Sosok Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, Menyulap Sistem Pendidikan di Sumbar hingga Mendirikan Organisasi Islam
Salah satu dari sekian banyak ulama dari Tanah Minangkabau pendiri organisasi Islam serta memperjuangkan sistem pendidikan di Sumatra Barat.
Salah satu dari sekian banyak ulama dari Tanah Minangkabau pendiri organisasi Islam serta memperjuangkan sistem pendidikan di Sumatra Barat.
Sosok Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, Menyulap Sistem Pendidikan di Sumbar hingga Mendirikan Organisasi Islam
Syekh Sulaiman Ar-Rasuli merupakan seorang ulama Minangkabau pendiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang. Pria yang kerap disapa Inyiak Canduang ini lahir pada 10 Desember 1871 di Candung (kini Kecamatan di Agam).
Sulaiman merupakan putra dari pasangan Muhammad Rasul Tuanku Mudo dan Siti Buliah. Mengutip beberapa sumber, ia hidup dan tumbuh sezaman dengan beberapa ulama besar lainnya seperti Haji Abdul Latif Syakur, Syekh Muhammad Jamil Jambek, Haji Abdul Latif Pahambatan, dan Syekh Abbas Abdullah.
(Foto: Wikipedia)
-
Di mana Syekh Nurjati menyebarkan agama Islam? Ia bergerak mengenalkan Islam ke wilayah barat pulau Jawa melalui semenanjung Malaka hingga ke pelabuhan Nagari Singapura yang saat ini merupakan wilayah Cirebon, Jawa Barat.
-
Bagaimana Tarekat Sufi menyebarkan Islam di Indonesia? Mereka menggunakan pendekatan mistik dan keagamaan yang mendalam untuk menarik hati masyarakat dan menyebarkan ajaran Islam dengan lebih lembut.
-
Bagaimana Syekh Nurjati menyebarkan agama Islam di Cirebon? Mereka diterima baik oleh penguasa setempat bernama Ki Gendeng Tapa pada tahun 1420, dan diberikan izin untuk mendirikan permukiman di Pesambangan, Giri Amparan Jati (bukit kawasan Gunung Jati). Di sana ia bersama rombongan mulai giat berdakwah, dan mengenalkan Agam Islam secara baik, perlahan dan bijaksana.
-
Siapa tokoh pendidikan Islam di Sumatera Utara pasca kemerdekaan? Sosok Rivai Abdul Manaf Nasution memiliki mimpi membangun Indonesia lewat pendidikan Islam
-
Siapa Syaikh Muhammad Suhaimi? Salah satu karamah yang dipercaya dimiliki oleh sosoknya adalah bisa menghadiri pengajian di banyak tempat dalam satu waktu yang sama. Ini juga yang kemudian menjadikannya sebagai sosok wali yang misterius.
-
Apa yang menjadi pusat penyebaran Islam di Sidoarjo pada masa silam? Masjid Jami' Al Abror di Jalan Kauman Desa Pekauman merupakan salah satu saksi bisu sejarah berdirinya Kabupaten Sidoarjo. Masjid ini juga merupakan pusat penyebaran Islam di Sidoarjo pada masa silam.
Bukan hanya dikenal sebagai ulama besar di Minangkabau, Sulaiman juga turut memperjuangkan dalam bidang pendidikan. Ia berhasil mereformasi sistem pendidikan di Sumatra Barat yang sampai saat ini masih terus digunakan.
Selain itu, Sulaiman juga sempat menuntut ilmu hingga ke Tanah Suci Makkah serta menunaikan ibadah haji. Simak profil Syekh Sulaiman Ar-Rasuli yang dirangkum merdeka.com dari beberapa sumber berikut ini.
Belajar Agama Sedari Kecil
Mengutip beberapa sumber, sejak tahun 1881 Sulaiman sudah memperdalam ilmu agama Islam. Saat itu ia belajar Al-Qur'an kepada Syekh Abdurrahman dan Syekh Muhammad Arsyad di Batukampar. Dua tahun kemudian ia merantai ke Biaro untuk belajar Bahasa Arab.
Tahun 1890, Sulaiman mulai belajar fikih, usul fikih, tafsir Al-Qur'an, tauhid, dan sebagainya bersama Syekh Abdullah di Halaban. Lalu Sulaiman mengajar di surau gurunya itu mulai tahun 1896.
Setelah kembali dari Tanah Suci, Sulaiman pun membuka halakah di Surau Baru, Candung pada tahun 1908. Tahun 1923, ia kembali ke Batukampar untuk bersuluk di bawah bimbingan Syekh Muhammad Arsyad.
Ikut Beberapa Organisasi
Pada masa pendudukan kolonial Belanda, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli pernah tergabung dalam beberapa organisasi yang berkembang di Minangkabau. Tahun 1918, ia ditunjuk sebagai ketua cabang Sarekat Islam di Candung-Baso.
Pada tahun 1921 Sulaiman ikut dalam pembentukan Ittihad Ulama Sumatra yang didirikan oleh Syekh Muhammad Saad Mungka bersama dengan kaum tua lainnya. Kemudian, tahun 1928 ia bersama Syekh Abbas Ladang Lawas dan lainnya mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Pembentukan Perti ini bertujuan untuk wadah bagi beberapa Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) yang ada di Minangkabau, termasuk MTI Candung milik dirinya sendiri.
Ketika penjajahan Jepang, Sulaiman bersama beberapa ulama Minangkabau dari Kaum Tua dan Kaum Muda mendirikan Majelis Islam Tinggi pada tahun 1943. Sulaiman pun menjabat sebagai Ketua Umum.
Masa Kemerdekaan
Pasca kemerdekaan, pengurus Perti mengadakan kongres di Bukittinggi. Dari pertemuan itu menghasilkan putusan untuk menjadikan Perti sebagai bagian dari partai politik yang dilabeli Partai Islam Perti (PI Perti).
Ketika berlangsungnya Pemilu tahun 1955, Sulaiman terpilih menjadi anggota konstituante dari Perti. Pada sidang pertama konstituante pada tanggal 10 November 1956, ia terpilih menjadi ketua sidang.
- Sosok Abu Bakar Aceh, Cendekiawan Islam yang Tersohor dari Serambi Mekkah
- Sejarah Surau Gadang, Warisan Peninggalan Syekh Burhanuddin saat Penyebaran Islam di Sumbar
- Mengenal Sosok KH Saifudidn Zuhri, Pemimpin Laskar Hisbullah yang Menjadi Menteri Agama Era Presiden Soekarno
- Mengenal Sumatra Thawalib, Salah Satu Organisasi Massa Islam Tertua dari Sumatra Barat
Saat perseteruan antara Kaum Tua dan Kaum Muda, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli memihak kepada Kaum Tua. Ia juga menulis beberapa uraian tentang usali sebelum takbir, penerjemahan Al-Qur'an, Akidah Asy'ari serta bantahan terhadap Ahmadiyah.
Reformasi Pendidikan
Saat Sulaiman kembali dari Mekkah setelah menimba ilmu di sana, ia langsung mengamalkan ilmu yang ia dapat. Selain mendirikan Surau di Canduang, lalu ia kerap di sapa dengan "Inyiak Canduang". Sebutan ini merupakan bentuk kehormatan seperti halnya kiai di Jawa.
Sulaiman sangat berjasa dalam reformasi pendidikan di Sumatra Barat. Ia mengubah metode halaqah menjadi model jenjang kelas yang biasa kita jumpai sekarang ini. Tahun 1917 ia ditunjuk menjadi kepala Kadi untuk membenahi berbagai kebijakan yang dilakukan Kadi sebelumnya.
Lebih dari itu, Sulaiman juga menerbitkan banyak tulisan tentang adat Minangkabau. Ia juga mengenalkan kembali pepatah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.