India Larang Ekspor Beras, Begini Dampaknya ke Indonesia
Volume impor beras Indonesia sepanjang Januari hingga November 2022 mencapai 326.5 ribu ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 157,97 ribu ton berasal dari India.
Volume impor beras Indonesia sepanjang Januari hingga November 2022 mencapai 326.5 ribu ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 157,97 ribu ton berasal dari India.
India Larang Ekspor Beras,
Begini Dampaknya ke Indonesia
India Larang Ekspor Beras, Begini Dampaknya ke Indonesia
Pemerintah India secara resmi melakukan pelarangan ekspor besar putih non-basmati mulai 20 Juli 2023 lalu. Larangan tersebut berlangsung setelah hujan lebat yang melanda tanaman padi mereka. Upaya ini juga dilakukan dalam rangka mengamankan pasokan sekaligus mengendalikan harga beras non basmati dalam beberapa waktu terakhir.
Lantas bagaimana dampak kebijakan pelarangan ekspor beras kepada Indonesia?
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) volume impor beras Indonesia sepanjang Januari hingga November 2022 mencapai 326.5 ribu ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 157,97 ribu ton berasal dari India. Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mengatakan kebijakan pelarangan tersebut, bagian dari lanjutan kebijakan perberasan di India sejak beberapa tahun lalu. Pada September 2022 lalu bahkan India juga mengenakan bea 20 persen untuk beras broken atau patahan yang dijual ke luar negeri. Akibatnya harga beras di pasar dunia pun juga naik tipis."Rangkaian kebijakan ini bisa dipahami sebagai respon India atas kondisi dalam negeri, Tahun lalu itu karena respons atas berbagai dampak anomali cuaca dan iklim di negara itu. Kali ini India menutup ekspor sebagai respon atas iklim ekstrim berupa El Nino,"
ujar Khudori kepada Merdeka.com, Kamis (27/7).
Walaupun India telah resmi melarang ekspor berasnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sempat meneken kontrak untuk membeli 1 juta ton beras dengan India.
Beras itu nantinya akan dikirim ke Indonesia, bila benar-benar membutuhkan. Tetapi beras tidak akan dikirim jika Indonesia tak memerlukannya.
"Ini sebagai antisipasi, kalau-kalau El Nino berdampak besar. Setidaknya kita sudah punya solusi yang siap dieksekusi," kata Khudori.
Sebelum itu, Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga telah memberi mandat kepada Perum Bulog untuk mengimpor sebanyak 2 juta ton sepanjang tahun 2023 untuk beras cadangan pemerintah (CBP). Jadi ketika digabungkan, Indonesia memiliki 3 juta ton beras yang akan di impor dari India. "Kuota impor 2 juta ton ini (Perum Bulog) sebenarnya cukup sebagai antisipasi jika semuanya bisa dieksekusi," kata Khudori.Khudori mengatakan India memang negara eksportir beras terbesar yang mengambil pangsa sekitar 40 persen. Namun dampak kebijakan India ke harga beras di Indonesia belum terasa. Alasannya, impor Indonesia dari India tidak besar. Apalagi sebagian besar beras patahan atau menir konsumennya industri. Kedua, dampak ke harga akan terasa kalau cadangan beras pemerintah yang dikelola Bulog rendah. Penyebabnya karena terkuras untuk operasi pasar atau intervensi pasar lainnya.
"Hari-hari ini intervensi lewat operasi pasar, setahu saya belum besar. Makanya stok CBP masih cukup lumayan, sekitar 700-an ribu ton," kata dia.
Sebenarnya, kata Khudori, stok beras tersebut tidak besar. Namun kalau CBP tidak berkurang, maka tidak ada dorongan bagi pemerintah untuk mengimpor beras.
"Jumlah CBP akan berangsur membesar. Ini akan menjadi psikologi pasa dan membuat harga lebih terjaga," tutup Khudori.
Diberitakan sebelumnya, Bapanas menugaskan Perum Bulog mengimpor beras sebanyak 2 juta ton untuk beras cadangan pemerintah (CBP). Penugasan itu disampaikan melalui Surat Penugasan Badan Pangan Nasional yang ditandatangani pada 24 Maret 2023. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pengadaan impor beras sebagai tindak lanjut dari hasil rapat internal dengan Presiden Joko Widodo. Rapat tersebut membahas ketersediaan bahan pangan menjelang Idul Fitri dan mudik lebaran."Kami menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri sebesar 2 juta ton sampai dengan akhir Desember 2023, pengadaan 500.000 ton pertama agar dilaksanakan secepatnya," demikian penugasan tersebut dikutip merdeka.com, Senin (27/3).