Ketahui Sejumlah Fakta Penting Terkait Manfaat dan Persiapan Toilet Training bagi Anak
Berdasarkan berbagai sumber, anak umumnya dapat melakukan buang air kecil dan buang air besar secara mandiri pada usia 2,5 tahun.
Setiap anak memiliki waktu yang berbeda untuk memulai toilet training. Namun, jika toilet training ditunda, hal ini dapat mengakibatkan masalah kesehatan pada anak. "Hal ini akan menimbulkan kekhawatiran adanya peningkatan penyebaran penyakit baik infeksi, diare, maupun hepatitis A," ujar dr. Meitha Pingkan Esther SpA (K), anggota Unit Kelompok Kerja Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Meitha menjelaskan bahwa penundaan toilet training dapat menyebabkan anak menolak untuk buang air besar, yang berpotensi menyebabkan konstipasi dan masalah dalam mencapai serta mempertahankan kontrol kandung kemih. Selain itu, keterlambatan dalam pembelajaran toilet training juga dapat menyebabkan stres pada orang tua, anggota keluarga, pengasuh di tempat penitipan anak, dan guru di sekolah. Kehadiran anak-anak yang belum terlatih menggunakan toilet untuk buang air kecil maupun besar dapat menambah beban kerja bagi pengasuh di tempat penitipan anak dan taman bermain, seperti yang diungkapkan Meitha mengutip Antara.
Tujuan Toilet Training
-
Apa yang dimaksud dengan toilet training? Pendidikan toilet adalah fase penting yang memerlukan kesiapan baik dari anak maupun orang tua.
-
Mengapa potty training penting? Masa-masa potty training merupakan salah satu tahapan penting dalam perkembangan anak yang mengharuskan orangtua untuk bersabar dan telaten.
-
Bagaimana cara mengetahui anak siap toilet training? Menahan kencing selama 60 hingga 90 menit. Mengenali sensasi saat kandung kemih penuh. Dapat duduk di toilet selama sekitar 15 menit. Mampu menemukan kamar mandi secara mandiri. Mampu mengkomunikasikan kebutuhan untuk ke toilet. Memiliki kemampuan untuk melepas pakaian, menyeka, menyiram toilet, merapikan, dan mencuci tangan sendiri.
-
Apa saja tanda kesiapan anak untuk potty training? Tanda-tanda kesiapan anak untuk melakukan potty training bisa bervariasi, tetapi beberapa indikator umum meliputi: Interval antar buang air sudah cukup lama: Anak bisa menahan buang air setidaknya selama dua jam di siang hari. Mengompol saat tidur: Anak sudah tidak mengompol saat tidur siang. Menyadari popok basah: Anak mulai menyadari ketika popok mereka basah. Menunjukkan minat buang air di toilet: Anak menunjukkan minat atau antusiasme terhadap penggunaan toilet. Mulai bisa menahan buang air besar: Anak sudah bisa menahan buang air besar untuk sementara waktu.
-
Bagaimana cara memulai potty training? Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah tidak memaksakan anak untuk segera mulai melakukan potty training.
-
Kapan sebaiknya memulai toilet training? Pelatihan toilet sebaiknya dimulai antara usia 12 hingga 36 bulan.
Toilet training bertujuan untuk melatih anak agar dapat buang air kecil dan besar secara mandiri di toilet. Menurut Meitha, terdapat dua tujuan utama dari toilet training. Pertama, membantu anak mengenali sensasi buang air kecil dan memahami cara buang air kecil serta besar di toilet. "Misalnya, begitu anak merasakan sensasi untuk buang air kecil, dia akan menuju toilet, duduk di toilet, buang air kecil, kemudian membersihkan dirinya sendiri, menyiram toilet, mencuci tangan, dan seterusnya," jelasnya. Intinya, pelatihan ini bertujuan agar anak dapat menguasai semua tata cara yang berkaitan dengan penggunaan toilet, termasuk mengenakan celana mereka sendiri.
Kapan Anak Bisa Melakukan Toilet Training?
Anak-anak non-autisme biasanya memulai toilet training antara usia 12 hingga 36 bulan. Pada tahap ini, anak-anak dengan cepat mengeksplorasi lingkungan mereka, dan fase ini juga dikenal sebagai fase anal yang berkaitan dengan toilet training. Selain itu, pada usia sekitar 24 bulan, sebagian besar anak sudah mampu berbicara, memahami percakapan, dan berkomunikasi dengan baik.
Kemampuan kognitif dan emosional yang diperlukan untuk menjalani toilet training umumnya telah berkembang pada rentang usia 18 hingga 30 bulan. "Dari beberapa kepustakaan dikatakan bahwa rata-rata usia anak tanpa autisme untuk dilatih toilet training adalah pada usia dua tahun enam bulan," kata Meitha.
Namun, penting untuk diingat bahwa usia bukanlah satu-satunya acuan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memulai toilet training, karena setiap anak memiliki kecepatan perkembangan yang berbeda-beda.
Jadwal untuk Pelatihan Toilet Training
Meitha menjelaskan pentingnya adanya jadwal untuk pelatihan toilet training, yang bertujuan untuk mengajarkan anak cara buang air kecil di toilet serta menahan buang air kecil saat tidak berada di toilet. Jadwal pelatihan tersebut meliputi beberapa langkah, yaitu: pertama, ajak anak ke kamar mandi setiap 90 menit. Jika anak tidak buang air kecil, maka pada interval berikutnya bisa dikurangi menjadi 60 menit. Apabila anak berhasil buang air kecil, kembalikan jadwal ke 90 menit lagi. "Ajarkan anak untuk menunggu buang air kecil saat dibawa ke toilet," ungkap Meitha.
Kedua, setiap 3 menit atau lebih, berikan penguatan positif untuk mendorong anak duduk di toilet dengan baik. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan orang dewasa menyanyikan lagu, membaca buku, atau bermain dengan mainan anak. Namun, penting untuk tidak terlalu terlibat dalam permainan sehingga anak lupa untuk buang air kecil. Meitha juga menyarankan agar orang tua memberikan apresiasi ketika anak berhasil melewati fase pelatihan toilet secara mandiri, karena proses ini merupakan langkah penting dalam perkembangan anak.
Bagaimana Jika Anak Mengompol?
Jika anak yang sudah menjalani toilet training tidak mampu menahan pipis, sehingga sebelum sempat ke toilet sudah mengeluarkan urine, apa yang harus dilakukan? Meitha menyarankan agar orang tua mengajak anak untuk membersihkan urine yang tumpah di lantai.
"Namun, jangan dilakukan untuk menghukum ya. Ini anak dilakukan agar anak mengalami konsekuensi alami dan mencegah terjadi accident lagi," katanya. Dengan cara ini, anak akan belajar dari pengalaman dan memahami pentingnya ke toilet tepat waktu.
Meitha juga menambahkan bahwa jika anak terlalu sering mengalami kecelakaan, sebaiknya orang tua memperpendek jadwal kunjungan ke toilet. Dalam hal ini, orang tua bisa mengajak anak ke toilet setiap kurang dari 90 menit. Dengan demikian, anak akan lebih terbiasa untuk merasakan kebutuhan untuk pergi ke toilet dan mengurangi kemungkinan terjadinya accident.