Bukan Hindu atau Buddha, Agama Tertua di Pulau Jawa Ini Percaya Satu Tuhan yang Tak Bisa Dilihat Manusia
Agama tertua di Pulau Jawa ternyata bukan Hindu atau Buddha, tetapi kepercayaan terhadap satu Tuhan yang tak terlihat manusia.
Banyak orang menyebut agama ini mirip dengan Islam
Bukan Hindu atau Buddha, Agama Tertua di Pulau Jawa Ini Percaya Satu Tuhan yang Tak Bisa Dilihat Manusia
Agama tertua di Pulau Jawa ternyata bukan Hindu, Buddha, bahkan Kejawen. Agama ini jauh lebih tua dari semua yang tersebut di atas.
Agama Tauhid
Berbeda dari agama zaman dahulu, agama ini merupakan agama monoteis yang disebut Kapitayan.
Agama ini dianut sebagian besar masyarakat Jawa kuno. Agama ini telah ada di Pulau Jawa sejak zaman paleolitik, mesolitik, neolitik, dan era megalititikum.
-
Kenapa Diana Nasution pindah agama? Menikah beda anggama hingga tahun 1999, akhirnya Diana memutuskan untuk pindah agama mengikuti kepercayaan sang suami.
-
Apa yang istimewa dari cangkang naga ini? Penemuan ini memiliki makna yang penting, karena ia mendahului bentuk naga giok berbentuk C yang menjadi ciri khas Budaya Hongshan.
-
Mengapa sholat menjadi tiang agama? Setiap muslim yang menunaikan ibadah wajib akan mendapat pahala. Sementara itu, orang yang meninggalkannya akan mendapat dosa. Sebab, sholat merupakan tiang agama dan puncak dari segala ibadah.
-
Kenapa Dian Ayu suka naik moge? Di usianya yang tak muda lagi ibu tiga anak ini memiliki hobi unik. Ia gemar naik moge.
-
Dimana cangkang naga ini ditemukan? Arkeolog China baru-baru ini mengumumkan penemuan yang menarik di wilayah Mongolia Dalam (Inner Mongolia). Mereka menemukan cangkang naga.
-
Apa benda unik yang ditemukan nenek di ladang? Seorang wanita di Polandia menemukan sebuah batu unik di ladang dan menyimpannya. Lebih dari 50 tahun kemudian, para arkeolog akhirnya melihat batu tersebut dan mengidentifikasinya sebagai artefak kuno yang langka.
Kapitayan adalah agama yang percaya pada satu Tuhan yang tidak terlihat manusia. Agama ini sudah dianut secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa saat itu.
(Foto: Freepik jcomp)
Kapitayan lahir jauh sebelum hadirnya pengaruh Hindu dan Budha. Bahkan beberapa pihak menganggap agama ini bersumber dari ajaran nabi Adam.
(Foto: Freepik jcomp)
Sejarah
Penganjur pertama agama Kapitayan disebut Hyang Semar. Ia adalah keturunan kesembilan nabi Adam. Dikutip dari buku Agama Bangsa Nusantara karya Agus Sunyoto (2015), pernyataan bahwa Hyang Semar merupakan keturunan kesembilan nabi Adam didasarkan pada catatan yang tertera pada kitab kuno “Pramayoga” dan “Pustakaraja Purwa” yang meruntut silsilah Hyang Semar dan memposisikannya sebagai keturunan Nabi Adam yang kesembilan.
Dikutip dari nusantarainstitute.com, agama leluhur Kapitayan telah mengenal adanya konsepsi tentang kemahatunggalan Tuhan yang berada pada dimensi alam berbeda dari manusia.Kapitayan didefinisikan sebagai agama yang memiliki keyakinan terhadap sesembahan utama kepada “Sang Hyang Taya”. Posisi Sang Hyang Taya dimaknai sebagai sesuatu yang hampa, kosong, suwung, awang-uwung.
Taya dimaknai absolut sehingga tidak dapat dipikirkan, dibayangkan, dan tidak dapat didekati oleh panca indera manusia. Leluhur Jawa kuno mendefinisikan Sang Hyang Taya dalam ungkapan Tan Kena Kinaya Ngapa yang memiliki arti tidak bisa diapa-apakan keberadaan-Nya.
Praktik Ibadah
Puja bakti terhadap “Sang Hyang Tunggal” dilengkapi dengan sesuatu yang memiliki nama “Tu’ atau “To” semisal Tu-mpeng (sesaji), Tu-mpi (keranjang dari anyaman bambu), Tu-ak, (arak), Tu-kung (sejenis ayam). Semuanya ditujukan untuk memohon hal-hal baik. Sementara untuk persembahan kepada Sang Manikmaya dilakukan peribadatan dan sesembahan khusus yang biasa dikenal dengan sebutan “Tu-mbal”.
Konsep peribadatan di atas dikhususkan pada permohonan kebaikan dan menolak keburukan berdasarkan dua poros yang dimiliki Sang Hyang Tunggal.
Sanggar ini mengilhami penyebutan “langgar” sebagai tempat peribadatan bagi umat muslim di berbagai pelosok, khususnya di daerah Jawa.
Hingga saat ini, beberapa ritual atau sarana peribadatan peninggalan Kapitayan masih lestari dan menyatu dalam beberapa agama baru, seperti “sembahyang (sembah-Hyang), puasa (upawasa), pitutur (pitu-tur, pemberian nasehat), pidato, (pi-dha-Tu) mulang (pi-wulang, menyampaikan ilmu pengetahuan), pidana (pi-dana).
Istilah ‘pondok pesantren’ yang kini menyebar ke seluruh pelosok negeri dan menjadi pusat transformasi keilmuan Islam adalah konsep pendidikan keagamaan yang diadopsi dari sistem pendidikan Kapitayan (santri, padepokan).
(Foto: lirboyo.net)
- Arca Buddha Terbesar di Indonesia Ternyata Ditemukan di Wonosobo, Usianya Diyakini Lebih Tua Dari Borobudur
- Mengenal Genta Lonceng Zaman Hindu Buddha, Wajib Ada dalam Upacara Keagamaan
- Suku Pemberani dan Ahli Bangun Candi Ini Sudah Ada Sebelum Hindu Buddha Masuk Pulau Jawa, Kini Susah Ditemukan
- Sejak 2000 Tahun Lalu Sampai Sekarang Fosil Mungil Ini Disembah Umat Hindu dan Buddha, Kini Terancam Punah