Ilmuwan Temukan Bagaimana Nenek Moyang Manusia Bertahan dari Iklim Dingin Saat Keluar dari Benua Afrika
Ilmuwan Temukan Bagaimana Nenek Moyang Manusia Bertahan dari Iklim Dingin Saat Keluar dari Benua Afrika
Saat manusia bermigrasi dari benua Afrika 70.000 tahun lalu, mereka berubah dari pemburu dan pengumpul menjadi masyarakat agraris dan penggembala.
-
Bagaimana manusia purba berpindah saat meninggalkan Afrika? Homo sapiens diperkirakan mengikuti 'koridor yang tergenang air' yang terbentuk oleh saluran sungai yang kini telah kering di daerah yang sekarang menjadi padang gurun.
-
Siapa yang meneliti nenek moyang makhluk hidup? Moody dan rekan-rekannya telah melangkah lebih jauh. Mereka fokus pada lima set gen 'paralog', atau duplikat, yang ditemukan pada banyak bakteri dan archaea, menunjukkan bahwa penggandaan terjadi sebelum LUCA terpecah dan berkembang biak.
-
Bagaimana manusia purba beradaptasi dengan kondisi baru? 'Kami menduga meningkatnya kekeringan selama periode ini menyebabkan penyebaran sabana dan zona kering di sebagian besar benua Afrika, mendorong populasi manusia purba untuk beradaptasi atau bermigrasi untuk menghindari kepunahan,' ujar para peneliti dalam makalah mereka.
-
Bagaimana penduduk Yakutsk menghadapi suhu dingin? Hal ini disebabkan oleh pengetahuan penduduk yang baik tentang cara berpakaian hangat dan tetap berada di dalam ruangan.
-
Jalur mana yang digunakan manusia purba keluar dari Afrika? Jalur ini melintasi Semenanjung Sinai melalui Yordania.
-
Bagaimana dinosaurus bertahan hidup di musim dingin? Pertanyaan tentang bagaimana dinosaurus bertahan hidup di musim dingin kutub masih menjadi pertanyaan sampai saat ini, apakah mereka berhibernasi, bermigrasi ke utara, atau puas dengan sedikit makanan yang tersedia.
Ilmuwan Temukan Bagaimana Nenek Moyang Manusia Bertahan dari Iklim Dingin Saat Keluar dari Benua Afrika
Ilmuwan menemukan peran sebuah gen yang membuat manusia purba mampu beradaptasi terhadap iklim yang lebih dingin hingga mereka mampu bertahan hidup saat berpindah dari Afrika.
Manusia modern bermigrasi keluar dari Afrika sekitar 70.000 tahun lalu, dan hampir semua orang yang saat ini tinggal di luar benua itu diperkirakan merupakan keturunan dari para pionir awal tersebut.
Karena Afrika melindungi nenek moyang manusia dari kondisi dingin ekstrem pada zaman es lampau, mereka kehilangan bulu tubuh tebal mereka dan beradaptasi dengan panas benua itu.
Namun, saat manusia bermigrasi ke daerah yang lebih dingin, mereka berubah dari pemburu dan pengumpul menjadi masyarakat agraris dan penggembala.
Perubahan itu memaksa mereka beradaptasi dan memainkan peran penting dalam membentuk evolusi dan keanekaragaman manusia.
Namun, masih belum jelas bagaimana tepatnya manusia purba yang bermigrasi
dari Afrika menjaga tubuh mereka tetap hangat saat mereka pindah ke iklim yang sangat dingin.
Penelitian selama dua dasawarsa terakhir menunjukkan variasi DNA dalam massa lemak dan gen FTO yang terkait dengan obesitas dikaitkan dengan berkurangnya kapasitas pembangkitan panas dari sekumpulan sel lemak manusia.
Tikus tanpa perubahan gen ini – disebut varian tipe C – tampak menunjukkan peningkatan produksi panas dalam jaringan lemak cokelat mereka dan beberapa resistensi terhadap obesitas yang disebabkan oleh pola makan berlemak tinggi.
Ilmuwan berspekulasi varian tersebut dapat dikaitkan dengan adaptasi mamalia seperti manusia terhadap lingkungan dingin.
Dalam studi terbaru, peneliti menganalisis frekuensi varian gen di antara berbagai kelompok leluhur manusia dan menemukan korelasi terbalik yang "menonjol" antara frekuensi varian C dan suhu kulit bumi rata-rata pada bulan Januari.
Hal ini menunjukkan "semakin dingin lokasinya, semakin tinggi frekuensi varian ini".
Pergeseran frekuensi varian C pada populasi manusia awal melacak "peta rute migrasi manusia modern," kata ilmuwan, seperti dilansir the Independent.
Perubahan substansial dalam frekuensi varian C saat populasi berpindah dari Afrika ke Eurasia dapat disebabkan oleh manusia yang dipaksa beradaptasi dengan berbagai tingkat stres dingin, kata mereka.
Manusia dengan variasi gen ini dapat memiliki peningkatan produksi panas tubuh di iklim dingin, yang memberi mereka keuntungan bertahan hidup.
Ini bisa jadi salah satu dari banyak variasi gen yang membantu manusia purba beradaptasi dengan lingkungan dingin, kata ilmuwan, seraya menambahkan diperlukan penelitian lebih lanjut tentang lintasan evolusi manusia ini.
"Seperti lukisan batu yang menghiasi dinding Gua Blombos, DNA kita berfungsi sebagai perekam setia setiap peristiwa penting di sepanjang jalur rumit evolusi manusia," kata ilmuwan.