Gembong Narkoba Fredy Pratama Sulit Ditangkap, Polri: Dilindungi Gangster
Kesulitan untuk menangkap Fredy Pratama karena dilindungi oleh gangster.
Untuk menangkap Fredy Pratama, kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) hingga Bea Cukai Thailand.
Gembong Narkoba Fredy Pratama Sulit Ditangkap, Polri: Dilindungi Gangster
Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dit Tipidnarkoba) Bareskrim Polri hingga kini masih kesulitan dalam melakukan penangkapan terhadap bandar narkoba Fredy Pratama.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa mengatakan, untuk dapat menangkap Fredy Pratama, pihaknya melakukan kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) hingga Bea Cukai Thailand.
"Baik kita tetap bekerjasama dengan polisi Thailand bahkan sekarang kita sudah join dengan BNN," kata Mukti di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (29/12).
"Kemarin untuk melakukan gabungan antara BNN, Bareskrim, Bea Cukai, Kepolisian Thailand, Divhubinter dan Bea Cukai dari Thailand dan Interpol," sambungnya.
Kerjasama bersama Bea Cukai Thailand ini dilakukan, karena memang Fredy Pratama masih terindikasi berada di Thailand.
"Dan memang untuk Fredy Pratama ini sudah masih terindikasi di Thailand cuma kita masih mendapatkan kesulitan untuk melakukan penangkapan," sebutnya.
Selain itu, kesulitan untuk menangkap Fredy Pratama karena dilindungi oleh gangster. Apalagi, orangtua atau mertua dari bandar kelas kakap tersebut masih terindikasi dengan narkoba.
"Karena saya bilang tadi, dari kemarin beliau dilindungi oleh gengster. Karena orangtuanya adalah bagian dari terindikasi narkoba di daerah Thailand jadi mohon waktu lah. Jadi kita tetap upaya," pungkasnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri membongkar sindikat narkoba internasional kelas kakap jaringan Fredy Pratama.
Pengungkapan itu bekerjasama dengan Royal Malaysia Police, Royal Malaysian Customs Departement, Royal Thai Police, Us-Dea, dan instansi terkait lainnya, sekaligus membongkar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil peredaran narkotika jenis sabu dan ekstasi lintas negara itu.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyampaikan, pengungkapan kasus tersebut dimulai dengan adanya operasi bersama atau join operating yang bahkan hingga kini masih dilakukan. Pasalnya, tersangka Fredy Pratama selaku aktor utama dalam perkara ini masih berstatus DPO alias buron dan diduga berada di Thailand.
"Ditelusuri bahwa sindikat narkoba ini mengedarkan narkoba dan bermuara pada satu orang yaitu Fredy Pratama dan masih DPO, dan berada di Thailand," t
utur Wahyu di Lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/9).
Menurut Wahyu, sejak 2020 sampai dengan 2023 terdapat 408 laporan polisi dengan 884 tersangka yang sudah ditangkap, yang keseluruhannya pun terkait dengan Fredy Pratama.
Jaringan tersebut nyatanya memang menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama peredaran narkoba dan dikendalikan oleh Fredy Pratama yang bersembunyi di Thailand.
"Sindikat ini memang rapi dan terstruktur. Siapa berbuat apa, ada bagian keuangan, bagian pembuat dokumen, dan sebagainya," jelas dia.
Selain itu, lanjutnya, jaringan narkoba Fredy Pratama menyusun komunikasi dengan sangat rapi melalui penggunaan aplikasi yang jarang digunakan oleh masyarakat umum. Selain itu, banyak pula rekening dari berbagai bank yang digunakan.
"Rekening yang digunakan 406 dengan saldo Rp28,7 miliar dan sudah dilakukan pemblokiran," katanya.
Wahyu menyatakan, total aset dari sindikat narkoba internasional Fredy Pratama mencapai Rp10,5 triliun. Adapun total penyitaan yang dilakukan terhadap barang bukti narkotika dalam kasus ini adalah 10,2 ton sabu, dengan perkiraan yang sudah masuk ke Indonesia untuk diedarkan mencapai 100 hingga 500 kilogram.
Sementara, TPPU yang dikenakan terhadap tangkapan kali ini sebesar Rp273,45 miliar. Masih ada aset lainnya yang dalam proses penyitaan di Thailand.
"Jumlah aset yang telah disita ini secara keseluruhan sekitar Rp273,45 miliar," Wahyu menandaskan.