Pembelaan Polisi Tetapkan 6 Laskar FPI Tewas Tersangka Pengeroyokan
Merdeka.com - Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menjelaskan alasan pihaknya menetapkan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) sebagai tersangka adalah bentuk pertanggungjawaban hukum. Hal itu berkaitan atas dugaan penyerangan yang dilakukan kepada petugas ketika insiden bentrokan di Tol KM50 Jakarta-Cikampek.
"Ya kan untuk pertanggungjawaban hukumnya kan harus ada," kata Agus ketika ditemui wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (4/2).
Menurutnya, pertanggungjawaban hukum ditunjukan terhadap insiden penyerangan sebelum mereka ditembak oleh anggota, karena mencoba melawan petugas. Hal itu sudah sesuai dengan aturan untuk memberikan kepastian hukum.
-
Mengapa korban diduga meninggal? Diduga kuat, korban meninggal karena sakit karena tidak ditemukan luka akibat kekerasan.
-
Siapa korban pembunuhan? Pelaku ditangkap oleh tim gabungan Resmob Polrestabes Semarang dan Jatanras Polda Jateng di hari yang sama dengan kejadian yaitu Senin (24/7). “Jadi kejadian jam 03.00 wib. Pelaku kami tangkap dalam pelariannya di Solo Jateng pukul 06.00 Wib.“
-
Bagaimana korban meninggal? 'Dalam proses dari Lampung ke Jakarta ini (korban) pendarahan hebat. Pelaku juga mengetahui bahwa si korban sedang pendarahan. Pelaku ini mengetahui bahwa korban sedang pendarahan hebat, namun dibiarkan saja, sehingga korban kehabisan darah dan meregang nyawa,' kata dia.
-
Siapa yang ditemukan meninggal? Saat itu, ditemukan seorang pria atas nama W (55) dalam keadaan tak bernyawa.
-
Kenapa mayat diduga korban pembunuhan? Mayat tersebut diduga merupakan korban pembunuhan lantaran terdapat luka-luka di tubuhnya.
-
Kenapa korban dibunuh? 'Oleh karena pelaku menolak untuk membayar 100 ribu selanjutnya korban memaki-maki dan mengancam pelaku dengan kata-kata yang kasar dan mengancam untuk memanggil abang-abang (keluarga) yang daripada korban,' kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, Kamis (25/4).
"Artinya bahwa proses terhadap perbuatan awal kejadian itu tetap kita proses," ujar Agus.
Sedangkan, terkait proses perkara lanjutan, Agus mengatakan pihaknya akan menghentikan penyidikan dengan mengeluarkan SP3 untuk kasus insiden bentrokan di Tol KM 50 Jakarta-Cikampek.
"Ya nanti akan dihentikan," kata Agus ketika ditemui wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (4/3).
Agus menjelaskan penghentian kasus tersebut, karena keenam laskar FPI sudah meninggal maka secara otomatis starus hukumnya hilang.
"Nanti kita (keluarkan) surat perintah penghentian penyidikan bang karena tersangka meninggal dunia," ujar Agus.
Penyidikan Hanya Bisa Dilakukan ke Orang Masih Hidup
Sebelumnya, Pakar hukum pidana Fachrizal Afandi menilai penetapan tersangka terhadap orang yang sudah meninggal cukup janggal. Karena seyogyanya, proses penyidikan dan penuntutan sebuah perkara hanya bisa dilakukan kepada orang yang masih hidup.
"Proses penyidikan dan penuntutan tindak pidana hanya bisa dilakukan terhadap orang yang masih hidup," kata Fachrizal saat dihubungi merdeka.com, Kamis (4/3).
Terlebih, dia menyoroti terhadap proses penegakan hukum yang digunakan oleh kepolisian. Karena, sesuai Pasal 109 ayat (2) KUHAP jo Pasal 77 KUHP sudah seharusnya dihentikan, karena yang bersangkutan atau terdakwa telah meninggal dunia.
"Apalagi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang mewajibkan polisi melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang akan ditetapkan sebagai tersangka," sebutnya.
Karena adanya dasar aturan tersebut, Fachrizal menyampaikan sudah seharusnya polisi menghentikan proses hukum kepada keenam laskar FPI dan jangan mencoba memaksakan aturan.
"ya sudah (dihentikan), polisi janganlah bermain akrobat menabrak aturan-aturan," ujarnya.
Bahkan, Fachrizal juga melihat kejanggalan lain pada penanganan kasus bentrokan di KM 50. Terhadap berkas perkaranya yang dibuat terpisah oleh polisi antara berkas berkas perkara penyerangan terhadap polisi dan dugaan berkas perkara unlawful killing yang dilakukan anggota Polri.
"Sekarang kan kesannya polisi menyidik kasus itu terpisah (splitzing), padahal itu kasus tidak bisa di split. Kalau memang ada penyerangan dari laskar FPI dan kemudian polisi melakukan penembakan harusnya jadi satu berkas. Apalagi kewenangan splitzing itu hanya jaksa yang punya," ujarnya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anies Baswedan menyinggung tragedi KM50 kepada capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dalam debat Capres perdana.
Baca SelengkapnyaSebanyak tujuh tersangka sudah ditangkap. Sementara satu orang inisial S masih buron.
Baca SelengkapnyaJohan mengungkapkan banyak kejanggalan dan dugaan kebohongan yang dilakukan penyidik Sat Lantas Polresta Tangerang, saat menangani penyidikan.
Baca SelengkapnyaPemicunya, rombongan pengantar jenazah ini ugal-ugalan dan memepet Bripda M Fathul.
Baca SelengkapnyaIstri korban, Maidar berharap kepada pihak kepolisian agar segera menangkap pelaku lain yang saat ini masih berkeliaran bebas.
Baca SelengkapnyaPengeroyokan terhadap seorang anggota polisi, merupakan kasus ketiga yang menjeratnya.
Baca SelengkapnyaDdua tersangka penadah tidak akan dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Baca SelengkapnyaAda 63 adegan dilakukan dua anggota polisi dalam rekonstruksi tersebut.
Baca SelengkapnyaLaporan itu karena dugaan kuat KPAI tentang adanya unsur pelanggaran undang-undang tentang perlindungan anak oleh pihak kepolisian.
Baca SelengkapnyaKelima pelaku berinisial RS (23), BFH (18), AM (17), OYB (21) dan AH (25)
Baca SelengkapnyaJika penggembala membela diri, Mahfud mengungkapkan, seharusnya tidak menjadi tersangka.
Baca SelengkapnyaPaspampres dan dua anggota TNI mengaku sebagai anggota polisi saat menculik paksa Imam.
Baca Selengkapnya