Sosok Jahja Datoek Kajo, Anggota Volksraad yang Melawan Belanda Melalui Bahasa Indonesia
Ia tetap konsisten menggunakan Bahasa Melayu dalam pertemuan Volksraad, bahkan saat dirinya berpidato.
Ia tetap konsisten menggunakan Bahasa Melayu dalam pertemuan Volksraad, bahkan saat dirinya berpidato.
Sosok Jahja Datoek Kajo, Anggota Volksraad yang Melawan Belanda Melalui Bahasa Indonesia
Jahja Datoek Kajo atau yang kerap disebut Yahya Datu Kayo ini lahir di Kotogadang, Agam, Sumatra Barat pada 1 Agustus 1874. Ia merupakan anggota dari Volksraad, atau dewan perwakilan rakyat Hindia Belanda.
Jahja merupakan anak dari Pinggir Bandaharo Koening dan Bani yang masing-masing merupakan anggota persekutuan Sikumbang dan Piliang. Pada 1882, ia mulai merantau bersama pamannya ke Suliki dan sempat bersekolah selama setahun.
Pendidikan Jahja tidak berjalan mulus, ia harus berpindah-pindah sekolah mulai dari di Pasar Gadang, hingga sekolah privat di Bukittinggi. Lantas, seperti apa sosok dari Jahja Datoek Kajo? Simak profilnya yang dirangkum dari beberapa sumber berikut ini.
-
Apa itu inspirasi? Inspirasi adalah tindakan atau kekuatan untuk melatih pengaruh yang mengangkat atau menstimulasi kecerdasan atau emosi.
-
Bagaimana cara Soeratin menentang kolonialisme Belanda? Soeratin dan rekan-rekannya ingin mengimplementasikan amanat Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda). Dia sendiri punya keinginan menyemai nasionalisme di kalangan pemuda melalui sepak bola. Hal ini sekaligus menjadi bentuk menentang kolonialisme Belanda.
-
Mengapa kata-kata Jawa singkat bisa menjadi sumber inspirasi? Kata-kata yang disusun secara singkat namun padat makna ini dapat merangsang pemikiran positif, memberikan perspektif baru, dan memberikan dorongan semangat.
-
Kenapa rakyat Minangkabau menentang pajak Belanda? Namun, Belanda sepertinya lupa akan perjanjian tersebut. Belasting justru menjadi momok terjadinya konflik antara Belanda dengan rakyat Minangkabau yang dilandasi dengan nilai-nilai adat dan agama.
-
Dari mana kumpulan potret jalan zaman kolonial dan masa sekarang di Indonesia ini dikumpulkan? Berikut ini adalah kumpulan potret jalan zaman kolonial dan masa sekarang di Indonesia, yang berhasil dikumpulkan dari berbagai sumber pada Senin (8/07/2024).
-
Siapa sosok pahlawan dari Tanah Batak yang berjuang melawan kolonialisme Belanda? Sosok pahlawan dari Tanah Batak yang begitu berjasa melawan kolonialisme Belanda yang sudah mulai dilupakan. Masa kolonialisme Belanda begitu banyak melahirkan pahlawan-pahlawan yang tak gentar membela tanah kelahirannya sekaligus Bangsa Indonesia.
Mencari Pengalaman Kerja
Mengutip dari beberapa sumber, pada 1888 Jahja mulai mencoba mencari pengalaman kerja dengan magang di kantor Residen Padang Darat. Di sana ia banyak belajar tentang birokrasi pemerintah kolonial.
Pada 1895, ia mendapat gelar Datoek Kajo dan terpilih menjadi Tuanku Laras Empat Koto. Singkat cerita, pada 1908, Belanda melakukan sistem Belasting atau sistem pajak yang menjadi momen menyedihkan bagi Jahja.
Saat itu, banyak warga di Sumatra Barat yang dibantai oleh tentara Belanda akibat tidak membayar pajak dengan taat. Lantas, ia melaporkan seluruh peristiwa itu yang disebut dengan Tragedi Paladangan kepada atasan. Peristiwa ini menyebabkan Jahja begitu geram.
Rangkap Jabatan
Tahun 1913, Jahja ditugaskan untuk merangkap jabatan sebagai Kepala Laras Banuhampu dan setahun setelahnya ia dipilih menjadi Demang Bukittinggi.
Akibat ketidakcocokan dengan atasan, Jahja pun diminta pindah menjadi Demang Payakumbuh (1915-1918), Padang Panjang (1919-1928), dan Air Bangis (1928-1929).
Jahja kemudian terpilih menjadi anggota Volksraad pada 16 Mei 1927. Ia adalah salah satu dari 25 anggota yang berasal dari golongan Bumiputera. Jahja mewakili Minangkabau pada periode tahun 1927-1931.
Aturan Diskriminatif
Volksraad yang dibentuk pada tahun 1917 ini menegakkan aturan-aturan yang menurut Jahja sangatlah diskriminatif. Salah satu aturan itu berupa pelarangan penggunaan bahasa Melayu dalam sebuah forum atau persidangan.
Jahja Datoek Kajo tidak digubris peraturan itu. Ia tetap konsisten menggunakan Bahasa Melayu dalam pertemuan Volksraad, bahkan saat dirinya berpidato.
- Dr. Soetardjo Kertohadikusumo, Anggota Volksraad yang Menjabat Gubernur Jawa Barat Pertama
- Sosok Charles Adriaan van Ophuijsen, Pria Belanda Kelahiran Solok Sumbar Pionir Ejaan Bahasa Indonesia
- Sosok Christiaan Snouck Hurgronje, Mata-Mata Pemerintah Hindia Belanda di Aceh
- Sosok Nyi Mas Gamparan, Panglima Muslimah Asal Serang yang Tolak Keberadaan Belanda di Banten
Memperjuangkan Bahasa Indonesia
Sikap Jahja yang menggunakan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia itu lantas mendapatkan respons keras dari pihak Belanda. Ia pun kemudian dibenci oleh Belanda.
Ketika Jahja sedang menyampaikan pendapat saat forum atau persidangan, ia meminta kepada hadirin yang lain untuk menyela pembicaraan menggunakan Bahasa Indonesia. Ia mendeklarasikan bahwa dengan menggunakan Bahasa Indonesia karena merasa seorang Indosioner.
Momen puncaknya ketika Jahja sedang berpidato dengan berapi-api menggunakan Bahasa Indonesia. Hal memicu pihak Belanda geram dan dirinya pun mendapat gelar "Jago Bahasa Indonesia di Volksraad" dalam koran-koran Pribumi.