Cerita Pekerja Rantau Asal Medan Tertipu di Kutai Barat, Malah Kecopetan di Samarinda
Merdeka.com - Hidup penuh perjuangan. Sekira itu yang tergambar dari tujuh pekerja rantau asal Medan, Sumatera Utara.
Bermaksud jadi pekerja konstruksi pabrik sawit di kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, mereka justru tertipu pemborong. Bahkan tiba di Samarinda, salah satu dari mereka di antaranya malah kecurian. Berikut ceritanya.
Kota Samarinda baru saja diguyur hujan lebat sore ini. Jam menunjukkan pukul 16.07 Wita, Senin (6/3) sore. Terlihat sejumlah pria sedang duduk di kursi depan dan pelataran ruang Unit Binmas Polsek Samarinda Kota.
-
Siapa yang menjadi korban penipuan oleh agen penyaluran tenaga kerja? Budi Triman (37), salah satu korban asal Pati mengaku, ia pada awalnya dijanjikan kerja di Korea oleh HS dengan syarat memiliki sertifikat keahlian las yang diterbitkan dari Kapten Indonesia.
-
Dimana penipuan itu terjadi? Aksi seorang Warga Negara Asing (WNA) melakukan pungutan liar (Pungli) berkedok sumbangan agama menyasar warga Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat.
-
Siapa yang jadi korban penipuan? Defri mengalami insiden ini ketika menerima tawaran investasi pada pertengahan 2023.
-
Siapa pelaku penipuan? Kelima tersangka tersebut telah dilakukan penahanan sejak tanggal 26 April 2024 dan terhadap satu WN Nigeria sudah diserahkan kepada pihak imigrasi untuk diproses lebih lanjut,' tuturnya.
-
Siapa yang menjadi korban penipuan? 'Saya bukanlah orang yang ada dalam berita ini. Saya tidak melakukan transplantasi wajah,' katanya kepada saluran tersebut, seraya menambahkan ia telah menjalani operasi yang berbeda empat tahun lalu.
-
Siapa yang sering jadi korban penipuan lowongan kerja? Di tengah era persaingan kerja yang ketat, adanya lowongan pekerjaan yang menjanjikan posisi tertentu dengan gaji menarik jelas jadi hal yang menggiurkan. Namun, waspada jika mendapatkan informasi lowongan pekerjaan dari Blibli jika tidak melalui saluran informasi resmi.
Wajah sebagian dari mereka terlihat kebingungan sekaligus kelelahan. Mereka menenteng tas dan kantong plastik berisi pakaian. Beberapa dari mereka mengenakan tas di punggung.
"Pak permisi, di mana kamar kecil di sini?" kata salah satu dari mereka di Polsek Samarinda Kota.
Mereka berjumlah tujuh orang, beranjak dan berjalan kaki sekitar 25 meter menuju ke salah satu tempat parkiran motor di Polsek. Sejenak mereka pun rehat di tempat itu.
Merdeka.com mencoba bertanya soal asal dan tujuan mereka berada di Polsek Samarinda Kota, kepada salah satu dari mereka, Amin Abdi (56). Amin berbagi cerita soal keberadaan dia bersama keenam temannya yang lain.
"Kami dari kabupaten Kutai Barat Pak," kata Amin mengawali perbincangan.
Amin bercerita dia dan rekannya mendengar peluang kerja sebagai pekerja konstruksi pembangunan pabrik sawit di Kutai Barat pada Januari 2023 lalu. Berjumlah 15 orang, sembilan orang pertama berangkat terpisah dengan 6 orang lainnya pada hari yang sama pada 28 Januari 2023. Mereka tiba di Kutai Barat pada 29 Januari 2023 melalui perjalanan darat yang melelahkan.
"Kami dari Medan, diajak bekerja di Kutai Barat. Janji upah per bulan dan diberi pinjaman Rp 1 juta per 15 hari yang akan digunakan di antaranya untuk mengirimkan ke anak dan istri di rumah. Jadi kami terbang dan tiket pesawatnya gratis oleh pemborong," ujar Amin.
Seiring waktu mereka sudah bekerja satu bulan lamanya. Namun kondisi berubah ketika mereka menanyakan gaji ke pemborong mereka. "Ternyata habis dipotong uang makan, uang transportasi dan lain-lainnya. Jadi penghasilan minus. Padahal awalnya keberangkatan kami dari Medan gratis sampai di lokasi Kutai Barat," terang Amin.
"Dana pinjaman juga tidak ada. Dana pinjaman itu untuk orang di rumah yang kita tinggalkan jauh. Kalau tidak ada pinjaman, terus macam mana kita? Ya tidak bisa bertahan. Buat apa diteruskan kalau bekerja tidak jelas seperti ini?" tambah Amin.
Amin kembali mengungkit janji pemborong waktu itu. "Janjinya sebulan sekali gajian, per 15 hari dapat pinjaman. Jatuh waktu bulan tanya gaji, dibilang (pemborong) tunggu hasil progres (pembangunan pabrik sawit)," kata Amin Abdi.
Tidak ada solusi dari pemborong. Sementara uang mereka pun habis dan tidak ada uang yang bisa mereka kirimkan dari tanah rantau ke istri dan anak mereka kampung halaman.
"Dibilang (pemborong) kalau mau (uang kiriman) tunggu saya datang dari Kalimantan Barat habis lebaran. Kita kan tidak tahu dia (pemborong) datang kapan? Sampai dia bilang tunggu saya datang, saya ganyang kalian semua. Omongan kata ganyang itu kan kasar," cerita Amin.
Tujuh dari 15 pekerja rantau dari Medan itu pun sepakat meninggalkan Kutai Barat, meski mereka tidak lagi memiliki uang. Solusinya, mereka meminta tumpangan truk yang kebetulan sedang menuju ke kota Samarinda, ibu kota provinsi Kalimantan Timur.
"Kami berangkat numpang truk hujan lebat hari Sabtu malam dan sampai Samarinda hari Minggu. Kami menginap di masjid depan terminal Sungai Kunjang di Samarinda," ungkap Amin.
"Ada teman yang kecurian, ya kecopetan waktu di terminal itu. Kecurian tas isi dompet dan HP. Dalam dompet itu ada KTP-nya. Yang penting itu KTP saja buat pulang. Tidak ada uang sama sekali dari sana," jelas Amin.
Masih dari cerita Amin, kedatangan mereka ke Polsek Samarinda Kota, hanya menginginkan kepolisian menemukan cara agar mereka bisa kembali ke Medan. "Kami ada bertujuh, sisanya 8 orang bertahan di Kutai Barat," kata Amin.
"Sisanya ada 8 orang lagi bertahan di sana (di Kutai Barat) buat cari makan, bukan cari duit," kata Romi, pekerja lainnya menimpali perbincangan.
Amin Abdi dan Romi, beserta 5 teman-teman lainnya memutuskan untuk berjalan kaki meninggalkan Polsek Samarinda Kota menuju kantor Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur di Jalan Basuki Rahmat yang berjarak sekitar 2 kilometer. Tujuannya lagi-lagi agar dinas itu bisa memberikan solusi kepulangan mereka ke Medan.
"Terimakasih Pak. Kami mau ke Dinas Sosial, mudah-mudahan ada jalan pulang kami buat kembali ke Medan," kata Amin mengakhiri perbincangan sore ini.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mereka tak menyangka akan ditipu tetangganya sendiri
Baca SelengkapnyaDi antara korban sampai rela menjual truk demi bisa berangkat ke Korea
Baca SelengkapnyaMereka diduga berangkat dengan cara ilegal dan menjadi korban perdagangan manusia.
Baca SelengkapnyaKasus PMI Non Prosedural ini kerap terjadi karena iming-iming keberangkatan yang mudah, tidak membutuhkan pelatihan dan kompetensi bidang.
Baca SelengkapnyaSementara itu, ketiga korban yakni BN (29) asal Tasikmalaya, O (40) asal Subang dan A (28) asal Subang. Kedua pelaku disinyalir untung Rp2 juta per korban.
Baca SelengkapnyaMereka berharap bisa mendapatkan penghasilan besar di sana dan suatu saat bisa kembali ke Bojonegoro.
Baca SelengkapnyaModus operandi yang dilakukan para pelaku dengan menggunakan penipuan lowongan kerja.
Baca SelengkapnyaPolisi mengiming-imingi korban bisa bekerja di PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Baca SelengkapnyaRohmana, seorang pria asal Sumedang menceritakan pengalaman ketika dirinya bekerja di Malaysia.
Baca SelengkapnyaSejak tingginya aktivitas imigrasi orang-orang Jawa ke Sumatera, mereka menetap dan membentuk sebuah komunitas.
Baca SelengkapnyaAda 11 WNI menjadi korban penipuan kerja sebagai TKI di Kamboja. Mereka diimingi pekerjaan tapi nyatanya dipaksa menjadi scammer.
Baca SelengkapnyaSeorang dosen wanita CA (25) harus kehilangan uang Rp50 juta setelah ditipu seorang petani asal Lampung. Penipuan itu bermodus polisi gadungan.
Baca Selengkapnya