Cerita Perburuan DPO Gembong Narkoba Kelas Kakap Fredy Pratama yang Sembunyi di Thailand
Polri bekerja sama dengan kepolisian negara lain dalam memburu Fredy Pratama.
Polisi menduga, Fredy Pratama memalsukan identitas dan mengubah wajahnya.
Cerita Perburuan DPO Gembong Narkoba Kelas Kakap Fredy Pratama yang Sembunyi di Thailand
Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dit Tipidnarkoba) Bareskrim Polri terus memburu bos narkoba kelas kakap Fredy Pratama. Perburuan ini dilakukan oleh polisi hingga sampai ke Thailand.
Untuk memburu gembong narkoba tersebut, Korps Bhayangkara berkerja sama dengan kepolisian hingga Imigrasi Thailand. Terlebih, sudah ada red notice. Karena, apa yang dilakukan oleh Polri untuk memastikan apakah Fredy Pratama masih berada di Thailand atau tidak.
Pada konferensi pers yang digelar pada Selasa (12/9) di Lapangan Bhayangkara, Jakarta, Royal Thai Police (RTP) menyebut, Fredy sudah tidak berada di negaranya itu.
"Kita masih croscek data perjalanan Fredy. Karena dia mungkin pakai identitas palsu,"
kata Dir Tipidnarkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa saat dihubungi, Rabu (13/9).
merdeka.com
Mukti menduga, Fredy bukan hanya menggunakan identitas palsu saja. Dia diduga juga mengubah wajahnya. Meski begitu, ia menegaskan, jika Fredy masih merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).
Gelar Operasi dengan Sandi Escobar
Selain melakukan kerja sama dengan polisi dan Imigrasi Negeri Gajah Putih, Polri pun menggelar operasi dengan sandi Escobar sejak Mei 2023 silam. Dalam operasi yang melibatkan beberapa Polda ini langsung dipimpin olehnya.
Untuk beberapa Polda itu seperti di Sumatera, Kalimantan, Jawa Timur, Lampung, Banten, Bali, Metro Jaya hingga Yogyakarta. Dari total tersebut, hanya melibatkan 109 personel saja untuk memburu Fredy Pratama.
Meski menamakan operasi tersebut dengan nama bandar narkoba asal Kolombia, bukan berarti Fredy Pratama dianggap sama seperti dengan Pablo Escobar. Karena, memang polisi menggap Fredy hanya sebagai penjahat yang biasa saja.
"Ya ada kemungkinan dia (Fredy Pratama) mengubah wajah muka ya. Ya mau operasi plastik kita enggak tau, dia mengubah identitas diri," ujar Mukti.
Sita Aset
Selain memburu hingga ke luar negeri, Polri juga bergerak cepat untuk menyita aset diduga milik Fredy yang ada di beberapa wilayah Indonesia.
Penyitaan yang dilakukan oleh petugas ini ternyata tidak tanggung-tanggung, yakni mencapai hampir Rp10 triliun. Angka tersebut diketahui bukan angka yang kecil dalam penyitaan aset.
"(Keluarganya tinggal di) Indonesia, kan semua asetnya di Kalsel, Jawa Timur, di Yogyakarta, di Kalteng, semua kita sita semua. Di Kalsel semua habis dan Bali. Rp10,8 Triliun dari 2003," kata Mukti.
Polri juga menangkap beberapa orang yang diduga masih terlibat dengan jaringan Fredy.
"(Jumlah tersangka itu) 39. Perannya ada sebagai pasukan wilayah barat dan wilayah timur untuk penyebaran sabu-sabu dan ekstasi. Ada perannya juga membuat KTP palsu atau identitas palsu," papar Mukti.
"Ada perannya sebagai penjual dan ada sebagai penampung keuangan, pengendali keuangan. Jadi lengkap ini, tinggal tangkap dedengkotnya aja, Freddy Pratama," pungkasnya.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan, pengungkapan sindikat narkoba internasional kelas kakap jaringan Fredy Pratama dimulai dengan adanya operasi bersama atau join operating yang bahkan hingga kini masih dilakukan.
Pasalnya, tersangka Fredy selaku aktor utama dalam perkara ini masih berstatus DPO alias buron dan diduga berada di Thailand.
"Ditelusuri bahwa sindikat narkoba ini mengedarkan narkoba dan bermuara pada satu orang yaitu Fredy Pratama dan masih DPO, dan berada di Thailand," tutur Wahyu di Lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/9).
Menurut Wahyu, sejak 2020 sampai dengan 2023 terdapat 408 laporan polisi dengan 884 tersangka yang sudah ditangkap, yang keseluruhannya pun terkait dengan Fredy.
Jaringan tersebut nyatanya memang menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama peredaran narkoba dan dikendalikan oleh Fredy Pratama yang bersembunyi di Thailand.
"Sindikat ini memang rapi dan terstruktur. Siapa berbuat apa, ada bagian keuangan, bagian pembuat dokumen, dan sebagainya," jelas Wahyu.
Selain itu, lanjut Wahyu, jaringan narkoba Fredy menyusun komunikasi dengan sangat rapi melalui penggunaan aplikasi yang jarang digunakan oleh masyarakat umum. Selain itu, banyak pula rekening dari berbagai bank yang digunakan.
"Rekening yang digunakan 406 dengan saldo Rp28,7 miliar dan sudah dilakukan pemblokiran," kata Wahyu.
Wahyu menyatakan, total aset dari sindikat narkoba internasional Fredy mencapai Rp10,5 triliun. Adapun total penyitaan yang dilakukan terhadap barang bukti narkotika dalam kasus ini adalah 10,2 ton sabu, dengan perkiraan yang sudah masuk ke Indonesia untuk diedarkan mencapai 100 hingga 500 kilogram.
Sementara, TPPU yang dikenakan terhadap tangkapan kali ini sebesar Rp273,45 miliar. Masih ada aset lainnya yang dalam proses penyitaan di Thailand.
"Jumlah aset yang telah disita ini secara keseluruhan sekitar Rp273,45 miliar," Wahyu menandaskan.