai sempurna setahun.
Atas dasar pendapat dan kisah tersebut, sebagian masyarakat menyakini bahwa bulan Safar adalah adalah bulan sial sehingga harus mengadakan sebuah ritual untuk menolak bala bencana sebagaimana tradisi-tradisi selamatan lainnya yang diperingati untuk memperoleh keselamatan. (Foto : desasuci.gresikkab.go.id)
Dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa masih melakukan berbagai upaya agar terhindari dan bencana dan malapetaka tersebut,
seperti mencukur beberapa helai rambut dan tradisi membuat bubur merah dan putih, yang kemudian dibagikan ke tetangga mereka.
(Foto : budaya.blog.unisbank.ac.id)
Selain itu, masyarakat banyak yang melaksanakan ritual shalat Rebo Wekasan, mengunjungi sanak saudara, bahkan membuat serangkaian acara selama seharian yang kemudian ditutup dengan pertunjukan wayang, mandi Safar di sungai. (Foto : budaya.blog.unisbank.ac.id)