13 Mumi Tikus Ditemukan di Puncak Gunung 6.100 Meter, Ilmuwan Menduga Hewan Itu Mendaki Sendiri Ratusan Tahun Lalu
Baru-baru ini, ilmuwan dikejutkan dengan penemuan 13 sisa-sisa mumi tikus di lokasi yang sangat tidak terduga.
13 Mumi Tikus Ditemukan di Puncak Gunung 6.100 Meter, Ilmuwan Menduga Hewan Itu Mendaki Sendiri Ratusan Tahun Lalu
Baru-baru ini, ilmuwan dikejutkan dengan penemuan 13 sisa-sisa mumi tikus di lokasi yang sangat tidak terduga. Mereka menemukan mumi tikus itu di puncak tiga gunung berapi Andes setinggi 6.100 meter.
Sumber: Daily Mail
Dengan suhu yang tidak pernah melebihi titik beku dan kadar oksigen yang tersedia kira-kira hanya setengah dari kadar oksigen pada permukaan laut, puncak-puncak ini bukanlah tempat yang cocok bagi makhluk yang hatinya lemah seperti tikus.
Foto: Jay Storz
-
Mengapa tikus ada di puncak gunung berapi? Hingga kini, alasan mengapa dan bagaimana tikus-tikus itu pergi dan dapat bertahan hidup di lingkungan ekstrim tersebut belum jelas.
-
Hewan purba apa yang ditemukan di Peru? Fosil dari tiga mastodon yang hidup di Zaman Es telah ditemukan di Andes, Peru dan menimbulkan berbagai pertanyaan bagi para Ilmuwan perihal bagaimana hewan tersebut bisa sampai di Peru.
-
Bagaimana tikus bisa bertahan hidup di ketinggian? Penemuan ini memunculkan pertanyaan penting tentang bagaimana mamalia bisa bertahan hidup di lingkungan yang tandus, dengan suhu yang tidak pernah di atas titik beku dan kadar oksigen yang sangat rendah.
-
Apa yang ditemukan oleh arkeolog di Peru? Para ahli arkeologi di Peru baru-baru ini menemukan makam yang berisi lebih dari 73 mumi manusia yang berasal dari sekitar 1.000 tahun yang lalu, jauh sebelum Kekaisaran Inca mendominasi wilayah Amerika Selatan bagian barat.
-
Apa yang ditemukan arkeolog di Peru? Para arkeolog di Peru menemukan reruntuhan kuil dan teater yang diyakini berusia 4.000 tahun.
Awalnya, ilmuwan meyakini tikus-tikus tersebut naik ke puncak gunung dengan para peziarah Inca.
Tetapi penelitian baru yang dipimpinpara ahli dari Universitas Nebraska mengklaim tikus-tikus ini tiba di puncak atas kemauan mereka sendiri. Tetapi mereka tidak tahu apa alasannya.
Sebelumnya, beberapa mayat tikus pertama kali ditemukan para arkeolog pada tahun 1970-an dan 1980-an, yang awalnya mengatakan tikus-tikus ini dibawa oleh para peziarah Inca untuk dijadikan tumbal ritual pengorbanan.
"Kita tidak bisa menyalahkan para arkeolog karena berpikir seperti ini, karena apa penjelasan lain yang ada?" kata Jay Storz, penulis utama studi ini.
"Tidak ada yang bisa hidup di sana, jadi mereka pasti dibawa ke sana," tambahnya.
Namun, teori ini dipertanyakan pada tahun 2020, ketika pendaki gunung, Mario Perez Mamani, menemukan seekor tikus telinga daun hidup di puncak gunung Llullaillaco, puncak gunung setinggi 6.700 meter yang membentang di perbatasan Chili-Argentina.
Foto: Mario Perez Mamani
Dalam studi terbaru ini, para peneliti memutuskan untuk mendaki tiga gunung berapi, yaitu Salín, Púlar, dan Copiapó, dimana mereka akhirnya menemukan total 13 mumi tikus.
"Ini pada dasarnya mumi tikus yang kering dan beku," kata Dr. Storz.
Foto: Marcial Quiroga-Carmona
Setelah menemukan mumi tikus tersebut, para peneliti membawanya kembali ke laboratorium untuk dianalisis. Dengan mengukur konsentrasi karbon-14 (sebuah atom yang terurai pada tingkat yang diketahui), tim bisa menentukan seberapa lama tikus-tikus itu sudah mati.
Delapan dari tikus-tikus di Salin dan satu dari Copiapo mati tidak lebih dari beberapa dekade yang lalu, sementara empat mumi di Pular dinyatakan mati 350 tahun yang lalu, menurut para peneliti.
"Sepertinya semakin jelas bahwa tikus-tikus itu mencapai puncak dengan kemauan mereka sendiri," kata Dr. Storz.
Sementara itu, hasil analisis DNA tikus-tikus tersebut mengkonfirmasi bahwa mereka tidak berbeda dari tikus telinga daun yang ditemukan pada ketinggian yang lebih rendah.
"Data genom kami menunjukkan tidak ada perbedaan. Tikus-tikus dari puncak gunung, dan tikus-tikus dari lereng atau dasar gunung berapi di padang gurun sekitarnya, semuanya adalah keluarga besar yang bahagia," tegas Dr. Storz.
Dilansir laman Macon Telegraph, para peneliti mengatakan temuan ini menunjukkan tikus telinga daun tidak hanya mendaki ke puncak gunung tersebut, melainkan mereka memang tinggal di sana. Bagaimana tikus-tikus ini mampu bertahan hidup dalam iklim yang tidak ramah seperti itu adalah pertanyaan yang perlu diteliti lebih lanjut.
Di tanah, hewan-hewan ini memiliki beberapa pemangsa, termasuk rubah, singa gunung, kucing-kucing kecil, dan burung pemangsa.
"Tentu saja, jika Anda berada di puncak gunung berapi setinggi 6.000 meter, Anda setidaknya aman dari hal tersebut," kata Dr. Storz.
Para peneliti belum yakin alasan mengapa tikus-tikus itu mendaki gunung-gunung tersebut.
"Anda hanya punya hal lain untuk dikhawatirkan. Tetapi mengapa mereka mendaki ke ketinggian ekstrim ini masih merupakan misteri."
Foto: Marcial Quiroga-Carmona
Meskipun terdengar seperti loncatan, para peneliti berharap temuan ini dapat berguna untuk misi-misi di masa depan ke Mars.
"Meskipun di dasar gunung berapi, tikus-tikus hidup dalam lingkungan Mars yang ekstrim," tambah Dr. Storz.
"Dan kemudian, di puncak gunung berapi, lebih ekstrim lagi. Ini terasa seperti luar angkasa."
"Benar-benar mengejutkan bahwa jenis hewan apapun, apalagi mamalia berdarah panas, bisa bertahan dan berfungsi dalam lingkungan tersebut," kata Dr. Storz dalam siaran pers.