Manis Empuknya Kembang Waru, Jajanan Khas Kotagede Sejak Zaman Mataram Islam
Merdeka.com - Dari rumah sederhana yang terletak di Kampung Bumen, Kotagede Yogyakarta harum aroma kue tercium. Aroma harum kue yang manis ini membuat perut ingin segera mencoba kue ini. Tak sembarang kue, Kembang Waru merupakan makanan khas Kotagede yang legendaris.
Jajanan tradisional ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Kala itu, kue berwarna cokelat ini menjadi primadona. Makanan mewah yang disajikan untuk para raja. Namun sayang, kepopulerannya kini mulai memudar. Terganti dengan jajanan berkemasan yang lebih modern dan kekinian.
Pembuat Kembang Waru pun banyak yang gulung tikar. Tinggal beberapa orang yang bertahan membuat Kembang Waru, salah satunya Pak Basis Hargito. Dari rumah pria lanjut usia ini, sejumlah kilogram adonan berwarna putih tertuang di cetakan. Siap dipanggang di perapian tradisional, menghasilkan jajanan Kembang Waru yang melegenda.
-
Kapan kue cocorot mulai populer? Menurut Euis, kue ini memiliki penggemar cukup banyak di era sekarang.
-
Apa makanan tradisional Jawa Timur yang populer? Terdapat beberapa makanan tradisional Jawa Timur yang populer dan menjadi favorit masyarakat. Mulai dari soto Lamongan, rawon, bebek Madura, hingga nasi krawu.
-
Kapan Kue Jojorong mulai ada? Kue Jojorong diperkirakan sudah ada sejak masa Kesultanan Banten yang berkuasa di paling barat Pulau Jawa tahun 1526 sampai 1816.
-
Kapan cokelat pertama kali dikonsumsi? Cokelat pertama kali dikonsumsi sekitar tahun 1900 SM sampai 1500 SM, dalam bentuk minuman fermentasi di Mesoamerika.
-
Kenapa kue talam Betawi jadi makanan populer? Kue talam diperkirakan menjadi makanan rakyat yang diadopsi dari banyak budaya, dan cocok dengan lidah orang Indonesia.
-
Makanan khas apa yang terkenal di Jawa Barat? Jawa Barat terkenal dengan makanan-makanannya yang memiliki cita rasa pedas gurih.
Seperti namanya, kembang waru kue ini berbentuk seperti bunga waru yang sedang mekar. Berwarna cokelat dan berlekuk-lekuk permukaannya.
Kue basah ini terbuat dari telur ayam, tepung terigu, gula pasir, soda vanili, dan susu. Cara membuatnya pun cukup sederhana, cukup mencampurkan bahan-bahan tersebut kemudian di panggang hingga berwarna kuning kecokelatan.Setidaknya butuh waktu 1-2 jam untuk membuat Kembang Waru.
Dalam proses pembuatannya menggunakan alat tradisional. Semuanya mengandalkan kekuatan tangan dan tanpa tersentuh mesin. Alat pemanggang kue masih tradisional. Dengan arang bara api yang menyala di atas dan di bawah perapian. Nantinya, adonan kue dipanggang pada tengah perapian.
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas PrakosoSetelah berwarna kuning kecoklatan, kue Kembang Waru pun siap dinikmati. Tanpa pemanis buatan, Kembang Waru ini terasa lembut memanjakan lidah. Pinggir kelopak renyah. Aromanya harum. Hmmm, benar-benar nikmat.
Jika dulu menjadi makanan mewah, Kembang Waru kini menjadi jajanan yang bisa dinikmati siapa saja. Makanan tradisional ini seringkali tersedia di acara hajatan seperti pernikahan, selapanan, dan lain sebagainya.
Meski beberapa daerah juga ada yang memproduksi Kembang Waru, namun rasa Kembang Waru Kotagede punya khasnya sendiri. Rasa Kembang Waru khas Kotagede diklaim lebih empuk karena mengocok adonan mengandalkan kekuatan tangan.
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas PrakosoMakanan khas Kotagede ini syarat dengan makna filosofi. Kembang waru, kembang dengan 8 kelopak ini punya melambangkan 8 jalan utama Hasto broto. Diibaratkan 8 elemen penting yaitu matahari, bulan, bintang, mega (awan), tirta (air), kismo (tanah), samudra, dan maruto (angin).
Oleh karena itu siapa yang makan kembang waru harus bisa menjiwai dan mengamalkan 8 delapan jalan utama. Mengingat bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa 8 elemen tadi. Meski punya makna yang dalam, namun tidak banyak masyarakat yang mengetahui filosofi dari makanan khas tradisional Kotagede ini.
©2021 Merdeka.com/Fajar Bagas PrakosoPria yang akrab disapa Pak Bas sudah memproduksi Kembang Waru sejak 1983. Hampir 4 dekade ia menggeluti usaha ini. Pak Bas menjual Kembang Waru seharga Rp 1.000 ribu.
Dulu menjadi primadona, kini kue kembang waru tak lagi banyak dijual di pasar tradisional. Bukan hanya karena sepi peminat, tetapi pembuat makanan khas Yogyakarta ini juga kian berkurang. (mdk/Tys)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kue ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Banten dan jadi jajanan favorit Sultan.
Baca SelengkapnyaDi daerah lain, kue sagon memiliki variasi bahan dan rasa yang sedikit berbeda.
Baca SelengkapnyaGudeg Manggar menawarkan cita rasa berbeda dan keunikannya sendiri dibandingkan gudeg pada umumnya
Baca SelengkapnyaSalah satu alasan kue ini masih dicari para penggemar lantaran tekstur dan cita rasanya yang beragam.
Baca SelengkapnyaKuliner dari Riau ini secara historis dipengaruhi oleh bangsa Arab yang membawa kultur makanan sehingga terciptanya kue lezat dan ikonik.
Baca SelengkapnyaKue ini cukup populer di masyarakat Sumatera Selatan seperti Jambi, Riau, Bengkulu, dan Palembang.
Baca SelengkapnyaGulo Puan merupakan kudapan manis dan gurih dari Palembang, Sumatra Barat. Makanan ini sudah tergolong langka karena bahan bakunya yaitu Kerbau Rawa yang hampir punah.
Baca SelengkapnyaKue ini dulu jadi santapan raja dan para bangsawan Kerajaan Gelang-Gelang. Kini bisa dinikmati siapa saja.
Baca SelengkapnyaKerajaan ini terkenal karena praktik pertaniannya yang canggih.
Baca SelengkapnyaSiapapun yang mencicipi kue Jojorong dijamin langsung jatuh hati lewat rasa manis gurihnya. Kue ini juga sarat filosofi.
Baca SelengkapnyaKepopuleran kue ini di masa lalu tidak lepas dari wilayah kekuasaan pada masa puncak kejayaan Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-7.
Baca SelengkapnyaKue Pelite, makanan tradisional dari Kota Muntok yang disenangi oleh Bung Karno saat masa pengasingan di Bangka Belitung.
Baca Selengkapnya