Menelusuri Mata Sahara, Keajaiban Geologi di Jantung Gurun Sahara, Gara-gara Benturan Meteor?
Fenomena Mata Sahara dengan struktur melingkar berdiameter 40 km ini diduga terbentuk sejak 98 juta tahun lalu berdasarkan penanggalan Argon.
Mata Sahara, yang juga dikenal sebagai Struktur Richat, adalah salah satu fenomena alam yang masih menyimpan banyak misteri hingga sekarang. Struktur geologis ini berbentuk melingkar dengan diameter sekitar 40 kilometer dan sering disebut sebagai kubah. Terletak di Dataran Tinggi Adrar, Mauritania, di bagian barat laut Afrika, Mata Sahara pertama kali diambil gambarnya dari luar angkasa oleh wahana Apollo 9 pada 10 Maret 1969, yang terjadi 54 tahun yang lalu.
Para ilmuwan mengakui bahwa keindahan struktur ini tetap memukau, termasuk bagi para astronaut yang berkesempatan melihatnya dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Fenomena Mata Sahara, dengan diameter 40 km, diperkirakan terbentuk sekitar 98 juta tahun yang lalu berdasarkan metode penanggalan Argon.
-
Apa yang ditemukan di Gurun Sahara? Sebuah batu gelap misterius ditemukan di area terpencil gurun Sahara. Ini adalah batu pertama yang diketahui pernah terlontar dari Bumi ke luar angkasa namun kemudian kembali lagi ke Bumi sebagai meteor ribuan tahun kemudian.
-
Apa yang terjadi di Gurun Sahara? Salah satu tempat paling gersang di dunia berubah menjadi hijau setelah curah hujan yang tidak biasa.
-
Di mana Gurun Sahara menjadi hijau? Satelit baru-baru ini menangkap kehidupan tanaman yang mekar di atas Afrika di bagian Gurun Sahara selatan setelah pola cuaca yang tidak biasa membawa hujan lebat dan bahkan banjir, seperti dikutip dari laman KPTV, Rabu (18/9).
-
Kapan Gurun Sahara menjadi hijau? Satelit baru-baru ini menangkap kehidupan tanaman yang mekar di atas Afrika di bagian Gurun Sahara selatan setelah pola cuaca yang tidak biasa membawa hujan lebat dan bahkan banjir, seperti dikutip dari laman KPTV, Rabu (18/9).
-
Apa yang pernah terjadi di Gurun Sahara? Gurun Sahara yang luas dan kering adalah salah satu ikon alam paling terkenal di dunia. Tapi tahukah Anda bahwa gurun ini dulu pernah hijau subur?
-
Apa yang pernah menjadi Gurun Sahara di masa lalu? Laut yang dulu menutupi Sahara dikenal sebagai Laut Trans-Sahara.
Metode ini merupakan salah satu cara penanggalan geologis yang didasarkan pada peluruhan Argon dalam batuan. Ini menunjukkan bahwa misteri Mata Sahara telah ada sejak akhir periode Kapur (Cretaceous), saat benua besar Pangea mulai terpisah menjadi benua-benua yang kita kenal sekarang, kecuali India yang belum bergabung dengan Asia dan Australia yang masih menyatu dengan Antartika.
Ada juga spekulasi bahwa fenomena Mata Sahara mungkin disebabkan oleh jatuhnya asteroid ke bumi. Namun, keunikan yang dimilikinya menarik perhatian para ilmuwan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, yang menghasilkan beberapa teori mengenai asal usulnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Guillaume Matton pada tahun 2005 dan 2008 mengonfirmasi temuan sebelumnya bahwa selama dekade 1950-an hingga 1960-an, struktur Mata Sahara bukanlah hasil dari tabrakan meteorit.
Temuan ini menunjukkan bahwa Mata Sahara tidak terbentuk akibat deformasi atau perubahan bentuk permukaan bumi yang disebabkan oleh objek luar angkasa yang melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak bumi.
Benturan Meteor
Secara umum, terdapat tanda atau indikator yang menunjukkan terjadinya tabrakan meteorit dengan permukaan Bumi, yaitu keberadaan mineral koesit (silisium oksida). Di lokasi Mata Sahara, awalnya ditemukan sampel yang mengandung mineral koesit dalam batuan.
- Bumi Pernah Dihujani Meteor 4 Kali Lebih Besar dari Gunung Everest, Ini Bekasnya
- Asal Usul Meteor yang Kerap Menghantam Bumi Ternyata dari Planet Sebelah
- 32 Tahun yang Lalu, Ada Meteor Beratnya 12 Kg Hantam Sebuah Mobil, Begini Kondisinya
- Gurun Sahara Mulai Menghijau, Benarkah Pertanda Bencana Besar? Begini Penjelasan Ilmuwan
Namun, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa batuan tersebut sebenarnya mengandung mineral barit (barium sulfat) yang sebelumnya salah diidentifikasi sebagai koesit. Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of African Earth Sciences pada tahun 2014 mengungkapkan bahwa penemuan batuan vulkanik di formasi Mata Sahara memberikan bukti bahwa batuan cair pernah didorong ke permukaan, membentuk kubah, sebelum akhirnya terkikis menjadi cincin yang terlihat saat ini.
Jurnal tersebut juga mencatat bahwa pemisahan benua super Pangea mungkin berkontribusi pada pembentukan vulkanik dan pergeseran tektonik yang terjadi. Struktur Mata Sahara terdiri dari kombinasi batuan sedimen dan batuan beku. Erosi di seluruh permukaan struktur tersebut mengungkapkan adanya batuan riolit halus dan gabro kristal kasar yang telah mengalami perubahan akibat proses hidrotermal.
Berbagai jenis batuan yang ditemukan di sepanjang cincin terkikis menunjukkan variasi kecepatan erosi, menciptakan pola warna yang berbeda di permukaan. Fragmen besar batuan sedimen yang disebut megabreccia menambah kompleksitas warna-warni yang mencolok pada formasi tersebut.
Di pusat kubah terdapat paparan batu kapur-dolomit dengan breksi selebar satu kilometer, tanggul cincin, dan batuan vulkanik alkali. Struktur geologis yang rumit dari Mata Sahara telah menarik perhatian dan membingungkan para ahli geologi sejak penemuan awalnya. Hingga kini, Mata Sahara tetap dianggap sebagai salah satu fitur geologis paling menakjubkan di dunia.
Geologi yang Diwariskan
Mata Sahara diakui sebagai salah satu dari 100 situs warisan geologi pertama oleh International Union of Geological Sciences (IUGS) pada tahun 2022. Sayangnya, saat ini, Mata Sahara yang memiliki struktur yang khas telah hilang. Kubah yang ada di Mata Sahara telah lenyap akibat proses pengikisan oleh angin dan air.
Proses ini dikenal sebagai alterasi hidrotermal, yang hanya meninggalkan lapisan batuan yang datar. Pada periode Pleistosen hingga pertengahan Holosen, sekitar 15.000 hingga 8.000 tahun yang lalu, lipatan pada lapisan ini membentuk kedalaman antara 3 hingga 4 meter sebelum akhirnya terkikis.
Bagian tengah Mata Sahara merupakan lapisan tertua, karena magma terlebih dahulu naik dan mengeras. Sementara itu, lapisan di tepi semakin muda usianya. Lokasi yang dikenal dengan sebutan mata Afrika ini juga pernah dianggap sebagai lokasi Atlantis yang hilang. Namun, hingga kini belum ada bukti yang cukup kuat untuk mendukung klaim bahwa Mata Sahara adalah lokasi Atlantis tersebut.