Sosok Teuku Iskandar, Pencatat Peradaban Aceh dan Melayu Pencipta Kamus Dewan
Iskandar adalah seorang guru besar, kritikus sastra, dan juga leksikografer yang menempuh pendidikan di Universitas Leiden.
Provinsi Aceh melahirkan banyak ulama besar yang tersohor di masanya. Tak hanya itu, sejumlah tokoh asal Aceh juga turut menciptakan berbagai macam karya sastra. Sayangnya banyak di antaranya yang berantakan lantaran Aceh mengalami perang berkepanjangan melawan penjajah Belanda dan kitab-kitab karya mereka banyak yang tidak terekam dengan baik.
Agar seluruh kitab karya milik ulama Aceh ini terkumpul dengan baik, tentunya perlu sosok yang mampu menyusun secara periodik dan runtut sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada saat itu. Salah satu putra Aceh pun tergerak untuk ambil peran dalam mengumpulkan kitab-kitab tersebut, ia adalah Teuku Iskandar.
-
Siapa tokoh intelektual tersohor dari Aceh? Salah satu tokoh tersebut bernama Abu Bakar Aceh, seorang tokoh intelektual tersohor asal Aceh yang telah melahirkan banyak karya di bidang keagamaan, filsafat, dan kebudayaan.
-
Apa yang dilakukan Teuku Nyak Arif untuk pendidikan Aceh? Dalam mempertahankan tanah kedaulatan Aceh, Nyak Arif tak surut membantu meningkatkan pendidikan anak di Aceh. Ia bersama Mr. Teuku Muhammad Hasan mendirikan Perguruan Taman Siswa pada 1937.
-
Siapa Kiai Ageng Muhammad Besari? Kiai Ageng Muhammad Besari merupakan tokoh penyebar Islam di wilayah Ponorogo pada abad ke-17.
-
Siapa yang membawa Aceh ke masa kejayaan? Sosok Sultan Iskandar Muda, Raja yang Bawa Kesultanan Aceh Menuju Masa Kejayaan Berkat jasanya yang begitu besar untuk Aceh, Pemerintah Indonesia menetapkan Sultan Iskandar Muda sebagai Pahlawan Nasional.
-
Siapa Profesor yang berpengaruh di Bahasa Indonesia? Tokoh tersebut bernama Prof. Sutan Muhammad Zain, seorang ahli pakar Bahasa Indonesia.
-
Apa karya sastra Teungku Chik Pante Kulu? Aceh banyak melahirkan ulama-ulama besar nan tersohor pada era Kolonialisme Belanda. Beberapa dari mereka turut melahirkan karya yang terkenal, salah satunya Hikayat Prang Sabi karya Teungku Chik Pante Kulu.
Iskandar adalah seorang guru besar, kritikus sastra, dan juga leksikografer yang menempuh pendidikan di Universitas Leiden. Bukan hanya mengumpulkan kitab-kitab miliki ulama tersohor Aceh, ia juga terjun sebagai sastrawan yang turut melahirkan berbagai macam karya yang hebat.
Profil Singkat
Prof. Dr. Teuku Iskandar lahir di Trienggadeng, Pidie Jaya, Aceh pada 14 Oktober 1924. Ia merupakan keturunan dari Uleebalang yang begitu bersemangat untuk menempuh pendidikan di Universitas Leiden. Tidak diketahui pasti riwayat pendidikan formalnya, tetapi Iskandar lulus dari Universitas Leiden pada tahun 1950.
Pada tahun 1955 ia meraih gelar doktor dengan disertasinya yang kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul De Hikajat Atjeh. Pemilihan judul ini tak lepas dari dirinya yang menjadi bagian generasi pertama Aceh yang bersekolah di Universitas Leiden. Semenjak pendidikan, ia sangat jatuh cinta dengan kebudayaan Aceh.
Kembali ke Aceh
Pada tahun 1960-an, Teuku Iskandar diminta untuk kembali ke Tanah Air oleh Soekarno dan beberapa tokoh pendidikan di Aceh. Ia dimintai langsung oleh Soekarno untuk mendirikan universitas di sana yang kemudian diberi nama Universitas Syiah Kuala dan sempat menjadi Dekan Fakultas Ekonomi.
Di samping itu, ia juga masih memperdalam sastra dan kebudayaan Melayu yang membawa dirinya sampai ke Malaysia. Selama 13 tahun ia bekerja di sana sebagai tenaga pengajar dan bekerja di Dewan Bahasa dan Pustaka.
Dari sinilah ia berhasil melahirkan karya Kamus Dewan yang terbit pertama kali pada tahun 1970 silam. Iskandar juga sempat diminta untuk mengajar di Universitas Brunei Darussalam dan mendapatkan gelar profesor.
Mengajar di Universitas Leiden
Seperti yang dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Teuku Iskandar mengajar Universitas Leiden serta menetap di Belanda. Di sana ia menjadi guru besar untuk bidang Sastra Aceh dan Melayu serta memberikan kelas khusus untuk Bahasa Aceh.
Selama di Belanda, Iskandar turut merilis beberapa karyanya seperti Catalogue of Acehnese Manuscripts yang disusun bersama Voorhoeve, dua jilid besar Catalogue of Malay, Minangkabau and South Sumatra, dan sebagainya. Ia juga menekuni manuskrip kesusastraan klasik dan pekerjaan ini tidak semua orang bisa melakukannya. Tentunya butuh keahlian khusus dan juga konsentrasi.
Beberapa buku-buku miliknya juga berisikan berbagai macam catatan dari arsip sejarah Aceh dan Melayu dalam rentang abad 16 sampai 18.
Semua yang ia lakukan ini adalah sebagai bentuk rasa cintanya terhadap kebudayaan Aceh dan juga Melayu. Ia selalu menekuni dunia yang ia sukai sampai akhirnya membawa dirinya menjadi seorang yang kaya akan ilmu.
Menyukai Arsitektur
Tidak hanya di bidang sastra, Teuku Iskandar juga bergairah di bidang arsitektur. Kediamannya yang berada di Jakarta didesain oleh dirinya sendiri. Selain itu dia juga membangun rumah peristirahatan dengan kebun bergaya English Garden di Bogor.
Sementara itu, rumahnya di Belanda juga terdapat perapian yang didesain sendiri. Bahannya terbuat dari kayu bekas jembatan berusia ratusan tahun dengan sentuhan dekorasi ala Aceh. Iskandar mengembuskan nafas terakhirnya di Leiden, Belanda pada 5 September 2012.