DPR minta Permenkes direvisi agar BPOM awasi obat di RS dan faskes
Merdeka.com - Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menegaskan vaksin dan obat-obatan palsu beredar karena lemahnya pengawasan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Maka dari itu komisi IX DPR mendesak agar Permenkes Nomor 58, 35, 30 tahun 2014 dan Permenkes nomor 2 tahun 2016 direvisi dengan jangka waktu 15 hari.
"Memang kita meminta agar Permenkes direvisi. Permenkes 58, 35, dan 30 tahun 2014 ini agar direvisi dengan melibatkan Badan POM. Diberi waktu 15 hari untuk merevisi Permenkes tersebut," kata Dede di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/7).
Dengan begitu, menurut Dede, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) diberikan kewenangan lebih turut mengawasi peredaran obat di dalam rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Sebab selama ini BPOM hanya bisa mengawasi peredaran di luar rumah sakit atau fasilitas kesehatan saja.
-
Kenapa BPOM dukung gaya hidup sehat? Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendukung penuh gaya hidup sehat yang saat ini menjadi tren masyarakat luas. Banyak orang mulsi menyadari pentingnya menjaga kesehatan dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.
-
Bagaimana cara BPOM mengantisipasi bahaya BPA? “Rencana regulasi tersebut menunjukkan negara hadir dalam melindungi kesehatan masyarakat. Pelaku usaha pastinya memahami rencana pelabelan ini dan kami berharap dukungan semua pemangku kepentingan“
-
Apa yang BPOM lakukan terkait BPA? BPOM sendiri memang telah mencoba untuk mengadopsi pelabelan bebas BPA atau Berpotensi Mengandung BPA pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Hal tersebut tentunya bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar lebih waspada terhadap potensi bahaya BPA bagi kesehatan tubuh, terutama untuk wanita hamil dan bayi.
-
Siapa yang mendesak BPOM untuk sosialisasi? Ia mendesak BPOM segera meningkatkan sosialisasi masif atas kebijakan anyar tersebut.
-
Dimana bisa dicegah PPOK? Berikut penyebab penyakit paru obstruktif dan cara mencegahnya yang merdeka.com lansir dari Healthline:
-
Dimana BPOM menemukan migrasi BPA? Menurut Aisyah, rencana pelabelan risiko BPA juga berlatar hasil pengawasan yang menunjukkan migrasi BPA pada galon bermerek yang beredar di sejumlah kota.
"Posisi yang ada di Kemenkes inilah fungsi pengawasannya tidak dilakukan. Agar semua tidak mengatakan agar Badan POM yang bersalah, maaf Badan POM ini hanya melakukan pengawasan terhadap obat yang beredar di publik. Jadi bukan obat yang beredar di rumah sakit. Nah obat yang beredar di rumah sakit atau fasilitas kesehatan, itu diawasi oleh Kemenkes dan kepala dinas kesehatan di masing-masing daerahnya termasuk provinsi," ungkapnya.
Lemahnya pengawasan tersebut yang membuat peredaran vaksin dan obat palsu tak terdeteksi publik. Kebanyakan justru terjadi kong-kalikong antara perusahaan obat ilegal dengan pihak rumah sakit, perawat, bidan, atau dokter.
"Supaya tidak terulang lagi seperti ini. Jadi kelalaian pemerintah ini tidak terulang dan bisa dibackup Badan POM. Karena Badan POM memang institusi yang kerjanya melakukan uji sampling, atau uji lapangan terhadap obat-obatan yang beredar," ujarnya.
"Kalau Permenkes itu urusan pemerintah. Kita hanya meminta agar merevisi Permenkes tersebut dengan melibatkan Badan POM di dalamnya. Jadi artinya dalam Permenkes itu nanti ada Badan POM, supaya Badan POM nanti ikut terlibat," imbuhnya.
Seperti diketahui memang komisi IX DPR mendesak agar 4 Permenkes segera direvisi. Beberapa di antaranya ialah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Permenkes Nomor 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian dan Apotek, Permenkes Nomor 58 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, dan Permenkes Nomor 2 tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Mutu Obat pada Instalasi Farmasi Pemerintah. (mdk/eko)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Desakan kepada Kemenkes ini diambil setelah adanya kekhawatiran serius tentang dampak negatif aturan itu.
Baca SelengkapnyaKepala BPOM RI Taruna Ikrar menegaskan komitmennya untuk menindak tegas jaringan mafia skincare.
Baca SelengkapnyaRegulasi ini tengah digodok, di mana rencananya akan turut mengatur soal produk tembakau atau rokok.
Baca SelengkapnyaPengaturan sepihak tersebut seakan hanya memandang pengaturan tembakau dari pertimbangan isu kesehatan semata.
Baca SelengkapnyaKebijakan ini, bagian dari aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Baca SelengkapnyaIrma pun meminta BPOM bekerjasama dengan Badan Karantina untuk menyelidiki peredaran anggur muscat.
Baca SelengkapnyaPetisi ini diajukan oleh 150 orang Guru Besar lintas profesi, baik dari profesi kesehatan dan non kesehatan.
Baca SelengkapnyaAturan ini dinilai dapat menurunkan omzet para pedagang kecil hingga peritel dan koperasi secara signifikan serta dapat memutus mata pencaharian para pedagang.
Baca SelengkapnyaSekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnasi Mudi menyayangkan PP 28/2024 disahkan dan ditandatangani oleh berbagai Kementerian yang tidak terl
Baca SelengkapnyaMahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.
Baca SelengkapnyaRUU Kesehatan dianggap minim urgensi dan kualitas. Banyak celah kelemahan dan RUU ini.
Baca SelengkapnyaProtes yang dilayangkan banyak mencermati kurangnya partisipasi publik dalam penyusunan peraturan-peraturan terkait kesehatan.
Baca Selengkapnya