Dulu Dijual Cuma Rp1.500 Sahoun yang DIjual Kartim Seharga Rp13.000 Go Internasional hingga Qatar
Awal merintis usaha Kartim hanya mampu menjual satu porsi sahoun ayam.
Sahoun Ayam Pak Kartim merupakan kuliner yang fenomenal dan jadi satu-satunya olahan sahoun di Indonesia. Dikenal berkat cita rasa yang khas dan porsi yang melimpah, hidangan ini kini menjadi populer di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.
Kuliner ini dipelopori oleh Kartim sejak tahun 2003, ketika mewarisi resep sahoun yang ia peroleh dari seorang pedagang China. Saat itu, pemilik sebelumnya tidak lagi melanjutkan usaha sahounnya sehingga Kartim memutuskan untuk mengambil alih dan memperkenalkan kembali hidangan ini ke masyarakat.
-
Apa yang dijual dengan harga Rp1.000? Dengan bahan sederhana dan murah, Anda bisa menjual berbagai olahan es lilin ini dengan terjangkau, yaitu Rp1.000.
-
Bagaimana cara Mbah Karto berjualan ayam goreng di awal? Pada masa itu, Mbah Karto masih berjualan ayam kampung dengan berkeliling dari pintu ke pintu. Namun sejak istrinya ikut berjualan, cara berjualannya berubah dengan cara menetap.
-
Apa saja yang dijual Rasulullah? Ia berhasil melakukan segmentasi sehingga ketika datang ke kota A maka barang-barang yang dibawa adalah ini dan itu. Ketika datang ke kota B maka barang yang dibawa lain lagi. Dan seterusnya.
-
Bagaimana Sanrah Food dipasarkan? Pemasarannya juga berkembang, lina juga memasarkan sambal dan bebek frozennya via online, melalui sosial media dan e-commerce.
-
Dimana Rohman berjualan awalnya? Sejak tahun 1972, Rohman, pendiri Es Cendol Elizabeth sudah berjualan es cendol keliling menggunakan gerobak. Saat itu, ia masih tinggal di rumah kontrakan di Jalan Lio Genteng, Astanaanyar. Dari kontrakannya, ia keliling menjajakan es cendol hingga ke Dago dan Cihampelas.
-
Apa yang dijual? Dia merinci, luas tanah lokasi berdirinya masjid 300 meter persegi.'Sementara tanah kosong yang di belakang masjid kurang lebih luasnya juga 300 meter persegi. Jadi kurang lebih dua sertifikat itu luas lahannya 600 meter,' ungkapnya.
Kartim memulai dengan modal yang relatif kecil, namun ia mampu mengembangkan usaha ini dan berhasil mendirikan empat cabang Sahoun Ayam Pak Kartim di Purwokerto. Salah satu cabang sahoun ayam, dikelola oleh Heri yang merupakan anak kandung Kartim.
Menurut pernyataan Heri, awal merintis usaha Kartim hanya mampu menjual satu porsi sahoun ayam. Kini, ia mampu menjual 500 porsi setiap harinya dengan harga Rp13.000 per porsi. Harga tersebut kian melonjak setelah sebelumnya pada tahun 2003 dihargai Rp1.500 per porsi.
"Dulu Rp1.500 per porsi. Sekarang naik Rp13.000 karena dulu ayam masih sekitar Rp6.000 per kilogram, yah naik jadi Rp35.000," kata Heri dalam tayangan YouTube Rajarasa, dikutip pada Senin (30/9).
Perbedaan Sahoun dan Kwetiau
Salah satu ciri khas sahoun terletak pada proses pembuatannya yang unik. Sahoun terbuat dari campuran tepung beras dan tapioka, memiliki tekstur lebih tebal dan dilipat sebelum diiris tebal. Sementara itu, kwetiau terbuat dari tepung beras dan disajikan dalam bentuk lembaran yang diiris tipis.
Proses pembuatan sahoun masih dilakukan secara manual, sehingga memerlukan ketelitian dan keahlian. Proses itu dilakukan di rumah Kartim yang berlokasi sekitar 2 kilometer dari cabang 1.
Tidak hanya proses pembuatan, dari segi pengolahan pun cenderung berbeda. Kuah sahoun memiliki cita rasa yang lebih gurih dan bening karena menggunakan bumbu penyedap maupun kaldu ayam. Sementara olahan kwetiau, sering kali disajikan dengan saus, kecap atau bumbu lainnya. Perbedaan ini menjadikan sahoun sebagai hidangan khas dan berbeda dari kwetiau pada umumnya.
Rencana Perluas Cabang
Kartim dan keluarga berencana untuk membuka cabang di kota lain, seperti Purbalingga maupun Cilacap. Pasalnya, ke empat cabang di Purwokerto juga ramai didatangi pelanggan, termasuk dari luar Purwokerto seperti Jakarta dan bahkan Qatar.
"Rencana buka cabang ada, ya sekitar Purbalingga dan Cilacap. Cuman belum ada tenaganya," ujar Heri.
Sahoun Ayam Pak Kartim menjadi bukti bahwa dalam usaha kuliner, keberanian untuk berinovasi dapat membawa kesuksesan yang tidak terduga. Bagi sebagian masyarakat Purwokerto, sahoun bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol dari dedikasi dan kreativitas yang menginspirasi banyak orang.
Reporter magang: Thalita Dewanty