Burung Ternyata Bisa Jadi Penyebab Kecelakaan Pesawat, Begini Penjelasan Ahli Soal 'Bird Strike'
Meskipun tampak sepele, bird strike merupakan ancaman serius bagi keselamatan penerbangan.
Pada 30 Desember 2024, Pesawat Jeju Air yang mengangkut 181 orang mengalami kecelakaan saat mendarat di Bandara Muan, Korea Selatan. Dari insiden tersebut, hanya dua pramugari yang berhasil selamat. Pesawat yang berangkat dari Thailand menuju Korea Selatan ini membawa 175 penumpang dan enam awak kabin.
Menurut penjelasan otoritas setempat, kecelakaan ini disebabkan serangan burung, atau dikenal dengan istilah bird strike. Lalu, apa sebenarnya bird strike? Istilah ini merujuk pada peristiwa di mana burung bertabrakan dengan pesawat yang sedang terbang, baik saat lepas landas maupun mendarat.
-
Kapan kecelakaan pesawat terjadi? De Havilland Comet merupakan desain jet komersial awal yang memiliki jendela persegi. Namun, dalam waktu lima tahun setelah diperkenalkan, tiga Komet mengalami serangkaian kecelakaan tragis dan menewaskan semua penumpang di dalamnya. Melansir IFLScience & Daily Mail, Senin (13/5), setelah kecelakaan ketiga di 1954, penyelidikan menemukan bahwa retaknya kusen jendela menjadi penyebabnya.
-
Apa penyebab kecelakaan Jeju Air? Kepala stasiun pemadam kebakaran Muan, Lee Jeong-hyun, menyatakan bahwa kecelakaan tersebut mungkin disebabkan oleh tabrakan dengan burung serta kondisi cuaca yang buruk, meskipun penyebab pasti masih belum teridentifikasi.
-
Mengapa turbulensi pesawat terjadi? Biasanya, ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti awan badai, front cuaca, gelombang udara dari pesawat lain, serta udara yang terangkat melewati pegunungan tinggi.
-
Bagaimana dampak turbulensi? Turbulensi sendiri dapat dirasakan sebagai guncangan pada tubuh pesawat dan bisa memicu penumpang terluka hingga korban jiwa. Dampaknya juga bisa mencakup kerusakan pesawat hingga kecelakaan fatal.
-
Apa itu turbulensi pesawat? Mengutip dari laman Science Focus, Selasa (3/12), turbulensi terjadi ketika ada perubahan mendadak dalam aliran udara, yang menyebabkan pesawat bergoyang dan bergetar.
Bird strike juga mencakup tabrakan pesawat dengan hewan liar lainnya, seperti kelelawar atau hewan darat. Meskipun terlihat sepele, bird strike dapat menjadi ancaman serius bagi keselamatan pesawat.
Dikutip dari laman Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), bird strike dapat mengakibatkan kehilangan daya dorong pada pesawat. Hal ini terutama terjadi pada pesawat bermesin jet yang dapat kehilangan daya dorong ketika burung masuk ke saluran udara mesin. Insiden bird strike pertama yang tercatat terjadi pada tahun 1912, dialami oleh pilot Carl Rogers saat terbang dari satu pantai ke pantai lainnya di Amerika Serikat, di mana ia bertabrakan dengan burung camar dan mengakibatkan pesawatnya jatuh di California, menewaskan sang pilot.
Kasus lain yang terkenal terjadi pada 10 Maret 1960, di mana sebuah pesawat Electra mengalami bencana akibat tabrakan dengan burung saat lepas landas dari bandara Boston Logan. Kejadian ini mengakibatkan semua empat mesin pesawat mati, yang berujung pada kecelakaan di pelabuhan Boston dan menewaskan 62 orang.
Berdasarkan laporan dari The Guardian pada 31 Desember 2024, badan Keselamatan Penerbangan Eropa (EASA) menyatakan, penerbangan rendah, pendaratan di luar pelabuhan, dan lepas landas di dekat area yang banyak burung dapat meningkatkan risiko bird strike. Penerbangan yang berada di bawah 2.000 kaki (609 meter) di atas permukaan tanah serta pendaratan di luar bandara dapat menarik perhatian burung dan memicu reaksi melarikan diri dari mereka.
Terjadi Siang Hari
Walaupun banyak burung yang telah beradaptasi dengan lalu lintas udara, kawanan burung migrasi yang sedang beristirahat atau melintas pada musim dingin dapat bereaksi terhadap kehadiran pesawat terbang. Formasi burung yang terjadi selama migrasi, terutama pada musim dingin, serta kemunculan kelompok burung secara tiba-tiba meningkatkan kemungkinan terjadinya bird strike.
Sebagian besar kejadian bird strike juga dilaporkan terjadi pada siang hari. EASA juga mengidentifikasi jenis burung yang perlu diwaspadai karena berpotensi menyebabkan bird strike. Secara umum, burung walet (swallow dan swift) menyumbang 30 persen dari insiden bird strike, sedangkan burung yang lebih besar, seperti burung jalak, hanya terlibat dalam 3 persen kejadian.
Elang atau alap-alap menyumbang 13 persen dan burung elang buzzards sekitar 15 persen dari total kasus bird strike. Sementara itu, kejadian yang melibatkan burung besar (lebih dari 1,8 kilogram), seperti bangau atau angsa, lebih jarang terjadi.