Asal Muasal Produk China Dijual Harga Murah di Banyak Negara
Pemerintah China memiliki dukungan yang penuh kepada para pelaku usahanya.
Pemerintah China memiliki dukungan yang penuh kepada para pelaku usahanya.
Asal Muasal Produk China Dijual Harga Murah di Banyak Negara
Asal Muasal Produk China Dijual Harga Murah di Banyak Negara
Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita menilai aturan baru yang diterbitkan pemerintah untuk TikTok Shop bukan kebijakan yang menghasilkan solusi.
Kebijakan tersebut belum bisa mengatasi masalah banjirnya produk impor dari China yang harganya merusak pasar domestik.
"Permendag yang baru setidaknya memang bisa menyenangkan para pihak yang mengeluhkan soal pengaruh social ecommerce atas penjualan UMKM. Namun, untuk membendung saya pikir susah. Kita dan China punya kebijakan domestik yang berbeda," kata Ronny, Jumat (29/9).
Ronny menjelaskan, Pemerintah China memiliki dukungan yang penuh kepada para pelaku usahanya. China memberikan subsidi yang besar kepada produk-produk ekspor, untuk mempertahankan pasar, bahkan menambah pasar.
Subsidi tersebut melahirkan praktik harga predatory pricing di negara tujuan produk tersebut.
Alasannya karena produk yang ditawarkan menjadi sangat murah
merdeka.com
"Sudahlah biaya produksi dan tingkat efisiensi produksi di China sangat rendah dibanding di sini, lalu diberi subsidi pula, maka sudah bisa dibayangkan hasilnya, yakni harga yang sangat murah," ujar Ronny.
Menurut Ronny, China melakukan itu karena faktor struktural. Pertumbuhan ekonomi China berbeda dengan Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi China ditopang oleh ekspor dan investasi asing. Sementara, kontribusi konsumsi rumah tangganya di bawah 50 persen, sekitar 30 persen.
Maka saat pertumbuhan ekonomi global mulai melandai, tepatnya sejak krisis finansial 2008, permintaan atas produk China otomatis ikut terpengaruh.
Bahkan China sampai saat ini belum juga berhasil melakukan menyeimbangkan kembali (rebalancing) ke konsumsi rumah tangga. Sehingga pertumbuhan ekonominya masih bertumpu pada ekspor.
Daripada dihadapkan pada situasi PHK masal, China memilih langkah subsidi besar-besar, sampai proses rebalancing membuahkan hasil.
Mengingat tingkat kontribusi konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan bisa naik sampai ke level 50-60 persen.
"Nah, daripada permintaan ekspor turun, lalu produsen pada gulung tikar, lalu terjadi PHK masal, China akhirnya memilih langkah subsidi masif, agar produknya menjadi sangat kompetitif alias sangat murah," tutur Ronny.
Di sisi lain, Pemerintah bisa saja melarang atau menaikan tarif bea masuk, tapi tentu ada poin-poin perdagangan bebas antara ASEAN dan China yang harus dipatuhi.Upaya menangkal hal ini juga bukan tanpa resiko. Pemerintah Indonesia bisa saja mengenakan bea masuk dari produk impor asal China.
Namun hal yang sama juga akan dilakukan China terhadap komoditas ekspor Indonesia yang dibeli China.
Makanya, menurut Ronny pembatasan yang dilakukan pemerintah ini sifatnya hanya sementara.
Mengingat pada intinya, akar masalah terletak pada kemampuan produksi produk yang bersaing.
"Karena pada intinya, kemampuan bersaing dengan produk luar terletak pada produk kita, apakah produk kita bisa bersaing, baik secara kualitas maupun secara harga," kata Ronny.
Dia melanjutkan, kebijakan dalam Permendag 30/2023 ini harus menjadi bahan introspeksi bagi Pemerintah. Agar fokusnya pada kapasitas produksi nasional, bukan hanya digitalisasi di hilir saja.
"Jadi kebijakan ini sebenarnya adalah instrospeksi bagi pemerintah untuk fokus pada kapasitas produksi nasional, dari UmKM sampai korporasi domestik," tegasnya.
Terbukti kebijakan infrastruktur Jokowi hanya mempermurah biaya tanspor barang-barang impor, bukan mempermudah biaya transpor barang dalam negeri untuk diekspor.Ini karena kapasitas produksi nasional tak disentuh oleh pemerintah.
Dia pun mencontohkan industri TPT/Tekstil yang kini nyaris gulung tikar semua.
Padahal infrastruktur sudah dibangun di mana-mana.
"Saya sudah sejak 2018 lalu mengingatkan soal infrastruktur tersebut, kalau tak mendukung kapasitas produksi nasional, maka hanya akan menjebak BUMN ke dalam utang dan akan menenggelamkan produk dalam negeri kita.
Mengingat, secara ekonomi masyarakat tidak menjadi penikmat produk dalam negeri.
Sebaliknya produk impor yang semakin lancar masuk sampai ke pedalaman, karena infrastrukturnya sudah sampai ke desa-desa.