Skrining Talamesia Penting untuk Mulai Dilakukan Sebelum Menikah
Merdeka.com - Salah satu masalah kesehatan yang penting untuk diketahui sebelum menikan adalah talamesia. Hal ini untuk memastikan bahwa masalah kesehatan ini tidak diturunkan ke buah hati kelak.
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi Onkologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Agus Fitrianto, SpA(K) menganjurkan untuk melakukan skrining talasemia jauh-jauh hari sebelum menikah, untuk mencegah kelahiran anak dengan talasemia mayor.
"Perlu digarisbawahi bahwa skrining itu dilakukan saat usia muda, mungkin idealnya SMP atau SMA, jangan mepet ketika mau menikah," kata Agus beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.
-
Siapa yang menyoroti pentingnya deteksi dini kanker anak? Ahli hematologi dan onkologi anak, Dr. dr. Murti Andriastuti, Sp.A(K), dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), menyoroti pentingnya mengenali gejala kanker pada anak agar penyakit ini dapat dideteksi dan ditangani secara dini.
-
Kapan remaja putri harus mengikuti skrining hemoglobin? Remaja putri mulai kelas V atau yang sudah menstruasi untuk mengikuti bulan skrining Agustus ini,“ ujar Hakam dikutip dari ANTARA.
-
Kapan tes kesehatan rutin harus dilakukan? Ingatlah, menjaga kesehatan bukanlah hal yang bisa ditunda. Lakukan tes kesehatan secara rutin sesuai usia, karena mencegah lebih baik daripada mengobati.
-
Bagaimana premarital check up dilakukan? Pemeriksaan Pranikah adalah serangkaian tes kesehatan yang dilakukan sebelum pasangan menikah.
-
Siapa yang harus menjalani screening ASI? Tidak hanya itu, ibu yang akan menyusui secara langsung juga perlu memastikan dirinya bebas dari penyakit menular ini, agar ASI yang diberikan tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan bayi.
-
Apa jenis premarital check up yang penting? Bagi pasangan yang hendak menikah, premarital check up termasuk hal penting yang perlu dilakukan. Ini merupakan rangkaian pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi jika terdapat risiko penyakit dari masing-masing pasangan.
Agus menjelaskan, talasemia adalah kelainan darah ketika sel darah merah tidak sempurna sehingga mudah pecah sehingga menyebabkan anemia kronik. Talasemia mayor sendiri merupakan jenis talasemia berat yang membuat pengidapnya harus menjalani transfusi darah seumur hidup.
Talasemia mayor terjadi karena pernikahan antara dua orang yang sama-sama pembawa sifat talasemia atau talasemia minor.
Sayangnya, talasemia minor tidak dapat diketahui jika tidak melakukan skrining sebab umumnya tidak menimbulkan gejala. Sehingga Agus mengatakan skrining merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah lahirnya anak dengan talasemia mayor.
"Pembawa sifat talasemia itu seperti kita, tidak ada gejalanya, tumbuh kembangnya juga relatif normal. Hanya kondisi tertentu mungkin yang kadang mereka memiliki gejala, tetapi hanya bisa dipastikan dengan pemeriksaan skrining. Selama kita tidak melakukan skrining maka risikonya akan terjadi risiko kelahiran talasemia berat selanjutnya," tegas Agus.
Secara sederhana, Agus mengatakan ada dua jenis skrining yaitu skrining yang prospektif dan skrining retrospektif.
Skrining prospektif adalah skrining massal yang dilakukan di daerah-daerah yang memiliki angka pembawa sifat talasemia yang tinggi. Skrining ini dimulai dengan pemeriksaan darah sederhana seperti pemeriksaan darah perifer lengkap dan indeks eritrosit.
Apabila hasil skrining menunjukkan adanya anemia dengan mikrositik atau sel darah merah yang ukurannya lebih kecil dari biasanya, maka perlu dicurigai sebagai talasemia minor sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut yaitu analisa Hb.
Sedangkan skrining restrospektif dilakukan pada keluarga inti dari pasien talasemia mayor dan dapat langsung dilakukan dengan menganalisa Hb.
Jika seseorang ternyata diketahui sebagai pembawa sifat talasemia, Agus menganjurkan untuk tidak menikah dengan orang yang juga membawa sifat talasemia, agar tidak lahir anak dengan talasemia mayor.
"Jadi dengan mengetahui status pembawa sifat talasemia, ini tentunya akan menjadi modal yang bagus untuk merencanakan pernikahan dan pengelolaan kesehatan selanjutnya yang lebih baik," tandasnya.
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Untuk mencegah risiko anak terlahir dengan talasemia, melakukan skrining terhadap pasangan sebelum menikah itu penting.
Baca SelengkapnyaSejak 2019 Kemenkominfo telah menggandeng generasi muda untuk turut serta mendukung upaya penurunan prevalensi stunting
Baca SelengkapnyaTerjadinya anemia ini memperbesar resiko mereka melahirkan anak stunting
Baca SelengkapnyaDitegaskan Menkes Budi, penyediaan alat kontrasepsi ini bukan untuk pelajar, namun untuk orang menikah di usia sekolah
Baca SelengkapnyaMenjaga kesehatan ginjal pada anak ternyata harus dilakukan jauh sebelum janin berkembang di kandungan.
Baca SelengkapnyaTerdapat berbagai risiko jika melakukan pernikahan dini.
Baca SelengkapnyaWapres mengingatkan tanggung jawab bersama dalam mengawal kebijakan pembangunan SDM
Baca SelengkapnyaSalah satu faktor penyebab stunting adalah menikah di usia muda atau menikah dini
Baca SelengkapnyaAtiqoh blusukan dengan mengecek kesehatan warga sekitar Jalan Amd, RT 12 RW 13, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat.
Baca SelengkapnyaPemkab Banyuwangi menunjukkan keseriusan dalam mencegah dan menanggulangi pernikahan dini yang marak terjadi.
Baca SelengkapnyaPencegahan pernikahan dini dan pemahaman kesehatan reproduksi merupakan isu penting bagi remaja yang perlu diperhatikan.
Baca SelengkapnyaBKKBN menegaskan prinsip pemberian kontrasepsi untuk mencegah kehamilan pasangan usia subur di bawah 20 tahun
Baca Selengkapnya